Mengapa tambang nikel Lashampala (Sulawesi Tengah), bekas tambang Rio Tinto tak diambil pemerintah provinsi? Padahal, konsensi-konsensi nikel itu termasuk sangat potensial dari sisi cadangan nikel.
Mengapa juga gubernur Sulawesi tengah tak meminta kementerian ESDM, mengontrol beberapa konsensi tambang potensial yang diciutkan Vale di Blok Bahodopi Utara dan Matarape?
Dalam lelang blok Bahodopi dan Matarape, pemerintahan sebenarnya akan memprioritas daerah dan BUMN. Namun, sampai sekarang kedua blok nikel potensial ini belum diputuskan sama sekali. Jika pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah ingin mengelola tambang demi kesejahteraan daerah, mengapa tak mengelola dua blok nikel tersebut?
Di Sulawesi Tenggara juga sekitar 500.000 hektar lahan telah digadaikan hanya untuk konsensi tambang oleh bupati dan gubernur, menyebar mulai dari Buton, Bombana, Kola sampai Konawe Utara.
Di Kanowe Utara saja, total konsensi yang dikeluarkan bupati dan gubernur mencapai 100.100 hektar, belum termasuk yang ilegal (lihat: IUP Clear & Clean, Dirjen Minerba:2022). Begitupun di Sulawesi Tengah ada sekitar 600.000 hektar lahan sudah digadaikan untuk konsensi tambang oleh bupati dan gubernur, termasuk di Morowali 147 IUP dan Banggai 53 IUP (lihat: IUP Clear & Clean, Dirjen Minerba: 2022).
Jika tiga daerah itu ingin kaya dari hasil nikel, mengapa pemerintah daerah sangat royal mengeluarkan izin tambang nikel ke perusahaan-perusahaan Tiongkok dan swasta nasional. Sementara, BUMD tak mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar, seperti Bintang Delapan dan Central Omega.
Tanpa harus meminta saham Vale pun daerah-daerah ini mestinya kaya dari hasil tambang jika konsensi-konsensi nikel dikelola dengan baik.
Yang menjadi soal adalah, pemerintah daerah itu tak memiliki kemampuan mengelola sumber daya alam daerah, tak mau belajar dari perusahaan asing untuk melakukan transfer pengetahuan agar sanggup mengelola tambang daerah dengan baik.
Selain itu, pemerintah daerah tak memilik dana untuk berinvestasi di sektor hilir, seperti membangunan smelter feronikel yang sudah dibangun Vale di Sorowako dan akan dibangun di Pomala dan Bahodopi. Dana investasi membangun smelter tak kecil, di atas Rp 10 triliun.
Itu tentu dana yang sulit dicari pemerintah daerah. Pekerjaan paling gampang sekarang adalah menekan Vale sebagai satu-satunya perusahaan asing yang berkinerja baik di sektor nikel agar mendapat jatah saham dan mendapat jatah proyek untuk daerah.
Inilah ciri-ciri pemerintahan ekstraktif dalam kacamata Daron Acemoglu dan James A. Robertson. Pemerintah ekstraktif adalah pemerintah korup, tak jujur, tak becus mengelola daerah dan termasuk mengelola tambang daerah.
Mereka ingin yang gampangnya saja, mendapat saham Vale tanpa harus kerja keras agar "daerah" mendapat hasil. Tentu mereka tidak pernah berpikir untuk rakyat. Rakyat hanya dijadikan tameng perjuangan.
Buktinya, mereka tak sanggup mengubah nasib rakyat Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara dengan kekayaan yang begitu berlimpah. Mereka justru memberikan ratusan ribu konsensi tanpa memberikan manfaat apa-apa untuk rakyat daerah.
Undang-Undang Minerba tak mengenal rezim kontrak karya. UU Minerba hanya mengenal Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Berdasarkan UU Minerba, pemerintah diberikan mandat untuk merenogisasi kembali kontrak lama yang terasa tak adil untuk negara. Artinya, kontrak karya harus dikonversi menjadi IUPK.
Saya kira Vale sudah mengoversi KK menjadi IUPK dengan syarat, kenaikan penerimaan negara, penciutan lahan, pembangunan smelter, penggunaan jasa domestik, divestasi saham 51 persen ke pihak domestik dan perpanjangan kontrak.
Baca juga: Penyebab Vale Indonesia Absen Bagikan Dividen Tahun Ini
Jika Vale telah memenuhi lima syarat, seperti kenaikan penerimaan negara, pembangunan smelter, divestasi dan penggunaan barang domestik, dia dia bisa diperpanjang. Saat ini, Vale sudah memenuhi semua kewajiban sesuai dengan perintah UU Minerba, terkecuali divestasi saham, karena baru 20 persen saham Vale yang diserahkan ke nasional (MIND ID).
Artinya, Vale wajib mendivestasikan 31 persen saham lagi ke pihak domestik. Jika semua syarat itu dipenuhi, tak ada ruginya bagi negara untuk memperpanjangan kontrak Vale Indonesia, karena ini perusahaan nikel yang memiliki kontribusi besar untuk negara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.