Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Uang di Nusantara: Era Majapahit, VOC, Belanda, hingga Jepang

Kompas.com - 20/08/2022, 09:15 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) baru saja meluncurkan tujuh pecahan Uang Rupiah Kertas Tahun Emisi 2022 (Uang TE 2022), pada Kamis 18 Agustus 2022.

Ketujuh pecahan Uang TE 2022 tersebut secara resmi berlaku, dikeluarkan, dan diedarkan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bertepatan pada HUT ke 77 Kemerdekaan RI, 17 Agustus 2022.

Sejarah uang di Indonesia

Menilik ke belakang, uang kertas pertama kali dipernalkan di Nusantara oleh perusahaan dagang Belanda, VOC pada tahun 1748, di mana uang kertas saat itu sejatinya berupa surat utang yang bisa jadi alat tukar.

Baru pada tahun 1783, VOC mengedarkan mulai uang kertas dengan jaminan perak 100 persen. Setelah kongsi dagang ini bangkrut, wilayah kekuasaannya otomatis beralih ke pemerintah Hindia Belanda.

Baca juga: Bukan BI atau BNI, Ini Bank Pertama yang Didirikan di Indonesia

Mulai tahun 1825, Raja Willem I mengusulkan agar didirikan suatu bank yang mengedarkan uang di tanah jajahannya di Timur. Usulan ini berlanjut dengan lahirnya De Javasche Bank pada 1828 dengan berlandaskan kepada suatu Oktroi, yaitu wewenang khusus dari Raja Belanda.

Berdasarkan Oktroi tersebut, De Javasche Bank diberi wewenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang kertas bank dengan nilai lima gulden ke atas. Selain uang kertas dari De Javasche Bank, Belanda juga menerbitkan beberapa uang logam atau koin.

Dikutip dari laman BI, selain berfungsi sebagai alat bayar, ada juga uang koin Hindia Belanda yang juga dijadikan alat untuk kerokan, yaitu uang Benggol.

Kerokan merupakan cara tradisional mengobati masuk angin di kalangan masyarakat jawa. Koin Benggol, khususnya pecahan 2 ½ cent Nederlandsch-Indie, dipakai untuk kerokan karena bentuknya yang besar dan tebal sehingga sangat nyaman.

Baca juga: Mengenal Eigendom, Bukti Kepemilikan Tanah Warisan Belanda

Bagian pinggirnya pun rata sehingga tidak sakit jika koin beradu dengan kulit. Koin berbahan tembaga ini dicetak sejak 1856 – 1945 dan berlaku hingga tahun 1950an.

Dalam kurun waktu 16 tahun cetakan, koin benggol dicetak dengan jumlah yang bervariasi setiap tahunnya. Pencetakan paling sedikit terjadi pada 1896 sejumlah 1.120.000 buah dan terbanyak pada 1945 sebanyak 200.000.000 buah.

Dari cetakan-cetakan tersebut, terdapat jenis cetakan khusus pada uang benggol tahun 1902, yaitu berbahan emas dan perak dengan berat 13,5 gram dalam jumlah yang terbatas.

Era Jepang

Setelah pendudukan Belanda berakhir dengan ditandai kedatangan Jepang, mata uang yang beredar pun tergantikan dengan pemerintahan baru.

Pemerintah militer Jepang menerbitkan setidaknya tiga uang kertas selama masa pendudukannya yang relatif singkat di Indonesia. Saat era Dai Nippon, uang yang berlaku saat itu yakni gulden yang dari warisan pemerintah Kolonial Belanda.

Uang kertas Jepang (Museum Bank Indonesia)Uang kertas Jepang (Museum Bank Indonesia) Uang kertas Jepang (Museum Bank Indonesia)

Baca juga: Mengapa Israel Begitu Kaya Raya?

Setelah setahun menguasai Hindia Belanda, Jepang kemudian mulai mengeluarkan uang kertas yang bertujuan untuk menggantikan uang Belanda secara bertahap.

Uang kertas pertama yakni Uang Kertas Pemerintah Jepang Seri De Japansche Regeering dengan pecahan nominal 5 gulden. Uang ini diterbitkan pada tahun 1942 dan kemudian ditarik peredarannya pada tahun 1946 atau di era republik.

Uang kertas kedua yang diterbitkan penjajah Jepang yakni seri Dai Nippon Teikoku Seihu yang mulai dirilis pada tahun 1943 dan ditarik dari peredaran pada tahun 1946.

