Kolom Biz
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Home Credit
Home Credit

Kami adalah perusahaan keuangan berbasis teknologi dengan visi untuk memberdayakan masyarakat dengan cara yang bertanggung jawab sebagai #SobatBelanja yang dapat diandalkan untuk bantu wujudkan impian mereka. Hubungi kami melalui e-mail ke care@homecredit.co.id dan akun media sosial kami @HomeCreditID (Facebook/Twitter/Instagram).

Urgensi Pembiayaan yang Bertanggung Jawab dalam Ekonomi Digital

Kompas.com - 25/08/2022, 14:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Sheldon Chuan
Chief Marketing & Digital Officer Home Credit Indonesia

EKONOMI digital menjadi kegiatan ekonomi baru yang berkembang pesat dalam lebih dari dua dekade terakhir di hampir seluruh belahan dunia. Aktivitas ini berimplikasi terhadap banyak aspek di masyarakat, tidak terkecuali di Indonesia.

Aktivitas ekonomi berupa transaksi komersial serta interaksi profesional melalui teknologi komunikasi dan informasi tersebut menunjukkan perkembangan yang sangat masif dan diproyeksikan akan terus bertumbuh di masa depan.

Pada 2030, pemerintah Indonesia memperkirakan potensi ekonomi digital akan tumbuh signifikan hingga delapan kali lipat menjadi Rp 4.500 triliun ketimbang Rp 600 triliun pada saat ini.

Proyeksi optimistis itu sangat mungkin tercapai mengingat Indonesia memiliki pengguna internet lebih dari 204,7 juta jiwa atau 76,8 persen dari seluruh populasi negara ini, sebagaimana mengutip data Digital 2022 July Global Statshot Report yang dirilis oleh We are Social dan Hootsuite pada Juli 2022.

Perkembangan ekonomi digital Indonesia juga saling memengaruhi dengan perkembangan industri keuangan yang secara berkelanjutan terus berusaha memperbarui inovasi layanannya dengan penggunaan teknologi informasi.

Tantangan dalam ekonomi digital

Sebagai bagian yang tidak akan terpisahkan dari ekosistem ekonomi digital, perkembangan industri keuangan turut memunculkan aneka tantangan baru yang tidak bisa dihindari oleh para pihak terkait, termasuk oleh para pelaku dalam industri.

Laporan Digital 2022 July Global Statshot Report yang dikutip sebelumnya juga menunjukkan suatu fakta menarik, yakni persentase jumlah pengguna internet berusia 16-64 tahun yang menggunakan layanan keuangan online di Indonesia hanya 29,2 persen dalam sebulan. Angka ini hanya tipis di atas rata-rata dunia sebesar 29 persen.

Dengan kata lain, kendati jumlah pengguna internet di Indonesia sudah relatif tinggi, penggunaan layanan keuangan secara digital masih relatif rendah. Jumlah pengguna internet yang besar juga belum dibarengi dengan literasi digital yang optimal.

Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Indeks Literasi Digital di Indonesia pada 2021 berada di level sedang dengan skor 3,49 dari skala 1-5. Indeks ini secara khusus mengukur kecakapan digital, etika digital, keamanan digital dan budaya digital.

Tidak mengherankan bahwa penggunaan layanan keuangan digital di Indonesia juga belum seperti yang diharapkan. Pasalnya, tingkat literasi keuangan di Indonesia juga masih relatif rendah, yaitu 38,03 persen, menurut Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2019 yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Padahal, literasi keuangan merupakan suatu keterampilan yang sangat penting sebagai bagian dari upaya peningkatan kesejahteraan individu, pemberdayaan komunitas, dan peningkatan inklusi keuangan secara umum.

Tantangan yang muncul bukan hanya terkait cara meningkatkan penetrasi pasarnya, melainkan juga cara industri keuangan berpartisipasi secara aktif dalam proses edukasi yang berkelanjutan dan berkualitas untuk memperkuat pengetahuan, keterampilan, dan kepercayaan terhadap layanan keuangan.

Seorang Sales Agent Home Credit Indonesia sedang memberikan penjelasan kepada pelanggan di toko milik mitra usaha Home Credit.Dok. Home Credit Indonesia Seorang Sales Agent Home Credit Indonesia sedang memberikan penjelasan kepada pelanggan di toko milik mitra usaha Home Credit.

