Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Eko A Yudha Fitnawan, ST., MSc.
Ahli pengeboran minyak & gas

Profesional di bidang migas dan energi. Ketua IATMI (Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia) Komisariat Norwegia. Pemerhati perencanaan kota dan masalah-masalah kesejahteraan sosial. Penggemar sepakbola dan 'family travelling/adventure'.

Transisi ke Energi Bersih, Indonesia Bisa Belajar dari Norwegia

Kompas.com - 23/08/2022, 06:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PANDEMI Covid-19 dalam dua tahun terakhir membawa dua momentum besar dalam sektor energi, yakni digitalisasi dan transisi energi menuju energi terbarukan atau ramah lingkungan. Negara-negara yang maju dalam pengembangan energi terbarukan telah mempromosikan kepada seluruh dunia untuk mengikuti jejak mereka sebagai bagian dari kampanye mereka untuk memerangi perubahan iklim.

Adanya fluktuasi harga bahan bakar fosil juga membuat banyak investor melihat aset-aset energi fosil di pasca pandemi dengan tingkat kehati-hatian yang lebih besar. Mereka mungkin juga sekarang menganggap aset energi terbarukan lebih baik, meskipun masa pandemi lalu sempat memperlihatkan ‘reality check’ pada kehandalan dan keterjangkauan energi terbarukan.

Pada sisi lain, pandemi membawa krisis ekonomi yang menghambat investasi sumber energi terbarukan di negara-negara berpenghasilan menengah dan rendah.

Baca juga: Realisasi Bauran Energi Terbarukan Tidak Capai Target

Trilema energi

Tantangan tersebut di atas cukup menggambarkan kompleksitas trilemma energi yang terdiri atas tiga komponen, yaitu green energy (keberlanjutan dan ramah lingkungan), reliability (kehandalan pasokan), dan affordability (keterjangkauan harga energi).

Mengapa disebut trilemma? Karena jika kita ingin 100 persen green, sayangnya sebagian besar produk green energy untuk kebutuhan massal masih memerlukan biaya tinggi dan kehandalan kesinambungan pasokannya masih dipertanyakan. Di sisi lain, jika kita hanya menginginkan energi yang murah (100 persen terjangkau), berarti kita berpotensi terjebak untuk menggunakan kembali energi yang tidak ramah lingkungan.

Oleh karenanya kita perlu menemukan keseimbangan dalam bauran energi. Jadi, alih-alih memberlakukan pembatasan atau larangan terhadap negara-negara yang masih menggunakan energi fosil, negara-negara maju seharusnya mendukung secara finansial dan teknologi negara-negara berpenghasilan menengah dan rendah dalam menghapus energi fosil mereka secara bertahap.

Dengan demikian, dunia dapat menyelaraskan dalam menemukan bauran energi yang optimal untuk mencapai keseimbangan antara green/environmental sustainability, reliability, dan affordability.

Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan, permintaan energi global akan meningkat sekitar 18 persen tahun 2030, dan sektor migas masih menyumbang lebih dari 50 persen dari total bauran energi. Angka ini bahkan belum memperhitungkan dampak perang atau konflik geopolitik yang terjadi sekarang maupun di masa depan yang dapat memperlambat pengembangan energi terbarukan.

Indonesia menargetkan pertumbuhan energi terbarukan mencapai 31 persen dari total bauran energi pada 2050 dan masih akan dominan mengandalkan energi fosil (sekitar 44 persen untuk minyak dan gas, dan 25 persen untuk batubara). Oleh karena itu, sementara Indonesia sedang membangun dan meningkatkan kapasitas sumber energi alternatifnya, peningkatan produksi minyak nasional tetap penting untuk mengamankan permintaan energi nasional, mengisi kesenjangan di masa transisi energi ini.

Norwegia sebagai salah satu negara maju yang rajin mengkampanyekan upaya-upaya pengurangan emisi karbon dan pemanfaatan energi terbarukan pun tetap tidak mengendorkan aktivitas sektor migasnya.

