Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Siswanto Rusdi
Direktur The National Maritime Institute

Pendiri dan Direktur The National Maritime Institute (Namarin), sebuah lembaga pengkajian kemaritiman independen. Acap menulis di media seputar isu pelabuhan, pelayaran, kepelautan, keamanan maritim dan sejenisnya.

“Menyelamatkan” Indonesia Kendaraan Terminal (IPCC)

Kompas.com - 22/08/2022, 10:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEBETULNYA kondisi  PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IKT) dengan kode emiten IPCC baik-baik saja. Tidak mengkhawatirkan. Sebagai perusahaan publik alias terbuka, nilai sahamnya pun terhitung lumayan.

Saat tulisan ini diselesaikan harga sahamnya bertengger di kisaran Rp 500 hingga Rp 555 per lembar. Jadi, IPCC itu sebenarnya tidak perlu diselamatkan. Namun, tulisan ini sengaja memberi judul seperti di atas dan akan dipaparkan mengapa diberi judul demikian.

Kendaraan menumpuk di dermaga

Awalnya ceritanya dimulai saat penulis melipir ke pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, untuk melihat-lihat situasi kekinian di sana beberapa waktu lalu. Tujuannya adalah salah satu terminal peti kemas yang ada dan kebetulan posisinya cukup berhadap-hadapan dengan dermaga IKT (IPCC).

Baca juga: 4 Tahun Go Public, Bisnis Terminal Kendaraan IPCC Diharap Makin Cuan

Dari ketinggian terminal peti kemas itu, terlihatlah deretan alat berat, dalam hal ini excavator. Yang namanya terminal kendaraan, jamak kendaraan, apapun jenisnya, menumpuk di situ. Hanya saja, yang saya lihat alat berat itu menumpuk di dermaga, bukan di lapangan penumpukan/parkir IPCC. Kondisi itulah yang membuat saya menyusun catatan ini.

Orang awan juga tahu kok kalau seperti itu adanya, berarti terminal kendaraan tersebut kekurangan kapasitas lapangan parkir. Dalam kalimat lain, yard occupancy ratio (YOR)-nya sudah mendekati 100 persen. Itu artinya kendaraan-kendaraan lain yang menunggu pemuatan setelah yang menumpuk di dermaga dan lahan parkir mesti diparkir di luar IPCC.

Bagi pabrikan kendaraan atau mobil, menumpuk produk mereka di luar terminal kendaraan menimbulkan persoalan tersendiri. Umpamanya, keamanan. Lapangan penumpukan alternatif bisa saja lapangan tanpa pagar, tanpa penerangan yang cukup dan berbagai potensi kerawanan lainnya.

Mereka harus mengeluarkan biaya ekstra untuk itu semua jika tidak hendak kendaraannya lecet catnya atau pecah kacanya. Itu kalau lahannya dimiliki sendiri. Jika milik pihak lain, maka biaya muncul dari double handling. Istilah ini merujuk pada praktik pengapalan/pengiriman kargo di mana barang yang akan dikapalkan di-handle beberapa kali sebelum akhirnya naik ke kapal atau keluar dari area pelabuhan.

Agregat biaya yang timbul dari semua itu pada gilirannya tentu akan memengaruhi harga jual mobil mereka di pasaran. Seandainya lapangan penumpukan/parkir IPCC cukup kapasitas tampungnya, tentu pabrikan tidak perlu keluar duit di luar biaya storing di lapangan penumpukan terminal kendaraan.

Tapi, sudahlah. Kondisinya sudah seperti itu adanya. Mau diapakan lagi. Dari keadaan deadlock itulah muncul pemikiran untuk menyelamatkan IPCC. Ya, terminal tersebut mendesak diselamatkan agar posisinya sebagai terminal kendaraan pertama dan utama di Indonesia tetap bisa dipertahankan.

Bagaimana menyelamatkan IPPC

Cara menyelamatkan IKT (IPCC) sebetulnya terhitung sederhana. Dan, sebenarnya sudah ada sekian lama dalam perencanaan perusahaan sendiri. Hanya saja, karena satu dan lain hal, tidak bisa dieksekusi. Kinilah saatnya rencana itu diwujudkan.

Menurut rencana yang ada, untuk mengantisipasi kenaikan arus ekspor kendaraan melalui terminal kendaraan IKT Tbk menyusul menggeliatnya produksi pabrik kendaraan di dalam negeri, kapasitas tampung lahan penumpukan harus dikembangkan agar bisa mengakomodasi ribuan ekspor kendaraan tambahan.

Saat ini, kapasitas terpasang terminal kendaraan IPCC sekitar 22.000 unit kendaraan. Jika kapasitas tambahan yang direncanakan itu bisa diwujudkan kelak, kemampuan terpasang terminal tentu saja akan menjadi makin besar.

Baca juga: Empat Strategi IPCC Menuju Terminal Kendaraan Kelas Dunia hingga 2024

Pertanyaannya sekarang, kendati sudah terlambat cukup jauh, sekitar lebih-kurang 5 tahun, dari implementasi rencana pengembangan yang ada plus kendala untuk mewujudkan juga makin kompleks, bagaimana sebaiknya penambahan kapasitas itu dikerjakan?

Saya bertanya kepada salah satu mantan petinggi untuk mencari jawaban pertanyaan di atas. Menurutnya, mengacu pada situasi lahan yang terbatas, penambahan kapasitas lapangan parkir bisa dilakukan melalui “konsep membangun ke atas”.

Maksudnya, membangun gedung parkir bertingkat di lahan eksisting berkapasitas 2.400 unit kendaraan. Tambahan kapasitas ini bila digabung dengan daya tampung yang ada (22.000 kendaraan), cukup untuk melayani ekspor kendaraan sekitar 2 juta unit per tahun sebagaimana yang dicanangkan oleh berbagai pihak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com