Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Safri Haliding
Konsultan, Peneliti dan Dosen

Global Birma Institute

Optimalisasi "Principle Based" Peraturan OJK

Kompas.com - 26/08/2022, 09:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SUDAH sebulan lebih Dewan Komisioner (DK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2022-2027 resmi dilantik Ketua Mahkamah Agung, Muhammad Syarifuddin. Pelantikan itu menjadi pertanda pergantian susunan kepemimpinan di OJK yang dipimpin oleh Mahendra Siregar selaku Ketua Dewan Komisioner OJK untuk melanjutkan visi misi OJK dalam menjaga stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia.

Tugas dan pekerjaan rumah yang besar menanti Dewan Komisioner (DK) OJK yang baru yang sejalan dengan tantangan industri keuangan yang semakin kompleks.

Tantangan itu antara lain meningkatnya kebutuhan layanan jasa keuangan yang semakin murah, cepat, dan fleksibel; pencegahan moral hazard dan penyelewengan transaksi keuangan; optimalisasi perlindungan konsumen jasa keuangan; mitigasi ancaman krisis yang dapat menggangu stabilitas sistem keuangan nasional; serta mendorong peran sektor keuangan bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

Baca juga: Resmi Dilantik, Ini Sederet PR Bos OJK Baru dari Sri Mulyani

Selain itu, perkembangan teknologi keuangan yang semakin pesat dan cepat perubahannya telah memengaruhi lanksap industri jasa keuangan, regulasi, dan perilaku pengguna jasa keuangan.

Oleh sebab itu, memahami tren teknologi dan masa depan industri keuangan menjadi penting bagi OJK agar bisa menentukan strategi yang tepat dan relevan dengan kebutuhan kekinian dalam menjalankan fungsi dan tugas OJK.

Principle based vs ruled based

Industri Jasa Keuagan (IJK) memiliki peranan penting dan strategis dalam mendorong pertumbuhan perekonomian. Negara yang maju perekonomiannya umumnya memiliki IJK yang mapan, bahkan tidak ada negara yang perekonomiannya berkembang pesat tanpa peran lembaga keuangan, khususnya perbankan.

OJK merupakan lembaga yang krusial dalam menjaga kestabilan perekonomian Indonesia.  Efektivitas kinerja OJK perlu terus dioptimalkan sesuai dengan perkembangan lembaga jasa keuangan saat ini melalui wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, serta penyidikan sektor jasa keuangan.

Baca juga: Terus Tumbuh, Pembiayaan Industri Jasa Keuangan Syariah Tembus Rp 434,5 Triliun

Kinerja OJK dalam mendorong pertumbuhan perekonomian sangat ditentukan oleh kualitas regulasi atau peraturan yang dibuat OJK. Sementara itu, dalam penyusuan standar dan peraturan, terdapat dua pendekatan yaitu principle-based dan rule-based.

Pendekatan principle-based lebih fleksibel dalam merespon dan mengatur perkembangan industri sehingga mampu mendorong inovasi, produk, dan layanan serta pengembangan infrastruktur teknologi informasi dan manajemen risiko.

Pendekatan rule-based sangat ketat, prosedural, spesifik, khusus, dan terkonsentrasi pada standar dan pedoman pelaksanaan pengaturan dan pengawasan sehingga ruang untuk inovasi dalam pengembangan produk dan layanan agak terbatas dibandingkan dengan pendekatan principle-based.

Selama ini regulator banyak menggunakan pendekatan rule-based, termasuk OJK.

Principle-based dan rule-based masing-masing punya  kelebihan dan kelemahan dalam penerapannya. Namun apabila mengacu pada semangat industri yang sudah banyak berubah, maka OJK harus mampu beradaptasi dan menjawab perubahan ekosistem industri jasa keuangan nasional dengan mengoptimalkan dan mulai revisi pengaturan dan pengawasan perbankan melalui penerapan principle-based, dari yang sebelumnya menekankan rule based.

Selama ini pendekatan rule based mendapatkan banyak keluhan dari pelaku industri karena dianggap menghambat inovasi produk dan jasa keuangan dalam merespon pasar yang kompetitif, sehingga pendekatan rule based sudah tidak lagi relevan.

Secara internal, dalam proses penerapan dan optimalisasi principle-based, OJK harus membangun pemahaman tentang perubahan dan penyesuaian mindset dan kemampuan dalam menyusun peraturan, pengawasan, dan profesional judgement.

Di sisi eksternal, OJK harus memperkuat komunikasi dan kolaborasi dengan berbagai pihak dengan pelaksana peraturan, dan membangun pandangan yang sama khususnya dengan auditor dan aparat penegak hukum sehinga dalam pelaksanaan di lapangan tidak terjadi kesalapahaman dan hambatan dalam implementasi principle based supervision yang berpotensi berdampak negatif bagi pelaku IJK. 

Penguatan implementasi principle based supervision tentunya memerlukan masukan dari berbagai pihak terkait sebagai bagian proses perbaikan dan penyempurnaan pengawasan yang berkelanjutan (continuous improvement).

Langkah perbaikan regulasi menuju principle-based juga telah dimulai oleh beberapa otoritas keuangan di beberapa negara, seperti Inggris, Australia, dan Jepang. Hal ini menandakan bahwa negara-negara lain juga merespon perubahan dan beradaptasi pada ekosistem IJK yang terus berkembang menuju principle based supervision.

Semangat optimaslisasi penerapan principle based regulation dalam pengawasan lembaga jasa keuangan dan perlindungan konsumen dapat menjadi bagian yang dapat menjadi bagian dari visi reformasi peraturan Dewan Komisioner OJK yang baru dilantik.

Perlindungan konsumen era digital

Penguatan aspek perlindungan konsumen menjadi kata kunci penting seiring perkembangan industri jasa keuangan yang dinamis dan literasi keuangan yang harus terus ditingkatkan. Literasi dan inklusi keuangan yang belum merata menjadi tantangan OJK ke depan.

Saat ini posisi tingkat literasi dan inklusi keuangan di wilayah perkotaan masing-masing sebesar 41,41 persen dan 83,60 persen, sedangkan di wilayah pedesaan sebesar 34,53 persen dan 68,49 persen.

Baca juga: 3 Strategi OJK untuk Meningkatkan Edukasi dan Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

Selain itu, peningkatan literasi dan inklusi keuangan di bidang digital serta membangun perlindungan konsumen yang kuat sangat penting menuju sektor keuangan yang kuat dan inklusif dalam rangka mendukung pembangunan yang berkelanjutan.

Dalam rangka mendorong perlindungan konsumen melalui penguatan literasi dan inklusi keuangan berbasis digitalisasi perlu beberapa upaya yang dapat dilakukan.

Pertama, membangun kerangka implementasi prinsip pengawasan dan pengaturan berbasis inklusi keuangan digital yang tetap berbasis pada principle based

Kedua, mendorong inklusi keuangan melalui digitalisasi untuk meningkatkan akses keuangan dan perlindungan konsumen baik kepada individu maupun usaha kecil menengah.

Ketiga, mendorong kebijakan dan peraturan OJK yang pro kepada layanan pembiayaan digital dan inovatif.

Terakhir dalam upaya mendorong perlindungan konsumen, langkah preventif dengan melakukan pengarahan, edukasi, dan sosialisasi yang menyentuh semua lapisan masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com