Indonesia memiliki sejarah produksi migas yang sangat panjang. Penemuan minyak pertama terjadi tahun 1883, di Telaga Tunggal - Sumatera Utara, yang mengarah pada pembentukan Royal Dutch Shell tahun 1890. Kegiatan eksplorasi dilanjutkan di seluruh kepulauan Indonesia seperti: Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Jawa Timur dan Papua.

Baca juga: Tantangan Mencapai Target Energi Baru Terbarukan (EBT) 23 Persen

Tahun 1930-an, ditemukan ladang Minas di Riau yang merupakan ladang minyak raksasa pertama di Indonesia. Bersamaan dengan penemuan-penemuan selanjutnya di lapangan Duri, Offshore North West Java (ONWJ) dan Offshore South East Sumatra (SES), mereka menjadi penyumbang utama produksi minyak nasional hingga akhir 1990-an.

Sejak tahun 1970-an, Indonesia juga menjadi salah satu pemimpin dunia dalam ekspor gas alam setelah ditemukannya lapangan gas besar di Arun (Aceh), Mahakam (Kalimantan Timur) dan lapangan Tangguh (Papua Barat).

Perkiraan potensi sumber daya hidrokarbon di Indonesia adalah 9,808 miliar standar barrel minyak dan 92 triliun standar kaki kubik gas yang tersebar di 24 cekungan. Namun, cadangan minyak terbukti hanya 2,5 miliar standar barrel minyak dan 50 triliun standar kaki kubik gas dari 18 cekungan yang dieksplorasi (SKK Migas, 2020).

Indonesia merupakan pelopor penerapan Production Sharing Contract (PSC) pada tahun 1966. Konsep PSC kemudian banyak diadaptasi oleh banyak negara lain di dunia. Konsep tersebut mempertahankan kedaulatan nasional atas sumber daya migas.

Perusahaan PSC bertindak sebagai “kontraktor” menanggung risiko eksplorasi tetapi dapat memperoleh kembali biaya eksplorasi dan pengembangan mereka dari bagian produksi jika mereka membuat penemuan komersial dan memulai produksi.

Produksi minyak nasional mencapai puncaknya yang pertama tahun 1978, melampaui 1,6 juta barrel minyak per hari, disusul puncak kedua tahun 1996 dengan 1,5 juta barrel minyak per hari. Sejak itu, produksi minyak turun 10-12 persen per tahun dan sampai negara ini menjadi pengimpor minyak bersih tahun 2004.

Bahkan dengan pengembangan lapangan baru-baru ini menjadi onstream, produksi masih menurun sekitar 3-5 persen per tahun (SKK Migas, 2020).

Pendapatan dari sektor minyak bumi telah menjadi sumber utama transformasi ekonomi di Indonesia hingga akhir 1990-an. Dengan harapan menjadi ekonomi terbesar ketujuh di dunia tahun 2030, kebutuhan energi Indonesia akan terus meningkat selama beberapa dekade mendatang.

Belajar dari Norwegia

Norwegia adalah negara migas yang relatif muda, tetapi berkembang pesat. Dimulai dengan penemuan lapangan raksasa Ekofisk tahun 1969 yang mulai beroperasi tahun 1971. Sejak tahun 1971, minyak dan gas telah diproduksi dari total 115 lapangan di lepas pantai laut Norwegia.

Hingga akhir tahun 2020, telah 90 lapangan berproduksi: 67 di Laut Utara, 21 di Laut Norwegia dan 2 di Laut Barents. Banyak ladang produksi yang menua, tetapi beberapa di antaranya masih memiliki sisa cadangan yang cukup besar.

Selain itu, cadangan migasnya terus meningkat ketika eksplorasi dan pengembangan lapangan di daerah-daerah yang dekat dengan infrastruktur yang sudah ada semakin digalakkan. Pada 2020, Norwegia memproduksi 3,9 juta barrel ekuivalen minyak per hari.

Pendapatan dari sektor migas mereka langsung disimpan ke dalam tabungan kekayaan negara (‘Oil Fund’) yang sebagian dikelola sebagai dana investasi di berbagai bidang dan di berbagai negara. Nilai pasar dana ini sekarang mencapai Rp 18.534 triliun (NBIM, 2022).

