Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ahmad Zulfikar
ASN Kementerian Keuangan

Analis Perbendaharaan Negara Kementerian Keuangan

Saatnya Negara "Detoks" Subsidi BBM

Kompas.com - 15/09/2022, 12:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Apabila inflasi yang terjadi terlalu persisten dan berlarut-larut, produsen tidak punya pilihan lain selain melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang berakibat pada peningkatan pengangguran.

Untuk meminimalisasi risiko kenaikan harga BBM terhadap perekonomian dan membantu masyarakat tidak mampu, pemerintah mengalokasikan bantuan sosial dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp 12,4 triliun untuk 20,65 juta keluarga penerima manfaat (KPM) yang tercatat di dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Pemerintah juga mengalokasikan anggaran Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebesar Rp 9,6 triliuan untuk 16 juta pekerja yang tercatat di BPJS Ketenagakerjaan dengan gaji kurang dari Rp 3,5 juta per bulan.

Detoks subsidi BBM

Apabila ada istilah detoks medsos, maka sudah saatnya kita juga detoks subsidi BBM. Faisal Basri dalam artikel Kebijakan Subsidi BBM: Menegakkan Disiplin Anggaran menyatakan bahwa subsidi BBM ini bagaikan candu.

Ketergantungan masyarakat atas subsidi BBM perlu direhabilitasi sehingga APBN bisa dialokasikan ke belanja yang lebih produktif seperti infrastruktur, perlindungan sosial, dan pendidikan.

Direktur Penyusunan APBN Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan Rofyanto Kurniawan juga menyatakan bahwa pengurangan subsidi BBM memang perlu dilakukan secara bertahap karena subsidi BBM lebih banyak dinikmati oleh golongan mampu.

Menkeu menyatakan golongan mampu mengkonsumsi 80 persen volume pertalite dan 98 persen volume solar subsidi.

Dalam konferensi pers pada Jumat (26/08/2022), Menkeu menyatakan bahwa anggaran subsidi energi sebesar Rp 502,4 triliun tersebut jika dialokasikan ke sektor kesehatan dapat membangun 3.333 rumah sakit kelas menengah atau 41.666 puskesmas.

Apabila dialokasikan ke sektor pendidikan, anggaran tersebut bisa membangun 227.886 sekolah dasar. Kemudian jika dialokasikan ke infrastruktur bisa menjadi 3.501 ruas tol baru.

Apabila kita kembali melihat rincian APBN dalam Perpres 98 tahun 2022, banyak sekali beban masyarakat yang dapat terbantu dari realokasi anggaran subsidi BBM yang sebesar Rp 502,4 triliun tersebut.

Sebagai contoh, kita dapat menggratiskan kuliah untuk seluruh perguruan tinggi negeri di Indonesia dengan menghapuskan pungutan PNBP pendidikan sebesar Rp 15,83 triliun.

Selain itu, kita juga bisa mengirimkan lebih banyak generasi penerus bangsa untuk kuliah ke perguruan tinggi ternama dunia dengan menambahkan dana abadi pendidikan yang dikelola oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Alokasi subsidi ini juga bisa digunakan untuk membantu masyarakat miskin yang belum mendapatkan akses program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Melansir CNN Indonesia (22/10/2021), Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) mencatat ada sekitar 10,8 juta penduduk miskin yang belum menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan.

Sesuai dengan Perpres 64 tahun 2020, pemerintah membayarkan iuran PBI sebesar Rp 42.000 per peserta per bulan atau Rp 504.000 per tahun.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com