JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Hubungan Kelembagaan MIND ID Dany Amrul Ichdan mengungkapkan, saat ini 20 persen komponen dalam pembuatan baterai kendaraan listrik masih impor.
Dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Senin (19/9/2022) Dany menekankan pentingnya integrasi roadmap untuk mendukung target Indonesia menjadi produsen baterai kendaraan listrik terbesar di Asia Tenggara serta mempekuat ketahanan dan kemandirian Indonesia dalam upaya mengurangi impor.
“Integrasi roadmap Indonesia Battery Corporation (IBC) dalam EV Battery merupakan salah satu pilar penting dalam mewujudkan masa depan Energi Baru Terbarukan (EBT). Kedepan kita harus menyusun roadmap kemandirian, agar tidak tergantung pada produk impor yang 20 persen jumlahnya,” kata Dany.
Baca juga: Bangun Pabrik Baterai Kendaraan Listrik di RI, Konsorsium Perusahaan China Investasi Rp 30 Triliun
Dany merinci, saat ini bahan baku baterai untuk kendaraan listrik 80 persen di support oleh nikel yang dimiliki oleh PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Selebihnya, atau 20 persen komposisi lainnya masih impor, seperti Lithium Hydroxide yang saat ini kebutuhannya 70.000 ton per tahun, dan selama ini masih impor dari China, Chile, dan Australia, bahkan pengolahannya juga dilakukan di China.
Kemudian, Graphite yang saat ini juga masih impor sebanyak 44.000 ton per tahun dari China, Brasil, dan Mozambik. Pun demikian dengan Mangan Sulphate dan Cobalt Sulphate yang juga masih impor masing-masing sebesar 12.000 ton per tahun.
“Selain nikel, ini semua masih impor. Karena IBC ditargetkan menjadi market leader di Asia Tenggara, maka roadmap kemandirian ini bisa dilakukan, apakah dengan mengambil aksi korporasi untuk mengambil tambang lithium di luar negeri, atau seperti apa, IBC masih menyusun roadmapnya. IBC ini memang diciptakan untuk investment company agar bisa lincah dalam melakukan aksi korporasi,” lanjut dia.
Baca juga: PLN dan IBC Mulai Bangun Battery Energy Storage System Tahun Ini
Terkait dengan tambahan modal, Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam, Nicolas D. Kanter mengungkapkan, saat ini pihaknya masih melakukan perhitungan mendalam terkait dengan sumber daya yang dimiliki.
“Terkait tambahan modal sebenarnya kita memiliki resources yang sekarang lagi dihitung. Kami juga jangan sampai terlalu cepat menyetujui. Karena, sumber daya ini harus kita kalkulasikan yang nantinya akan kita divestasikan 49 persen,” ujar Nicolas.
Nicolas mengungkapkan, nantinya divestasi 49 persen (dengan dua mitra ANTM, Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd (CBL), dan LG Energy Solution (LGES) tersebut akan dimonetisasi, yang akan dikumpulkan menjadi modal untuk membangunan RKEF dan HPAL. Artinya, dalam pembangunagan RKEF dan HPAL pihaknya tidak perlu melakukan penambahan modal dari eksternal.
“Kita cukup melayani diri kita sendiri, dengan menjadikan modal penyertaan kita, equity kita di RKEF dan HPAL-nya. Nilainya masih difinanalisasikan, baik dari KJPP maupun dari Technical Consulton kita, karena ini masih dalam tahap negosiasi,” ujar dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.