JAKARTA, KOMPAS.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih melakukan pembahasan terkait rencana perpanjangan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19. Saat ini otoritas tengah melakukan kajian terhadap kondisi debitur yang menerima kebijakan tersebut.
Perpanjangan kebijakan relaksasi kredit itu berpotensi kembali terjadi. Namun demikian, pelaksanaannya tidak akan sama seperti ketentuan yang berlaku saat ini.
Kepala Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Anung Herlianto mengatakan, perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit nantinya tidak akan diberikan kepada seluruh debitur. Perpanjangan restrukturisasi hanya akan diberikan kepada segmen tertentu.
"Tidak akan perpanjangan across the board, tapi targeted," kata dia di Jakarta, Rabu (7/9/2022).
Baca juga: BNI Targetkan Pertumbuhan Kredit 10 Persen, Ditopang Segmen Korporasi
Lebih lanjut ia menjelaskan, otoritas akan memberikan perpanjangan restrukturisasi kepada debitur yang masih terdampak perekonomiannya. Ini akan dilihat berdasarkan sektor ekonomi serta wilayah debitur terdampak.
"Ketiga segmen kredit. Segmen kredit yang terdampak Covid dan belum pulih sepenuhnya itu mana? Apakah corporate, menengah, konsumer, atau kecil," tuturnya.
Anung mengakui, saat ini OJK tengah dilema terkait keberlanjutan kebijakan restukturisasi kredit terdampak Covid-19. Sebab, perpanjangan relaksasi kredit secara terus menerus berpotensi menimbulkan moral hazard.
Sebagaimana diketahui, kebijakan perpanjangan restrukturisasi kredit yang pertama kali diterapkan pada Maret 2020 itu telah diperpanjang sebanyak 2 kali pelaksanaannya. Anung menilai, perpanjangan kebijakan restrukturisasi secara berulang berpotensi menimbulkan kebiasaan menunda membayar kredit di kalangan masyarakat.
Baca juga: Restrukturisasi Kredit Terdampak Covid-19 Akan Diperpanjang? Ini Kata OJK
Namun demikian, di sisi lain penghentian kebijakan restrukturisasi kredit berpotensi menimbulkan cliff effect. Ini berpotensi terjadi jika nilai restrukturisasi kredit di perbankan masih tinggi.
"Itu dilema. Jadi hasil dari riset kami. Nanti kami tidak lagi menerapkan stimulus secara luas, tetapi ditargetkan untuk menghindari moral hazard akibat dampak restrukturisasi kredit yang berkepanjangan," kata Anung.
Sebagai informasi, nilai restrukturisasi kredit Covid-19 pada Juli 2022 mencapai Rp 560,41 triliun. Ini lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya sebesar Rp 576,17 triliun.
Baca juga: BI Rate dan Harga BBM Naik, BCA Berupaya Berikan Suku Bunga Kredit Kendaraan yang Rendah
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.