Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Christopher Richie Rahardjo
Analis Ekonomi

Analis ekonomi dan moneter Bank Indonesia (BI)

Pengendalian Inflasi Pangan dan Pengembangan Klaster

Kompas.com - 14/09/2022, 16:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KETEGANGAN geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang berkepanjangan telah memicu terganggunya rantai pasok bahan makanan dan energi global.

Fenomena ini telah memberikan efek spillover peningkatan harga komoditas pangan dan bahan bakar hampir di seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia.

Tercatat inflasi tahunan pada Juli 2022 di berbagai negara maju mempunyai tren peningkatan, seperti Amerika Serikat 8,5 persen dan Inggris 10,1 persen.

Begitu pula perkembangan inflasi di negara berkembang. Pada periode Agustus 2022 mengalami tren inflasi yang tinggi seperti Thailand 7,86 persen, Filipina 6,3 persen dan India 7 persen.

Jika dibandingkan dengan negara di kawasan ASEAN, laju inflasi di Indonesia masih lebih rendah.

Berdasarkan data BPS, secara tahunan (yoy) posisi bulan Agustus 2022 IHK tercatat 4,69 persen, Inflasi Inti (core inflation) 3,04 persen, inflasi administered prices 6,84 persen, sementara inflasi volatile food tercatat 8,93 persen (bulan sebelumnya 11,47 persen).

Masih tingginya inflasi volatile food ini dipicu oleh kenaikan harga komoditas pangan nasional, antara lain beras, telur, dan ayam ras.

Inflasi dan kemiskinan

Tingginya laju inflasi akan berdampak pada peningkatan kemiskinan. Mengutip teori makroekonomi, laju inflasi yang tinggi akan menurunkan pendapatan riil sehingga berdampak pada penurunan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah.

Worldbank menyatakan bahwa kenaikan harga, khususnya komoditas pangan akan sangat dirasakan oleh masyarakat di negara berpenghasilan menengah-rendah karena sebagian besar pengeluarannya akan digunakan untuk membeli kebutuhan pangan.

Publikasi BPS pada tahun 2021 menemukan bahwa pengeluaran masyarakat Indonesia sekitar 50 persen dipakai untuk mencukupi kebutuhan pangan.

Oleh karena itu, peningkatan inflasi pangan akan berpengaruh signifikan terhadap penurunan daya beli mayarakat yang pada akhirnya akan berdampak pada kemiskinan.

Presiden Joko Widodo pada arahan rakor nasional Tim Pengendalian Inflasi telah memerintahkan kepada jajaran kementerian dan lembaga terkait untuk mengantisipasi inflasi, termasuk inflasi pangan.

Pada kesempatan rakornas TPI tersebut, Presiden berpesan agar jajaran pemerintah pusat dan daerah melakukan pengecekan terhadap pasokan pangan di wilayahnya untuk selanjutnya dilakukan kerjasama antar daerah dalam pemenuhan bahan makanan agar tidak terjadi disparitas harga yang terlalu tinggi antar daerah.

Presiden juga mengajak bangsa Indonesia bergotong royong membangun kemandirian, berdikari di bidang pangan berbasiskan keunggulan masing-masing daerah di tengah ancaman krisis pangan global.

Klaster dan pengendalian inflasi

Upaya untuk menjaga ketahanan pangan telah dilaksanakan oleh Bank Indonesia dengan berkolaborasi dengan kementerian terkait melalui program pengembangan UMKM berbasis klaster.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com