Kedua, tekanan pasar global dan negara-negara produsen. Saat ini hampir lebih dari 50 persen pasokan minyak dunia berada di Timur Tengah dan berpusat di 5 negara, yaitu Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Irak, Kuwait dan Qatar.
Negara-negara tersebut cenderung diwarnai oleh tensi geopolitik yang tinggi, pasar global khawatir suplai minyak akan berkurang.
Namun, tak dapat pungkiri perang di Ukraina terus berdampak pada harga minyak mentah global. Invasi Rusia ke Ukraina telah meningkatkan volatilitas pasar minyak global.
Pada awal invasi Rusia ke Ukraina, harga minyak mentah menembus 130 dollar AS per barel pada Maret 2022, tertinggi sejak 2008.
Walau sempat turun menjadi sekitar 100 dollar AS per barel pada April, tetapi harganya naik lagi melampaui 100 dollar AS per barel menyusul kebijakan parsial Uni Eropa (UE) melarang impor minyak Rusia pada bulan Mei.
Sementara banyak lembaga, termasuk Bank Pembangunan Asia, memproyeksikan harga minyak yang jauh lebih tinggi pada 2022, dibandingkan dengan 2021.
Memang, Arab Saudi baru-baru ini setuju untuk meningkatkan pasokan sebesar 200.000 barel per hari, tetapi produsen minyak AS enggan untuk meningkatkan produksi.
Sementara minyak dari Rusia sulit disalurkan ke berbagai negara karena gangguan rantai pasokan dan kenaikan biaya akibat perang yang sedang berkecamuk.
Satu faktor lain yang memengaruhi harga minyak adalah penguatan dolar AS yang mencapai level tertinggi lima minggu terakhir.
Pada satu sisi, tentu saja penguatan dollar AS bisa membatasi kenaikan harga minyak mentah ke titik yang lebih tinggi lagi. Namun, hal itu membuat minyak menjadi lebih mahal bagi pembeli dalam mata uang lain, seperti dalam Rupiah Indonesia.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.