Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MTI Pertanyakan Usulan Kenaikan Tarif Ojol Melebihi Inflasi

Kompas.com - 30/08/2022, 10:36 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Sumber Antara

KOMPAS.com - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mempertanyakan besaran kenaikan tarif ojek online atau ojol yang melebihi besaran laju inflasi yang saat ini hampir mencapai 5 persen (yoy).

"Yang mengusulkan kenaikan tidak transparan seperti apa perhitungannya, kok bisa naik sekitar 30 persen," kata Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Harya S Dillon dalam keterangan resminya dikutip dari Antara, Selasa (30/8/2022).

"Apa dikatakan tepat jika menaikkan tarif berlipat-lipat di atas kenaikan inflasi. Dasarnya apa? Jika naik untuk menyesuaikan kenaikan inflasi itu masih wajar-wajar saja," kata dia lagi.

Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengeluarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 564 Tahun 2022 Tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi. Aturan tersebut diteken pada 4 Agustus 2022 lalu.

Baca juga: Perintah Jokowi ke Menhub soal Tarif Ojol: Dengarkan Suara Rakyat

Apabila dibandingkan dengan aturan sebelumnya, hanya tarif ojol di Jabodetabek yang naik, namun biaya jasa minimal 4 kilometer pertama di ketiga zona meningkat lebih dari 30 persen.

Tarif ojol per kilometer di Jabodetabek menjadi Rp 2.600 - Rp 2.700 per km dari sebelumnya Rp 2.250 - Rp 2.650 per kilometer.

Kemarin, Kemenhub mengumumkan bahwa pihaknya menunda dan mengkaji kembali pemberlakuan tarif baru sesuai Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 564 Tahun 2022 tersebut.

MTI pun menyambut baik keputusan Kemenhub tersebut. Pasalnya, jika Kemenhub tetap memaksa kenaikan tarif ojol sebesar 30-50 persen, akan membuat ojol menjadi tidak kompetitif sebagai moda transportasi yang memang menjadi banyak pilihan masyarakat dalam beraktivitas.

Baca juga: Apa Saja Perbedaan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan?

Harya mengapresiasi langkah Kemenhub untuk melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan terkait untuk memetakan masalah, mencari masukan dan solusi secara bersama-sama. Dengan demikian, kebijakan yang diambil dapat memperhitungkan berbagai aspek.

Karena jika dipaksakan, lanjut Harya, dengan kenaikan sebesar itu akan membuat konsumen beralih menggunakan moda transportasi lain seperti taksi yang tarifnya tidak jauh berbeda dengan ojol.

"Nantinya konsumen akan lebih memilih naik taksi, dan bisa naik berdua dibandingkan dengan naik ojol. Jadi kenaikan ini jadi tidak kompetitif bagi ojol," ujar Harya.

Tidak kompetitifnya tarif ojol tersebut juga dinilai akan berdampak pada pendapatan pengemudi atau driver, sehingga tujuan utama dari kebijakan Kemenhub yang ingin meningkatkan kesejahteraan driver bisa tidak tercapai.

Selain itu, kenaikan tarif ojol juga akan membuat daya beli konsumen menengah bawah yang selama ini menjadi target pasar ojol tertekan.

Baca juga: Syarat Bikin SKCK, Biaya, dan Tahapannya di Kantor Polisi ataupun Online

"Pemerintah harus bisa mempertimbangkan semua itu. Seperti apa sebenarnya segmentasi konsumen ojol. Jika dengan kebijakan ini pemerintah pro terhadap driver, bagaimana dengan masyarakat lainnya yang menjadi konsumen. Jadi jangan berasumsi menaikkan tarif menjadi sebuah solusi," kata Harya.

Ia mencontohkan kenaikan tarif transportasi udara atau tiket pesawat karena harga avtur sudah mengalami kenaikan dan tengah menjadi fenomena global.

Begitu juga dengan tarif angkutan darat seperti taksi, bus dan lain-lain yang biasanya kenaikannya mengacu pada harga bahan bakar minyak (BBM).

Berdasarkan survei terbaru Research Institute of Socio-Economic Development (RISED) yang berjudul Persepsi Konsumen Terhadap Kenaikan Tarif Ojek Daring di Indonesia, menunjukkan mayoritas konsumen hanya mampu memberikan tambahan biaya sebesar Rp 1.600 per kilometer untuk setiap perjalanan yang dilakukan menggunakan layanan ojek daring.

Kesediaan membayar atau willingness to pay konsumen apabila ada biaya tambahan sekitar rata-rata 5 persen untuk semua zona.

Baca juga: Apa Itu Influencer: Pengertian, Jenis, dan Cara Kerjanya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Sumber Antara
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com