NEW YORK, KOMPAS.com – Harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan pada penutupan perdagangan Senin (12/9/2022) waktu setempat (Selasa WIB). Pergerakan harga minyak dunia dipengaruhi oleh pembicaraan terkait kesepakatan nuklir Iran yang mengalami hambatan.
Di sisi lain, Rusia berjuang menghadapi embargo pengiriman minyak di tengah pasokan yang ketat dan permintaan yang masih kuat.
Mengutip CNBC, harga minyak mentah berjangka Brent ditutup pada level 94 dollar AS per barrel, atau naik 1,25 persen. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) berakhir di level 87,78 dollar AS per barrel atau bertambah 1,1 persen.
Baca juga: Usai Sentuh Level Terendah dalam 8 Bulan, Harga Minyak Mentah Kembali Naik
Harga minyak mentah sedikit mengalami perubahan pada pekan lalu karena pengurangan pasokan oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutu termasuk Rusia, atau OPEC+. Hal ini diimbangi oleh penguncian di China, yang merupakan importir minyak mentah utama dunia.
Prancis, Inggris dan Jerman pada hari Sabtu lalu mengatakan keraguannya, terkait dengan rencana Iran untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir. Dalam perkembangan terakhir, hal ini membuat Iran keluar dari pasar minyak, untuk menjaga pasokan global tetap ketat.
Sementara itu, harga minyak global berpeluang bangkit menjelang akhir tahun karena pasokan diperkirakan akan semakin ketat, ketika embargo Uni Eropa terhadap minyak Rusia mulai berlaku pada 1 dan 5 Desember tahun ini.
Di sisi lain, G7 akan menerapkan batas harga minyak Rusia untuk membatasi pendapatan ekspor Rusia yang menguntungkan setelah invasi ke Ukraina pada Februari. G7 berencana untuk mengambil langkah-langkah memastikan bahwa minyak masih bisa mengalir ke negara-negara berkembang.
Sementara sentimen yang mendorong pasar minyak bearish, permintaan minyak China yang mengalami kontraksi untu pertama kalinya dalam dua dekade tahun ini karena kebijakan zero Covid-19. Hal ini membuat penguncian di selama liburan dan mengurangi konsumsi bahan bakar.
“Hambatan yang terjadi dalam penerapan pembatasan akibat Covid-19 di China, dan modernisasi dalam kegiatan ekonomi global mendorong kekhawatiran yang cukup lama,” kata Jun Rong Yeap, ahli strategi pasar di IG.
Di sisi lain, Bank Sentral Eropa dan Federal Reserve siap untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut untuk mengatasi inflasi, yang dapat mengangkat nilai dollar AS terhadap mata uang dan membuat minyak dalam mata uang dollar lebih mahal bagi investor.
Baca juga: Kementerian ESDM Ungkap Alasan Pembelian Pertalite dan Solar Belum Juga Dibatasi
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.