Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irvan Maulana
Direktur Center of Economic and Social Innovation Studies (CESIS)

Peneliti dan Penulis

Meracik Upah Layak Pasca-kenaikan Harga BBM

Kompas.com - 20/09/2022, 06:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

NAIKNYA harga BBM memicu tuntutan kenaikan upah seiring dengan membengkaknya akumulasi biaya hidup.

Di satu sisi, tuntutan ini sangat rasional mengingat upah riil buruh akan terkikis secara dramatis akibat meroketnya harga-harga.

Di lain sisi, pengusaha sedang terengah-engah menyelamatkan keberlanjutan usaha akibat inflasi yang tak kunjung ‘menjinak’. Lantas upaya apa yang harus ditempuh agar menjadi win-win solution bersama?

Jika merujuk PP No 36 Tahun 2021 penetapan UMP dan UMK 2023 masih menggunakan formula upah minimum tahun 2021 di mana upah minimum tahun 2023 ditetapkan dalam batas atas dan batas bawah pada wilayah tertentu dengan menggunakan formula sebagaimana diatur dalam pasal 26 PP no 36 tahun 2021.

Berdasarkan beleid tersebut, formula penetapan upah minimum bagi daerah yang memiliki upah minimum dibutuhkan data pertumbuhan ekonomi, angka inflasi, angka purchasing power parity, tingkat pengangguran terbuka, dan median upah menurut provinsi dan kabupaten atau kota.

Lalu, penentuan upah per jam untuk pekerja paruh waktu menggunakan satu data saja, yaitu median jam kerja pekerja paruh waktu.

Penentuan terendah upah terendah pada UMKM menggunakan satu data saja, yaitu garis kemiskinan menurut provinsi.

Klaim upah “mahal”

Pernyataan Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah sempat menjadi diskursus sengit di masyarakat soal upah minimum di Indonesia yang dianggap terlalu tinggi.

Meski dianggap “mahal", tuntutan selalu menjadi agenda wajib tahunan pasar tenaga kerja, terlebih pasca-kenaikan harga BBM.

Untuk menilai objektivitas mahal tidaknya upah minimum, ada baiknya kita lihat dari beberapa indikator.

Indeks Kaitz, misalnya, yang merupakan salah satu parameter untuk mengukur tinggi rendahnya upah minimum pada suatu wilayah.

Indeks Kaitz dihitung dari upah minimum yang dibagi dengan median upah. Sementara median upah adalah nilai tengah antarupah minimum tertinggi dan upah pada suatu wilayah.

Berdasarkan rilis Kementerian Tenaga Kerja dan Apindo, Indeks Kaitz Indonesia lebih besar dari 1. Sementara idealnya Indeks Kaitz ada di antara 0.4 – 0.6.

Hasil Indeks Kaitz Indonesia memang di atas 1, lebih besar dari negara-negara tetangga di kawasan ASEAN.

Pertanyaanya, apakah dengan tingginya indeks Kaitz dengan serta merta menganggap upah di Indonesia sangat tinggi dan memberatkan pengusaha?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com