Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Airlangga Ungkap Alasan Petani Lokal Enggan Tanam Kedelai

Kompas.com - 19/09/2022, 21:50 WIB
Yohana Artha Uly,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan alasan kurang menariknya kedelai bagi para petani dalam negeri untuk ditanam. Hal itu karena biaya produksi yang mahal, sehingga harga kedelai nasional tidak bisa bersaing dengan kedelai impor yang lebih murah.

Hal itu diungkapkannya usai mengikuti rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait peningkatan produksi kedelai di Istana Negara, Senin (19/9/2022).

Airlangga mengatakan, persoalan harga yang kurang menarik menjadi salah satu penyebab petani enggan menanam kedelai dalam beberapa waktu terakhir. Petani lokal tak bisa menanam kedelai jika harga jual setelah panen di bawah 10.000 per kilogram (kg), kalah dari harga kedelai impor yang hanya Rp 7.700 per kg.

Baca juga: Jokowi Minta Mentan Syahrul Jaga Neraca Produktivitas Pangan, Tambah Penanaman Kedelai hingga Cabai

"Petani tidak bisa menanam kedelai jika harganya di bawah Rp 10.000 per kg karena akan kalah dengan harga impor dari Amerika Serikat yang hanya Rp 7.700,00 atau bahkan lebih murah," ujarnya seperti dikutip dalam keterangan tertulis, Senin (19/9/2022).

Rendahnya ketertarikan petani untuk menanam kedelai, alhasil membuat tingkat produksi kedelai nasional terus menurun. Airlangga bilang, pada 2018 produksi kedelai dalam negeri mencapai 700.000 hektar, namun kini produksinya hanya mencapai 150.000 hektar.

Oleh karena itu, lanjutnya, kondisi rendahnya produksi dalam negeri membuat kebutuhan kedelai nasional yang berkisar 2,4 juta ton per tahun sebagian besar dipenuhi dari impor. Menurut Airlngga, dalam rapat tersebut, Jokowi pun menugaskan untuk tingkat produksi kedelai bisa ditingkatkan.

"Jadi kalau petani disuruh milih tanam jagung atau kedelai, ya mereka larinya ke jagung semua. Pemerintah ingin semua ada mix, tidak hanya jagung saja tetapi kedelainya juga bisa naik," jelasnya.

"Bapak Presiden ingin agar kedelai itu tidak 100 persen tergantung impor karena dari hampir seluruh kebutuhan yang 2,4 (juta ton) itu produksi nasionalnya kan turun terus," kata dia.

Baca juga: Marak Peredaran Kedelai Impor Grade 2-4, Perajin Tahu Tempe Resah

Jokowi juga memberikan arahan kepada para menterinya agar dapat menentukan harga kedelai agar petani tidak dirugikan. Terkait hal tersebut, Presiden meminta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk membeli dari petani dengan harga yang telah ditentukan.

Selain itu, Jokowi juga meminta jajarannya untuk mendorong agar petani menggunakan bibit unggul yang telah direkayasa secara genetik atau genetically modified organism (GMO). Sebab, dengan menggunakan bibit tersebut, diharapkan produksi kedelai per hektarnya bisa melonjak beberapa kali lipat.

"Dengan menggunakan GMO itu produksi per hektarenya itu bisa naik dari yang sekarang sekitar 1,6-2 ton per hektar, itu bisa menjadi 3,5-4 ton per hektar," ungkap Airlangga.

Di sisi lain, pemerintah juga menyiapkan anggaran untuk perluasan lahan tanam kedelai dari yang sekarang sekitar 150.000 hektar menjadi 300.000 hektar, dan akan menjadi 600.000 hektar pada tahun depan. Pemerintah berupaya mengejar target 1 juta hektar produksi dalam beberapa tahun ke depan.

"Anggarannya sudah disiapkan sekitar Rp 400 miliar dan tahun depan akan ditingkatkan menjadi 600.000 hektar. Dengan demikian maka produksi itu, angka target produksi 1 juta hektar dikejar untuk 2-3 tahun ke depan," pungkasnya.

Baca juga: Buwas: Petani Masih Maju Mundur Menanam Kedelai

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com