Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berapa Harga Asli Pertalite hingga Elpiji Tanpa Disubsidi?

Kompas.com - 28/08/2022, 09:10 WIB
Yohana Artha Uly,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah telah mengalokasikan anggaran subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp 502,4 triliun untuk sepanjang 2022, yang mencakup bahan bakar minyak (BBM), elpiji, dan listrik. Subsidi diberikan untuk menahan kenaikan harga di tengah lonjakan harga komoditas energi global.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun mengungkapkan hitungan harga keekonomian atau harga pasar dari BBM dan elpiji jika tidak disubsidi pemerintah. Penghitungan ini berdasarkan harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) yang kini sebesar 105 dollar AS per barrel dan kurs Rp 14.750 per dollar AS.

Untuk harga asli Pertalite atau harga keekonomiannya yakni sebesar Rp 14.450 per liter, namun harga jualnya saat ini hanya sebesar Rp 7.650 per liter. Itu artinya pemerintah harus menanggung selisih biaya Rp 6.800 untuk setiap liter Pertalite.

Baca juga: Sri Mulyani Ungkap Harga Asli Pertalite dan Solar Jika Tanpa Subsidi

Sementara pada BBM jenis Solar, harga keekonomiannya saat ini yaitu sebesar Rp 13.950 per liter, tetapi harga jual hanya dipatok sebesar Rp 5.150 per liter. Maka pemerintah harus menyubsidi Rp 8.800 untuk setiap liter Solar.

"Artinya masyarakat dan seluruh perekonomian mendapatkan subsidi 63,1 persen dari harga keekonomiannya (untuk Solar), dan 47,1 persen dari harga keekonomiannya (untuk Pertalite)," ungkapnya dalam dalam konferensi pers di Kantor Kemenkeu, Jumat (26/8/2022) lalu.

Di sisi lain, elpiji 3 kilogram (kg) menjadi komoditas energi yang paling besar disubsidi oleh pemerintah. Harga keekonomian dari elpiji yakni Rp 18.500 per kilogram, namun harga jual yang ditetapkan ke masyarakat hanya sebesar Rp 4.250 per kilogram.

Pemerintah pun menanggung selisih Rp 14.250 untuk setiap kilogram elpiji, atau 77 persen dari harga keekonomian elpiji. Itu artinya, secara total pemerintah menyubsidi Rp 42.750 untuk setiap tabung elpiji 3 kilogram.

"Jadi kalau setiap kali beli Elpiji 3 kilogram, itu mereka mendapatkan subsidi sebesar Rp 42.750," ucap Sri Mulyani.

Bendahara Negara itu pun mengungkapkan, BBM jenis Pertamax yang umumnya dikonsumsi oleh masyarakat kelas menengah ke atas turut mendapatkan subsidi dari pemerintah. Padahal Pertamax bukan merupakan jenis BBM bersubdisi seperti Pertalite dan Solar.

Baca juga: Sri Mulyani Wanti-wanti Kuota Subsidi Pertalite Habis September

Menurutnya, subsidi pada Pertamax diberikan karena adanya lonjakan harga minyak mentah melampaui proyeksi APBN 2022. Berdasarkan asumsi APBN yang telah ditetapkan dalam Perpres 98 Tahun 2022, harga rata-rata ICP sebesar 100 dollar AS per barrel, namun realisasinya kini mencapai 105 dollar AS per barrel.

Seiring pula dengan kurs rupiah yang melemah terhadap dollar AS, maka harga keekonomian Pertamax sebesar Rp 17.300 per liter. Namun, saat ini harga jual eceran yang digunakan Pertamina untuk Pertamax hanya sebesar Rp 12.500 per liter.

Artinya ada selisih harga sebesar Rp 4.800 per liter yang ditanggung pemerintah untuk mencegah kenaikan yang tinggi pada Pertamax. Adapun nilai subsidi itu setara 27,7 persen dari harga keekonomian Pertamax.

"Pertamax sekalipun yang di konsumsi oleh mobil-mobil yang biasanya bagus, berarti yang pemiliknya juga mampu, itu setiap liternya mendapat subsidi Rp 4.800," ungkap Sri Mulyani.

Sayangnya, lanjut dia, BBM untuk jenis Pertalite dan Solar, serta Elpiji 3 kilogram yang disubsidi pemerintah dengan sasaran untuk orang miskin, malah lebih malah banyak dinikmati oleh orang kaya.

Konsumsi BBM dan elpiji bersubsidi yang tidak tepat sasaran itu, pada akhirnya akan membuat kesenjangan ekonomi antara orang kaya dan orang miskin semakin melebar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com