Dana tersebut dibentuk untuk melindungi ekonomi negara dari naik turunnya pendapatan minyak. Ini juga merupakan tabungan jangka panjang Norwegia untuk memberi manfaat baik bagi generasi sekarang maupun yang akan datang.

Baca juga: Di Hadapan Negara G7, Jokowi Sebut RI Butuh Investasi Besar di Sektor Energi Bersih

Dengan kesadaran bahwa dana yang mereka dapat tersebut diperoleh dari sumber kekayaan alam yang tidak dapat diperbaharui, oleh karenanya, mereka harus menyimpan dan menyisihkan kekayaan tersebut untuk generasi yang akan datang. Berdasarkan konsensus politik di sana, pemerintah hanya diperbolehkan membelanjakan bunga investasinya saja yang rata-rata maksimal sekitar 3 persen per tahun.

Kombinasi kondisi laut yang keras dan regulasi keselamatan kerja serta lindungan lingkungan yang sangat ketat membuat eksploitasi migas di lepas pantai Norwegia sering dianggap membutuhkan biaya tinggi. Namun seiring waktu, kami mengamati bahwa biaya tinggi tersebut dalam jangka panjang menghasilkan produksi yang lebih berkelanjutan dan menciptakan nilai tambah yang lebih tinggi.

Namun, ini bukan tanpa tantangan. Tahun 2015 ketika harga minyak berada di sekitar 50 dolar AS/barel, perusahaan-perusahaan minyak di Norwegia harus menurunkan biaya impas rata-rata mereka untuk proyek baru dari 70 dolar/ barel menjadi 40 dolar/barel. Sejak itu, standarisasi, penyederhanaan persyaratan dan kolaborasi menjadi tema utama dalam industri perminyakan Norwegia untuk menjadi lebih efisien.

Indonesia telah menjadi net-importir minyak sejak tahun 2004 karena pertumbuhan kebutuhan dalam negeri melebihi kapasitas produksi minyaknya. Dengan banyaknya lapangan yang memasuki fase tua dan ditambah dengan tantangan lainnya, produksi minyak nasional dalam satu dekade terakhir mengalami penurunan dari 945 ribu barel minyak per hari menjadi 745 ribu barel minyak per hari dengan laju penurunan 3-5 persen per tahun.

Dengan demikian, kontribusi sektor migas terhadap penerimaan negara juga menunjukkan penurunan dari 21 persen pada 2010 menjadi hanya 9,2 persen pada 2019. Namun, produksi migas tetap penting secara strategis bagi perekonomian nasional. Sektor migas tetap memegang peranan penting untuk penciptaan nilai tambah ekonomi masyarakat, pembangkit listrik, transportasi, dan industri karena sebagian besar infrastruktur di kepulauan Nusantara masih berbasis energi fosil.

Jika tidak ada upaya untuk meningkatkan produksi, negara akan sepenuhnya bergantung pada impor minyak mentah, yang dapat mengancam ketahanan energi nasional. Oleh karena itu, merupakan kepentingan besar bangsa untuk meningkatkan produksi minyak, sehingga dapat meminimalkan kesenjangan defisit antara ekspor dan impor.

Usulan strategi

Beberapa strategi kunci berikut ini dapat dipertimbangkan untuk mencapai target ambisius itu. Strategi-strategi tersebut kami himpun dari pengalaman dan pengamatan para profesional migas Indonesia yang bekerja di Norwegia.

