Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog: Regulasi Pelabelan BPA untuk Mengedukasi Masyarakat

Kompas.com - 16/09/2022, 19:30 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Pandu Riono berpendapat regulasi pelabelan Bisfenol A (BPA) harus segera diwujudkan demi melindungi kesehatan dan keselamatan publik. Pandu mewanti-wanti agar kalangan industri tak perlu berlebihan dalam merespons regulasi tersebut.

"BPA berpotensi membahayakan kesehatan dan keselamatan publik. Di samping itu, regulasi pelabelan BPA justru menjadi upaya dalam mengedukasi masyarakat," kata Pandu dalam siaran pers, Jumat (16/9/2022).

Pandu menambahkan, BPA berfungsi untuk menjadikan plastik keras dan jernih (tembus pandang). Namun, BPA bisa berpindah ke makanan atau minuman.

Baca juga: Ini Penyebab BSU 2022 Belum Cair ke Rekening Pekerja

Pandu menegaskan, kekhawatiran soal bahaya BPA bersifat global. Hal ini melihat di banyak negara terdapat regulasi yang mengatur kemasan pangan tidak diperbolehkan menggunakan wadah yang mengandung BPA.

"Di beberapa negara bahkan ada kewajiban pelabelan 'Free BPA' (Bebas BPA), tujuannya untuk edukasi masyarakat," imbuhnya.

Saat ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tengah merampungkan peraturan pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang berbahan polikarbonat. Jamak diketahui, jenis plastik ini pembuatannya menggunakan BPA dan mendominasi pasar.

"Nantinya, produsen galon jenis tersebut akan diwajibkan untuk mencantumkan label peringatan 'Berpontensi Mengandung BPA' terhitung tiga tahun sejak aturan disahkan. Tujuan pelabelan BPA semata melindungi masyarakat. Jadi industri tak perlu berlebihan dalam bersikap," kata dia.

Baca juga: SWI Sudah Blokir 426 Pinjol Ilegal hingga Pertengahan 2022

Menurut Pandu, saat ini produsen-produsen dunia sudah mengganti wadah produknya ke jenis plastik yang bebas BPA.

Pandu juga menjelaskan penelitian dan riset mutakhir menunjukkan BPA juga dapat berdampak pada gangguan hormon kesuburan pria maupun wanita.

"Kandungan ini juga dapat memicu penyakit seperti diabetes dan obesitas, gangguan jantung, penyakit ginjal, kanker hingga gangguan perkembangan anak," ujar dia.

Sementara, Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) Sofyan S. Panjaitan mengatakan, semua pihak perlu mendukung dan mendorong lahirnya regulasi pelabelan BPA.

Baca juga: Nilai Ekspor Produk Perikanan RI ke Vietnam Tembus Rp 2,04 Triliun

"Memang sudah hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan tidak menyesatkan, khususnya via Label & Iklan Pangan," tutur dia.

Terkait tentangan dari kalangan industri atas regulasi ini, Sofyan menilai hal tersebut lantaran industri belum memiliki usulan yang sesuai atas redaksi pelabelan BPA pada kemasan galon guna ulang.

"Regulasi BPA nantinya dapat dikembangkan secara menyeluruh terhadap semua kemasan pangan berbahan plastik. Perbaikan tersebut, dapat berupa kewajiban pencantuman logo Tara Pangan dan Kode Daur Ulang tanpa terkecuali," ucap dia.

Baca juga: 7 Tips Mudah Pasarkan Produk UMKM ke Supermarket

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com