Pembiayaan yang bertanggung jawab

Di industri pembiayaan secara khusus, tantangan tersebut terasa semakin mendesak mengingat tingkat keyakinan masyarakat terhadap lembaga pembiayaan menurut SNLIK 2019 masih relatif rendah, yaitu 9,36 persen. Angka ini lebih kecil jika dibandingkan sektor keuangan lain, seperti perbankan, pegadaian, dan asuransi.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi tantangan itu adalah implementasi pembiayaan yang bertanggung jawab. Dalam hal ini, perusahaan mengedepankan kepentingan konsumen, seperti memastikan keterjangkauan, transparansi atas syarat dan ketentuan layanan, serta memperhatikan aspek kemanusiaan yang mendukung kebutuhan konsumen apabila menghadapi kesulitan.

Perusahaan pembiayaan berbasis teknologi, Home Credit Indonesia, terus mempraktikkan pembiayaan yang bertanggung jawab secara komprehensif dalam perjalanan pelanggan berinteraksi dengan layanan keuangan yang dapat diakses melalui aplikasi My Home Credit. Aplikasi ini telah diunduh oleh 12,56 juta pengguna terdaftar.

Praktik itu diterapkan oleh Home Credit dalam berbagai tahap. Dalam penawaran layanan, misalnya, dilakukan secara spesifik dengan menyesuaikan keterjangkauan, kecocokan, dan kemampuan pelanggan dalam memenuhi berbagai kebutuhan agar dapat lebih terencana.

Penawaran yang dipersonalisasi itu dilakukan menggunakan teknologi big data serta artificial intelligence berdasarkan proses penilaian (scoring) dan dokumen wajib yang disampaikan oleh pelanggan. Pelanggan dapat menikmati pengajuan cicilan yang cepat, terutama dalam mendapatkan informasi limit pembiayaan dalam waktu 3 menit. Hal ini bisa dinikmati berkat bantuan teknologi.

Semangat transparansi

Di samping itu, Home Credit selalu berusaha memastikan bahwa pelanggan mengambil keputusan setelah memiliki informasi yang memadai mengenai layanan keuangan yang akan digunakannya. Dokumen perjanjian pembiayaan (kontrak) selalu disampaikan secara tertulis dengan jelas.

Setelah menandatangani perjanjian pembiayaan, pelanggan memiliki pilihan dalam kurun waktu 14 hari untuk membatalkan perjanjian pembiayaan yang telah ditandatangani apabila berubah pikiran melalui program cooling-off period.

Home Credit memastikan informasi yang tercantum dalam perjanjian pembiayaan tersebut dapat dipahami dengan mudah oleh para pelanggan. Kebijakan ini dilakukan dengan semangat transparansi dalam menyediakan berbagai pilihan layanan bagi pelanggan.

Pelanggan sendiri bisa menggunakan layanan pembiayaan Home Credit yang ada di mana saja, baik di saluran online (e-commerce) atau offline (toko). Untuk penggunaan layanan di toko mitra Home Credit yang berjumlah mencapai 22.000 di seluruh Indonesia, sales agent (SA) akan membantu pelanggan untuk memeriksa dokumen yang dibutuhkan, pengisian data lanjutan serta melakukan verifikasi (know your customer).

Home Credit percaya bahwa interaksi personal masih sangat dibutuhkan dalam ekosistem ekonomi digital sebagai bagian dari upaya membantu masyarakat mengenal, memahami, dan memercayai layanan keuangan yang akan mereka gunakan untuk membuka kesempatan dalam mewujudkan berbagai rencana dalam hidup.

Penyedia layanan pembiayaan konsumen memiliki tanggung jawab untuk menyalurkan layanan yang transparan dan berkelanjutan di era digital yang bertumbuh dengan cepat. Baik pelaku industri maupun konsumen memiliki kepentingan dan peran untuk dapat meningkatkan literasi keuangan. Hal tersebut akan membawa dampak yang positif bagi konsumen Indonesia dan tentunya ekonomi negara ini dalam jangka panjang.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com