Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petani Sawit Berharap Penghapusan Tarif Ekspor CPO Diperpanjang

Kompas.com - 23/08/2022, 14:45 WIB
Ade Miranti Karunia,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung mengatakan, sudah sewajarnya pemerintah tidak memberlakukan dulu pungutan ekspor sawit dalam waktu dekat atau setidaknya memperpanjang kembali relaksasi penghapusan tarif ekspor CPO yang akan berakhir 31 Agustus 2022.

Kebijakan relaksasi penghapusan tarif ekspor CPO itu dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 115 Tahun 2022 yang menyebut tarif pajak pungutan ekspor pada seluruh produk dari tandan buah segar (TBS), kelapa sawit, produk sawit, bungkil, palm oil, used cooking oil, dan crude palm oil menjadi Rp 0 per metrik ton.

"Saya berpendapat supaya pungutan ekspor ini sementara dikesampingkan dulu sampai harga TBS Petani di atas Rp 3.000 per kilogram," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (23/8/2022).

Baca juga: Urai Masalah Minyak Sawit di RI, Asosiasi Desak DMO dan DPO CPO Dihapus

Relaksasi yang dilakukan pemerintah sebenarnya ditujukan agar ekspor sawit kembali bergairah. Harapannya, tangki-tangki penyimpanan yang dimiliki pabrik pengolahan CPO bisa memiliki ruang lebih longgar setelah ekspor kembali dilakukan.

Dengan demikian, ada ruang yang cukup bagi pabrik untuk kembali menyerap tandan buah segar (TBS) sawit petani dengan harga yang lebih baik.

Sayang, relaksasi yang belaku hanya selama 2 minggu, lanjut dia, belum bisa dirasakan dampaknya karena masa penerapannya yang dinilai terlalu singkat. Menurutnya, butuh waktu lebih panjang agar satu kebijakan bisa memberikan dampak yang bisa dirasakan oleh masyarakat maupun pelaku usaha.

"Pemulihan ini membutuhkan waktu dan pemerintah harus hadir," ucap Gulat Manurung.

Terpisah, Peneliti Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda berpendapat, kebijakan pungutan tarif ekspor cpo tampaknya perlu menjadi perhatian pemerintah agar dilakukan evaluasi. Salah satu akar masalah terkait pungutan sawit adalah pemanfaatannya yang tidak tepat sasaran.

Baca juga: Amankan Pasokan Dalam Negeri, Ekspor CPO di Atas 680 Dollar AS Per Ton Kena Bea Keluar

"Sama sekali tidak tepat sasaran dengan kita melihat dana pengelolaan dari kelapa sawit banyak yang kembali pada produsen pengolah dana sawit sekaligus eksportir kelapa sawit. Bahkan ada perusahaan yang untung dari subsidi biodiesel kelapa sawit," kata Nailul.

Benar saja, berdasarkan Kepmen ESDM No. 258K/10/DJE/thn 2016 Tentang Penetapan Badan Usaha BBN dan alokasi besaran volumenya untuk pengadaan BBN jenis Biodiesel di PT PERTAMINA (Persero) dan PT AKR Corporindo, alokasi dana sawit untuk kepentingan biodiesel hanya dirasakan oleh segelintir perusahaan saja yang dipilih lewat skema penunjukan langsung.

Di sisi lain, pemanfaatan dana sawit untuk pengadaan biodiesel juga dinilai tak sejalan dengan semangat pengembangan industri sawit sebagai tujuan awal diterapkannya dana pungutan ekspor sawit ini.

"Pemanfaatan saat ini lebih banyak digunakan untuk subsidi program biodiesel. Padahal ada sasaran lainnya seperti peningkatan SDM petani, peremajaan sawit, dan lainnya, yang porsinya sangat kecil sekali. Belum lagi untuk porsi lainnya. Jadi alokasi saat ini sangat timpang sekali. Kacau balau," ungkapnya.

Dengan kondisi saat ini, tak berlebihan menurutnya bila pemerintah mulai memikirkan untuk melakukan evaluasi terhadap penerapan dana pungutan ekspor sawit.

Jangan sampai, saat pungutan sawit kembali diterapkan malah akan ada beban baru bagi pelaku industri sawit baik produsen, pabrik pengolahan hingga petani. Padahal, mereka sendiri tidak merasakan manfaat dari penerapan dana pungutan sawit itu.

Baca juga: China Tambah Impor CPO 1 Juta Ton, Mendag Jamin Harga Minyak Goreng Tak Akan Naik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com