Negara-negara Teluk bisa kaya raya karena mereka surplus minyak. Kita surplus batu bara, tetapi tidak memanfaatkan basis energi itu kita sejak tanda tanda oil decline. Namun era batu bara tidak bisa bertahan lama, sungguh disayangkan kita melewatkan waktu atas hal ini.
Agar kita bisa segera keluar dari jebakan energi fosil, kita perlu cermat melihat porsi konsumsi energi kita selama ini. Sektor transportasi mendominasi konsumsi energi kita sebanyak 46 persen, dibuntuti sektor industri yang mengambil 31 persen konsumsi energi, dan rumah tangga 17 persen.
Mayoritas pasokan energi bertumpu pada oil energy, selain listrik yang dipasok dari batu bara untuk menghidupkan pembangkit listrik.
Baca juga: Luhut: Energi Terbarukan Jadi Isu Prioritas Presidensi G20 Indonesia
Seharusnya di akhir era oil decline, transportasi dan industri kita dorong bersama menuju konsumsi berbasis listrik, termasuk juga program konversi energi untuk rumah tangga.
Lucunya, program konversi energi rumah tangga tidak ke listrik atau gas alam, malah ke elpiji yang bahan bakunya tetap minyak bumi. Harus kita akui, kita salah kebijakan pada masa lalu, dan menjadi pelajaran untuk segera memutar haluan.
Sesegera mungkin seluruh moda transportasi, industri, dan rumah tangga harus berkiblat ke listrik. Terlebih PLN memiliki kapasitas produksi yang cukup besar sejalan dengan program 35.000 megawatt.
Dewan Energi Nasional, Kementerian ESDM, Pertamina, PLN dan seluruh pabrikan harus berani mengambil langkah konkret. Bila haluan ini bisa kita tempuh lebih cepat, kecanduan kita terhadap minyak bumi akan turun drastis.
Era transportasi listrik sesungguhnya bukan hal baru. Saat Perang Dunia II berlangsung terjadi krisis BBM, pada tahun 1941 perusahaan Socovel dari Austria telah mampu memproduksi motor kecil digerakkan listrik.
Bahkan tahun 1974, Mike Corbin mampu membuat kendaraan listrik dengan kecepatan di atas 160 km/jam. Tahun 1995 Indonesia telah mampu membuat pesawat terbang N 250, seharusnya pula mampu menciptakan moda berbasis transportasi listrik, sehingga era oil decline tahun 1997 tidak perlu membuat kita cemas.
Seorang pejabat di pemerintahan memberikan hitung-hitungan investasi sekitar Rp 100 triliun untuk menjalankan program mobil, motor, dan kompor litrik. Artinya hanya seperlima dari anggaran subsidi dan kompensasi energi yang kita habiskan di tahun 2022 jika pemerintah tidak mengubah skema subsidi BBM.
Skema ini jauh lebih murah dan menguntungkan, ketimbang kita tiap tahun "membakar" ratusan triliun rupiah karena kecanduan oil energy.
Pada sisi supplier, PLN harus perlahan beralih konsumsi energinya dari batu bara ke energi baru dan terbarukan (EBT). Kita menyambut baik kebijakan pemerintah untuk tidak memberikan izin proyek pembangkit listrik tenaga uap baru pasca tahun 2025.
Langkah ini sebagai wujud komitmen Indonesia terhadap Perjanjian Paris. Transisi tiga tahun ini harus dipersiapkan oleh seluruh pihak, khususnya perbankan, perusahaan engineering, procurement dan kontruksi untuk segera beralih haluan.
Agar segera terjadi peralihan pola konsumsi dari oil ke listrik, maka tarif listrik harus lebih murah. PLN harus mengembangkan teknologi baru dan terbarukan.
Sekali lagi, pejabat pemerintah tadi memberi estimasi hitung-hitungan biaya investasi energi fosil dan EBT ternyata jauh lebih murah EBT. Cost per megawatt listrik jika menggunakan basis BBM membutuhkan 15-16 cent dolar, gas 9-10 cent, batu bara 5-6 cent, dan hidro 3-4 cent. Kita juga masih punya kekayaan energi dari tenaga surya, gelombang laut, angin yang melimpah.
Ke depan, sebagai wujud komitmen haluan baru kebijakan energi kita, Badan Anggaran DPR berjanji memberikan dukungan penganggaran penuh kepada pemerintah menempuh jalan ini. Langkah strategis ini harus kita kokohkan tanpa keraguan sedikitpun.
Betapa bahagianya kita memberi manfaat bagi segenap rakyat. APBN kuat, lingkungan sehat, energinya hebat, dan rakyatnya selamat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.