Uang kertas ketiga adalah seri De Japansche Regeering dengan nominal 10 gulden. Uang ini mulai dicetak pada tahun 1942 dan ditarik peredarannya setahun setelah Indonesia merdeka.

Uang di era Majapahit

Salah satu uang koin yang populer di masa lalu yakni uang gobog yang jadi standar alat tukar di era Kerajaan Majapahit di Jawa. Saat sekarang, uang keping logam ini bisa jadi bernilai tinggi karena jadi incaran kolektor uang kuno.

Dikutip dari data Koleksi Museum Bank Indonesia, uang gobog Majapahit banyak dibuat dari logam tembaga. Kemungkinan, tembaga banyak didatangkan dari China sepanjang abad ke-11 M hingga abad ke-14 M.

Baca juga: Bak Bumi dan Langit, Membandingkan Laba Pertamina Vs Petronas Malaysia

Gobog berbeda dengan uang standar logam seperti dinar dan dirham yang dibuat dari emas dan perak, sehingga nilai ekstrinsiknya tak setinggi kedua uang logam mulia tersbut.

Lantaran teknologi pencetakan uang logam belum secanggih sekarang, ukuran uang gobog relatif berbeda-beda. Beberapa uang logam dibuat dari logam lain, namun jumlahnya tak sebanyak uang gobog dari tembaga.

Tebal uang gobog sekitar 2-6 mm, diameter 29-86 mm, dan berat antara 16-213 gram. Di gambar bagian depan, terdapat relief berupa gambar wayang, alat-alat persenjataan berbentuk cakra, dan pohon beringin.

Uang Gobog Kerajaan JambiUang Gobog Kerajaan Jambi Uang Gobog Kerajaan Jambi

Sementara di bagian belakang, uang standar Majapahit ini memiliki gambar belakang berupa relief pohon, peralatan berbentuk senjata dan berbentuk sesaji.

Selain itu, gobog yang juga disebut sebagai uang picis ini bisa bergambar motif lain seperti ular, burung, ayam, perahu, dan bendera.

Baca juga: Sudah Mendesak, tapi Duit APBN untuk Kereta Cepat Tak Kunjung Cair

Bentuk uang gobog bulat tak rata dengan lubang berbentuk segi empat. Jika dilihat dari fisiknya, uang keluaran Majapahit ini mengadopsi keping uang dari China. Di era Majapahit, selain sebagai alat tukar, uang gobog ini banyak dipakai untuk pembayaran pajak.

Uang gobog di era sekarang juga masih banyak digunakan di berbagai daerah di Indonesia. Namun fungsinya telah berubah, tak lagi digunakan sebagai alat transaksi.

Masih banyak pengrajin logam di bebera daerah, terutama Jawa dan Bali, membuat gobog yang dijual untuk keperluan kelengkapan sesajen, upacara adat, dan jimat.

Di situs marketplace belanja online, uang gobog umumnya dijual di kisaran harga Rp 20 ribu hingga Rp 5 juta per kepingnya. Harga uang gobog yang tinggi bergantung dengan nilai historisnya.

Baca juga: Dilema Kereta Cepat China: Pilih yang Murah, Hasilnya Tetap Mahal

Selain Majapahit, beberapa kerajaan di Nusantara juga menerbitkan koin uang logam sebagai alat transaksi resmi di wilayahnya. Salah satunya Kerajaan Banten yang membuat gobog Banten berbentuk bulat pipih dan berlubang segi enam.

Pada uang yang berukuran besar dan sedang terdapat tulisan jawa "Pangeran Ratoe". Sementara pada uang yang berukuran besar dan sedang terdapat tulisan "Pangeran Ratoe Ing Banten".

Di Jambi, uang koin logam diproduksi dari timah yang bertuliskan huruf Arab. Pada koin yang banyak ditemukan di Sumatera ini, pada umumnya terdapat tulisan Arab yang berbunyi "Cholafat al Mukmin" dan waktu pembuatannya dalam tahun hijriah.

Aris Trio Effendi memegang uang gobog (kanan) dan uang kepeng China (kiri), Minggu (14/3/2021). Uang tersebut merupakan koleksi pribadi Aris, kedua jenis uang itu berlaku di era Kerajaan Majapahit.KOMPAS.com/USMAN HADI Aris Trio Effendi memegang uang gobog (kanan) dan uang kepeng China (kiri), Minggu (14/3/2021). Uang tersebut merupakan koleksi pribadi Aris, kedua jenis uang itu berlaku di era Kerajaan Majapahit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com