Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukti Intervensi Gizi Mampu Turunkan Angka Stunting

Kompas.com - 28/08/2022, 10:06 WIB
Irawan Sapto Adhi,
Muhammad Idris

Tim Redaksi

SRAGEN, KOMPAS.com – Dalam beberapa tahun terakhir, Kabupaten Sragen di Jawa Tengah (Jateng) terus berhasil menurunkan angka stunting. Selisihnya bahkan cukup signifikan pada rentang 2019-2021.

Pada 2018, hasil Riset Kesehatan dasar (Riskedas) oleh Kementerian Kesehatan RI menunjukkan prevalensi angka stunting di kabupaten berjuluk Bumi Sukowati ini tergolong cukup tinggi, yakni mencapai 39,32 persen.

Angka ini lebih besar daripada temuan tingkat Provinsi Jawa Tengah 33,4 persen maupun secara nasional 30,8 persen.

Setelah itu, angkanya berhasil diturunkan. Survei Status Gizi Balita Indoensia (SSGBI) mendapati prevalensi angka stunting di Sragen pada 2019 menjadi 32,24 persen.

Sementara, Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 menemukan angka stunting di Sragen turun signifikan jadi 18,8 persen.

Baca juga: Selama 2021, 517 Anak di Padang Panjang Alami Stunting

Temuan tersebut turut membuat Sragen menduduki peringkat delapan besar nasional dalam penurunan angka stunting tahun lalu.

Atas capaian ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen pun yakin dapat menurunkan prevalensi angka kejadian stunting menjadi 14 persen pada 2024 sesuai dengan target Nasional.

Untuk tahun ini, Pemkab Sragen telah menargetkan dapat menurunkan angka stunting menjadi 15,3 persen.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sregan, dr. Hargiyanto, menyampaikan peningkatan intervensi gizi menjadi inti upaya penanganan stunting di Bumi Sukowati dalam beberapa tahun ini.

“Secara garis besar yang kami lakukan adalah memperkuat intervensi gizi spesifik di setiap tahap siklus kehidupan dan intervensi gizi sensitif oleh organisasi perangkat daerah (OPD) terkait,” ucap Hargiyanto saat diwawancarai Kompas.com terkait kunci keberhasilan Sragen dalam menekan angka stunting, Sabtu (27/8/2022).

Baca juga: Stunting Bukan Hanya karena Kurang Gizi

Hargiyanto menjelaskan, intervensi gizi spesifik adalah langkah intervensi yang berhubungan dengan peningkatan gizi dan kesehatan. Intervensi ini dimotori oleh Dinkes.

Sedangkan intervensi gizi sensitif adalah langkah intervensi pendukung, seperti penyediaan air bersih, sanitasi, penanggulangan kemiskinan, pendidikan, ketahanan pangan, dan lain sebagainya.

Dalam melakukan intervensi gizi spesifik, dia menyebut, Dinkes Sragen punya berbagai gebrakan untuk mempercepat penanganan stunting.

Misalnya, setiap Puskesmas telah didorong untuk meningkatkan cakupan maupun kualitas pemberian makanan tambahan (PMT) bagi balita dan ibu hamil guna mencegah bayi berat lahir rendah (BBLR) dan anak stunting.

Sementara baru-baru ini Dinkes telah melaksanakan program Aksi Cegah Stunting (ACS) yang menyasar salah satu desa penyumbang angka stunting tertinggi, yakni Desa Wonorejo di Kecamatan Kedawung.

Baca juga: Aplikasi Deteksi Dini Stunting Inovasi Mahasiswa UGM, Ini Fiturnya

“Jadi di satu desa ini, semua balita kami kasih gizi dengan protein tinggi. Kami tidak melihat mana yang stunting dan yang tidak. Sejak Maret, 256 anak dari usia 7 bulan sampai 5 tahun ini kami kasih protein dari telur dan susu UHT setiap hari selama 6 bulan,” jelas dia.

Hargiyanto menuturkan pemberian asupan protein hewani ini diyakini dapat mencegah dan mengatasi stunting pada anak-anak. Sebab, protein telah terbukti bisa berperan dalam membuat berbagai hormon yang dapat memengaruhi pertumbuhan.

Begitu juga sebaliknya, kata dia, penelitian telah membuktikan bahwa kekurangan asupan protein berhubungan dengan risiko stunting yang lebih besar.

Karena mengandung asam amino esensial lebih lengkap dan lebih banyak dibandingkan protein nabati, protein hewani lebih dipilih Pemkab untuk diberikan kepada anak-anak sebagai upaya melawan stunting.

Berdasarkan hasil evaluasi awal, Hargiyanto pun bersyukur, program ACS yang diselenggaraan atas kerja sama dengan pemerintah pusat dan bantuan lembaga swadaya masyarakat ini cukup efektif dalam mengurangi angka stunting.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com