Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan 59 Ormas Dukung Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Kompas.com - 29/08/2022, 13:22 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 59 organisasi massa (ormas) mendukung kenaikan tarif cukai hasil tembakau atau tarif cukai rokok. Dengan kenaikan tarif cukai tembakau, harga produk rokok dapat turut terkerek naik. Hal ini dipercaya bakal menekan keterjangkauan rokok oleh anak-anak dan keluarga miskin.

Peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PJKS UI) Risky Hartono mengatakan, masalah yang akan muncul ketika cukai rokok dan harga rokok tidak dinaikkan berdampak pada banyak hal.

"Dari data Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) disebutkan klaim BPJS Kesehatan sebanyak 56 hingga 59 persen habis untuk penyakit-penyakit akibat rokok," kata dia dalam konferensi pers, Senin (29/8/2022).

Baca juga: Kemenperin: KIta Berharap Kenaikan Cukai Rokok Ditunda

Ia juga menyebut rokok berdampak pada menurunnya produktivitas masyarakat hingga Rp 375 triliun. Selain itu kata dia, perokok aktif dan pasif juga rentan terpapar dampak rokok dengan kerugian akibat kematian dini mencapai angka Rp 1.832 triliun.

Menurut Risky, kenaikan tarif cukai rokok merupakan salah satu instrumen yang efektif untuk meningkatkan harga rokok.

"Data dari Kementerian Keuangan mengatakan, dengan adanya kenaikan dari cukai rokok setiap tahun dapat meningkatkan harga rokok. Namun, pada tahun 2019 terdapat penurunan indeks kemahalan harga rokok karena tidak ada kenaikan cukai pada tahun tersebut," kata dia.

Meskipun begitu, kenaikan cukai rokok dianggap belum dapat mengerek secara langsung harga rokok dipasaran yang ada pada rentang Rp 21.000 sampai Rp 26.000.

Berdasarkan hasil studi, Risky membeberkan apabila harga rokok menjadi Rp 70.000 per bungkus, maka 74 persen perokok diprediksi akan berniat untuk berhenti merokok.

"Ini akan efektif ketika harga rokok menjadi mahal di Indonesia, masyarakat jadi berhenti mengkonsumsi rokok," ujarnya.

Baca juga: Daya Beli Belum Pulih, Petani Tembakau Menjerit Tolak Kenaikan Cukai Rokok

Namun demikian, Risky menjelaskan saat ini struktur tarif cukai dinilai masih terlalu kompleks dengan memiliki 8 struktur.

Padahal sejak tahun 2018, Kementerian Kesehatan merekomendasikan struktur tarif cukai rokok lebih baik dibagi menjadi dua yaitu sigaret kretek mesin dan sigaret putih mesin pada strata satu dan sigaret kretek tangan pada strata dua.

"Kalau tidak ada penyederhanaan strata tarif cukai rokok, masyarakat punya kesempatan untuk membeli dengan harga rokok yang lebih murah karena adanya produk golongan 2 dan golongan 3. Oleh karena itu, penting untuk mendekatkan gap antar tarif atau bahkan melakukan simplifikasi golongan satu dan dua," jelas dia.

Selain itu, Risky mengatakan rekomendasi kenaikan tarif cukai sebesar 25 persen akan sangat efektif untuk menekan angka perokok anak. Tak hanya itu, kenaikan cukai rokok juga dinilai dapat mengoptimalkan penerimaan negara.

"Kami menanti pemerintah menaikkan tarif cukai rokok minimal 25 persen setiap tahun agar harga rokok mahal dan konsumsi rokok jadi terkendali. Ditambah dengan penyederhanaan strata tarif cukai rokok," tandas dia.

Baca juga: Pemerintah Dinilai Perlu Tolak Intervensi Asing soal Kebijakan Industri Rokok

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Whats New
BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Whats New
Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Whats New
Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Rilis
INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

Whats New
Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com