Gambar 2 (di bawah) menunjukkan blok diagram yang diusulkan dari strategi utama untuk mencapai target produksi minyak Indonesia sebesar 1 juta barel minyak per hari pada tahun 2030, yang terdiri atas:

  1. Sumber daya manusia dan organisasi berkinerja tinggi;
  2. Eksplorasi, sebagai faktor penting untuk produksi masa depan;
  3. Teknologi untuk meningkatkan cadangan minyak terambil (I&EOR: ‘Improved & Enhanced Oil Recovery’), untuk meningkatkan produksi dari lapangan-lapangan yang sudah tidak muda lagi;
  4. ‘Fast track’, standarisasi dan penyederhanaan proyek untuk mengembangkan penemuan lapangan-lapangan kecil;
  5. Kolaborasi yang kuat antara pemerintah, industri, akademisi, dan asosiasi profesi;
  6. ‘Cost conscious culture’ (pola pikir yang melihat bagaimana mendapatkan nilai lebih secara berkelanjutan, ketimbang mencari biaya semurah mungkin).

Strategi utama untuk mencapai target produksi minyak Indonesia sebesar 1 juta barel minyak per hari pada tahun 2030. Infografik Strategi utama untuk mencapai target produksi minyak Indonesia sebesar 1 juta barel minyak per hari pada tahun 2030.
Gambar di atas menunjukkan blok diagram yang diusulkan untuk mencapai target produksi minyak Indonesia. Turunan lebih rinci dari strategi-strategi tersebut di atas antara lain: manajemen data sumber daya yang terstandarisasi, perpustakaan data digital geosains yang terbuka, sistem penggantian biaya eksplorasi, eksplorasi dekat infrastruktur atau lapangan yang sudah berproduksi, new play concept, kolaborasi antar operator pemegang wilayah kerja, kampanye pemboran sumur ‘infill’ (infill wells) yang masif, pengeboran sumur berarah dan bercabang-cabang (multilateral wells), sumur injeksi air atau gas yang benar-benar terencana, kampanye stimulasi dan perekahan hidrolik, kampanye intervensi dan perbaikan sumur, optimalisasi desain dan proses pengeboran, standarisasi sistem produksi bawah laut, digitalisasi, serta fiskal dan regulasi menarik yang mendorong tidak hanya 'operator besar' untuk berpartisipasi dalam sektor migas.

Landasan dari strategi tersebut haruslah berupa adanya kepastian hukum dan birokrasi yang efektif & proaktif. Di atas semua itu, penting juga untuk menekankan keterlibatan awal K3L (Kesehatan, Keselamatan Kerja, dan Lingkungan) pada setiap proyek pengembangan lapangan sebagai bagian dari solusi.

Seiring ambisi pertumbuhan ekonomi Indonesia, kebutuhan energi nasional akan terus meningkat. Maka upaya-upaya strategis untuk meningkatkan produksi migas nasional tetap sangat penting. Bukan untuk bersaing atau mematikan perkembangan energi terbarukan yang ramah lingkungan, namun untuk saling melengkapi, dan sebagai jembatan untuk meminimalkan resiko menuju transisi energi yang dicita-citakan.

Sektor migas masih diperlukan untuk menyediakan energi yang terjangkau dan handal yang diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang adil bagi negara-negara berkembang sampai tiba waktunya ketika kehandalan dan kesinambungan produksi energi terbarukan dapat mengambil alih.

* Tulisan ini berdasarkan hasil diskusi dengan sejumlah anggota IATMI (Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia) Komisariat Norwegia. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Whats New
Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Whats New
Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Whats New
IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

Whats New
Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Whats New
Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Whats New
Jakarta, Medan, dan Makassar  Masuk Daftar Smart City Index 2024

Jakarta, Medan, dan Makassar Masuk Daftar Smart City Index 2024

Whats New
Pentingnya Transparansi Data Layanan RS untuk Menekan Klaim Asuransi Kesehatan

Pentingnya Transparansi Data Layanan RS untuk Menekan Klaim Asuransi Kesehatan

Whats New
Apakah di Pegadaian Bisa Pinjam Uang Tanpa Jaminan? Ini Jawabannya

Apakah di Pegadaian Bisa Pinjam Uang Tanpa Jaminan? Ini Jawabannya

Earn Smart
Bea Cukai Kudus Berhasil Gagalkan Peredaran Rokol Ilegal Senilai Rp 336 Juta

Bea Cukai Kudus Berhasil Gagalkan Peredaran Rokol Ilegal Senilai Rp 336 Juta

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com