Perusahaan PSC bertindak sebagai “kontraktor” menanggung risiko eksplorasi tetapi dapat memperoleh kembali biaya eksplorasi dan pengembangan mereka dari bagian produksi jika mereka membuat penemuan komersial dan memulai produksi.
Produksi minyak nasional mencapai puncaknya yang pertama tahun 1978, melampaui 1,6 juta barrel minyak per hari, disusul puncak kedua tahun 1996 dengan 1,5 juta barrel minyak per hari. Sejak itu, produksi minyak turun 10-12 persen per tahun dan sampai negara ini menjadi pengimpor minyak bersih tahun 2004.
Bahkan dengan pengembangan lapangan baru-baru ini menjadi onstream, produksi masih menurun sekitar 3-5 persen per tahun (SKK Migas, 2020).
Pendapatan dari sektor minyak bumi telah menjadi sumber utama transformasi ekonomi di Indonesia hingga akhir 1990-an. Dengan harapan menjadi ekonomi terbesar ketujuh di dunia tahun 2030, kebutuhan energi Indonesia akan terus meningkat selama beberapa dekade mendatang.
Norwegia adalah negara migas yang relatif muda, tetapi berkembang pesat. Dimulai dengan penemuan lapangan raksasa Ekofisk tahun 1969 yang mulai beroperasi tahun 1971. Sejak tahun 1971, minyak dan gas telah diproduksi dari total 115 lapangan di lepas pantai laut Norwegia.
Hingga akhir tahun 2020, telah 90 lapangan berproduksi: 67 di Laut Utara, 21 di Laut Norwegia dan 2 di Laut Barents. Banyak ladang produksi yang menua, tetapi beberapa di antaranya masih memiliki sisa cadangan yang cukup besar.
Selain itu, cadangan migasnya terus meningkat ketika eksplorasi dan pengembangan lapangan di daerah-daerah yang dekat dengan infrastruktur yang sudah ada semakin digalakkan. Pada 2020, Norwegia memproduksi 3,9 juta barrel ekuivalen minyak per hari.
Pendapatan dari sektor migas mereka langsung disimpan ke dalam tabungan kekayaan negara (‘Oil Fund’) yang sebagian dikelola sebagai dana investasi di berbagai bidang dan di berbagai negara. Nilai pasar dana ini sekarang mencapai Rp 18.534 triliun (NBIM, 2022).
Dana tersebut dibentuk untuk melindungi ekonomi negara dari naik turunnya pendapatan minyak. Ini juga merupakan tabungan jangka panjang Norwegia untuk memberi manfaat baik bagi generasi sekarang maupun yang akan datang.
Baca juga: Di Hadapan Negara G7, Jokowi Sebut RI Butuh Investasi Besar di Sektor Energi Bersih
Dengan kesadaran bahwa dana yang mereka dapat tersebut diperoleh dari sumber kekayaan alam yang tidak dapat diperbaharui, oleh karenanya, mereka harus menyimpan dan menyisihkan kekayaan tersebut untuk generasi yang akan datang. Berdasarkan konsensus politik di sana, pemerintah hanya diperbolehkan membelanjakan bunga investasinya saja yang rata-rata maksimal sekitar 3 persen per tahun.
Kombinasi kondisi laut yang keras dan regulasi keselamatan kerja serta lindungan lingkungan yang sangat ketat membuat eksploitasi migas di lepas pantai Norwegia sering dianggap membutuhkan biaya tinggi. Namun seiring waktu, kami mengamati bahwa biaya tinggi tersebut dalam jangka panjang menghasilkan produksi yang lebih berkelanjutan dan menciptakan nilai tambah yang lebih tinggi.
Namun, ini bukan tanpa tantangan. Tahun 2015 ketika harga minyak berada di sekitar 50 dolar AS/barel, perusahaan-perusahaan minyak di Norwegia harus menurunkan biaya impas rata-rata mereka untuk proyek baru dari 70 dolar/ barel menjadi 40 dolar/barel. Sejak itu, standarisasi, penyederhanaan persyaratan dan kolaborasi menjadi tema utama dalam industri perminyakan Norwegia untuk menjadi lebih efisien.
Indonesia telah menjadi net-importir minyak sejak tahun 2004 karena pertumbuhan kebutuhan dalam negeri melebihi kapasitas produksi minyaknya. Dengan banyaknya lapangan yang memasuki fase tua dan ditambah dengan tantangan lainnya, produksi minyak nasional dalam satu dekade terakhir mengalami penurunan dari 945 ribu barel minyak per hari menjadi 745 ribu barel minyak per hari dengan laju penurunan 3-5 persen per tahun.
Dengan demikian, kontribusi sektor migas terhadap penerimaan negara juga menunjukkan penurunan dari 21 persen pada 2010 menjadi hanya 9,2 persen pada 2019. Namun, produksi migas tetap penting secara strategis bagi perekonomian nasional. Sektor migas tetap memegang peranan penting untuk penciptaan nilai tambah ekonomi masyarakat, pembangkit listrik, transportasi, dan industri karena sebagian besar infrastruktur di kepulauan Nusantara masih berbasis energi fosil.
Jika tidak ada upaya untuk meningkatkan produksi, negara akan sepenuhnya bergantung pada impor minyak mentah, yang dapat mengancam ketahanan energi nasional. Oleh karena itu, merupakan kepentingan besar bangsa untuk meningkatkan produksi minyak, sehingga dapat meminimalkan kesenjangan defisit antara ekspor dan impor.