JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, anggaran subsidi dan kompensasi energi untuk tahun ini berpotensi membengkak menjadi sebesar Rp 698 triliun. Pembengkakan anggaran ini pun akan membebani APBN 2023.
Saat ini pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp 502,4 triliun. Namun, kondisi lonjakan harga minyak mentah, pelemahan kurs rupiah, dan konsumsi Pertalite dan Solar yang melebihi kuota, maka alokasi anggaran itu diperkirakan tidak akan cukup hingga akhir tahun.
Oleh sebab itu, pemerintah berpotensi menambah anggaran subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp 195,6 triliun. Meski demikian, Sri Mulyani menyebut, jika penambahan ini dilakukan maka nantinya akan dibebankan pula ke alokasi anggaran belanja pada APBN 2023.
"Untuk (anggaran subsidi dan kompensasi) BBM dan listrik diperkirakan akan habis dan bahkan terlampaui hingga mencapai sekitar Rp 698 triliun hingga akhir tahun ini. Maka ini akan menjadi tambahan belanja pada tahun 2023 karena sebagian pasti diluncurkan pada tahun depan," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI terkait RUU APBN 2023, yang berlangsung Selasa (30/8/2022).
Baca juga: Dampak Kenaikan BBM Subsidi, Inflasi Tinggi hingga Bertambahnya Orang Miskin
Berdasarkan prognosa konsumsi Pertalite hingga akhir tahun akan mencapai 28 juta kiloliter (KL), melampaui kuota yang ditetapkan sebanyak 23,05 juta KL. Sementara konsumsi Solar diperkirakan mencapai 17,2 juta KL, melebihi kuota yang ditetapkan sebesar 14,91 juta KL.
Di sisi lain, rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) saat ini masih bertahan di atas 100 dollar AS per barrel, sedangkan nilai tukar rupiah melemah menjadi ke level Rp 14.750 per dollar AS.
Sri Mulyani menjelaskan, pada dasarnya anggaran subsidi dan kompensasi energi yang saat ini dipatok Rp 502,4 triliun itu, sudah mengalami peningkatan dari alokasi sebelumnya yang sebesar Rp 152,5 triliun. Penambahan itu dilakukan untuk menekan kenaikan harga energi di masyarakat di tengah kondisi lonjakan harga komoditas energi global.
Baca juga: Soal BBM Subsidi, Ekonom Sebut Komunikasi Pemerintah Membingungkan Masyarakat
Sayangnya, lanjut Sri Mulyani, konsumsi energi itu justru paling banyak dinikmati oleh rumah tangga mampu ketimbang oleh rumah tangga miskin yang berhak menerimanya. Ia bilang, orang miskin hanya menikmati sekitar 5 persen dari subsidi Solar dan hanya 20 persen pada subsisi Pertalite.
"Ini mengakibatkan kesenjangan yang makin tinggi di dalam masyarakat kita," kata dia.
Oleh karena itu, menurutnya, pemerintah terus berupaya untuk memperbaiki ketepatan sasaran subsidi energi, sehingga lebih banyak dinikmati dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat miskin dan rentan yang memang membutuhkan bantuan.
Bendahara Negara itu memastikan, upaya menciptakan subsidi yang tepat sasaran itu akan dilakukan secara simultan dengan proses kalibrasi untuk mencapai paduan kebijakan yang optimal dalam mencapai keseimbangan antara tiga tujuan penting.
Terdiri dari tujuan untuk melindungi masyarakat miskin dan rentan, menjaga momentum proses pemulihan ekonomi, dan langkah-langkah untuk menjaga kesehatan APBN.
"Upaya mendorong ketepatan sasaran subsidi energi akan dilakukan secara hati-hati, secara bertahap, dan tetap mempertimbangkan kondisi pemulihan ekonomi serta masyarakat pasca pandemi," pungkas dia.
Baca juga: Sudah Cukupkah Dana Bansos Rp 24,17 Triliun untuk Meredam Dampak Kenaikan Harga BBM?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.