Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPPU Selidiki Google soal Dugaan Praktik Monopoli

Kompas.com - 15/09/2022, 19:17 WIB
Ade Miranti Karunia,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mulai melakukan penyelidikan atas dugaan pelanggaraan Undang-Undang (UU) No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang dilakukan oleh Google dan anak usahanya di Indonesia.

"KPPU menduga, Google telah melakukan penyalahgunaan posisi dominan, penjualan bersyarat, dan praktik diskriminasi dalam distribusi aplikasi secara digital di Indonesia," kata Direktur Ekonomi Kedeputian bidang Kajian dan Advokasi KPPU, Mulyawan Ranamanggala lewat siaran persnya, Kamis (15/9/2022).

Berdasarkan Rapat Komisi pada 14 September 2022, KPPU memutuskan untuk melanjutkan penelitian tersebut dalam bentuk penyelidikan dugaan pelanggaran UU No. 5/1999.

Baca juga: Saham Bank Mandiri Sentuh Level Tertinggi Sepanjang Sejarah, Ini Penyebabnya

KPPU akan memproses penyelidikan selama 60 hari kerja ke depan, untuk memperoleh bukti yang cukup, kejelasan, dan kelengkapan dugaan pelanggaran undang-undang.

Awal dugaan pelanggaran

Mulyawan menjelaskan, KPPU selama beberapa bulan terakhir telah melakukan penelitian inisiatif yang berkaitan dengan perusahaan multinasional asal Amerika Serikatp penyedia jasa dan produk internet tersebut.

Penelitian difokuskan pada kebijakan Google yang mewajibkan penggunaan Google Pay Billing (GBP) di berbagai aplikasi tertentu. Google Pay Billing adalah metode atau pembelian produk dan layanan digital dalam aplikasi yang didistribusikan di Google Play Store.

Baca juga: KPPU Soroti Penggunaan Aplikasi MyPertamina untuk Beli Pertalite dan Solar


Atas penggunaan GBP tersebut, Google mengenakan tarif layanan atau fee kepada aplikasi sebesar 15-30 persen dari pembelian. Berbagai jenis aplikasi yang dikenakan penggunaan GPB tersebut meliputi aplikasi yang menawarkan langganan seperti pendidikan, kebugaran, musik, atau video, aplikasi yang menawarkan digital items yang dapat digunakan dalam permainan atau gim.

Berikutnya aplikasi yang menyediakan konten atau kemanfaatan seperti versi aplikasi yang bebas iklan, dan aplikasi yang menawarkan cloud software and services (seperti jasa penyimpanan data, aplikasi produktivitas, dan lainnya).

Baca juga: Pelabelan BPA Dikhawatirkan Picu Persaingan Bisnis, Pengamat: KPPU Jangan Terburu–buru Menilai

Kebijakan penggunaan GPB tersebut mewajibkan aplikasi yang diunduh dari Google Play Store harus menggunakan GPB sebagai metode transaksinya, dan penyedia konten atau pengembang aplikasi wajib memenuhi ketentuan yang ada dalam GPB tersebut.

Menurut KPPU, Google juga tidak tidak memperbolehkan penggunaan alternatif pembayaran lain di GPB. Kebijakan penggunaan GPB tersebut efektif diterapkan pada 1 Juni 2022.

Dari penelitian, KPPU menemukan bahwa Google Play Store merupakan platform distribusi aplikasi terbesar di Indonesia dengan pangsa pasar mencapai 93 persen.

KPPU juga menemukan bahwa Google memberlakukan kebijakan untuk mewajibkan penggunaan GBP untuk pembelian produk dan layanan digital dalam aplikasi yang didistribusikan di Google Play Store.

Baca juga: KPPU Putuskan PT ACK Bersalah dalam Kasus Monopoli Ekspor Benur

Aplikasi yang terkena kewajiban ini tidak dapat menolak karena Google dapat menerapkan sanksi penghapusan aplikasi tersebut dari Google Play Store atau tidak diperkenankan dilakukan update atas aplikasi tersebut. Artinya kata KPPU, aplikasi tersebut akan kehilangan konsumennya.

"Kewajiban ini ditemukan KPPU sangat memberatkan pengembang aplikasi di Indonesia karena pengenaan tarif yang tinggi, yakni 15-30 persen dari harga konten digital yang dijual. Sebelum kewajiban penggunaan GPB, pengembang atau developer aplikasi dapat menggunakan metode pembayaran lain dengan tarif di bawah 5 persen," jelas Mulyawan.

Selain itu, KPPU juga menduga Google telah melakukan praktik penjualan bersyarat untuk jasa dalam dua model bisnis berbeda, yaitu dengan mewajibkan pengembang aplikasi untuk membeli secara bundling, aplikasi Google Play Store dan Google Play Billing.

Baca juga: Pencarian Meningkat di Google, Masyarakat Indonesia Mulai Berminat Beli Kendaraan Listrik

KPPU juga menemukan bahwa untuk pembelian di aplikasi, Google hanya bekerja sama dengan salah satu penyedia payment gateway/system. Sementara beberapa penyedia lain di Indonesia tidak memperoleh kesempatan yang sama dalam menegosiasikan metode pembiayaan tersebut.

Hal ini dinilai berbeda dengan perlakuan yang ditujukan bagi digital content provider global, sebab Google membuka provider untuk kerja sama dengan payment system alternatif. Dengan demikian berdasarkan analisis KPPU, berbagai perbuatan Google tersebut dapat berdampak pada upaya pengembangan konten lokal yang tengah digalakkan pemerintah Indonesia.

"Dalam proses penelitian, KPPU telah mendengarkan pendapat dari berbagai pihak dan dapat menyimpulkan bahwa, kebijakan Google tersebut merupakan bentuk persaingan usaha tidak sehat di pasar distribusi aplikasi secara digital," ujarnya.

Baca juga: Mudah, Begini Cara Cek Tarif Tol di Google Maps

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com