Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konversi ke Kompor Listrik Dinilai Bebani Masyarakat, Ini Saran untuk Pemerintah

Kompas.com - 21/09/2022, 14:55 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berencana untuk mengkonversikan penggunaan gas ke kompor listrik. Namun kebijakan ini dinilai dapat menaikkan biaya penggunaan listrik masyarakat.

Seperti diketahui, pengguna elpiji 3 kg umumnya dari rumah tangga menengah ke bawah yang menggunakan daya listrik 450 volt ampere (VA) dan 900 VA yang disubsidi.

Sementara, untuk menggunakan kompor listrik ini dibutuhkan daya listrik yang relatif besar sehingga daya listrik mereka harus dinaikkan. Otomatis ini dapat meningkatkan tagihan listrik rumah tangga menengah ke bawah.

Baca juga: Pemerintah Bagi-bagi Paket Kompor Listrik Gratis Seharga Rp 1,8 Juta

Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyarankan, agar pemerintah dapat tepat sasaran dalam proses pengalihan subsidi ke kompor listrik sehingga masyarakat miskin tidak terbebani dengan kenaikan biaya listriknya.

Hal ini dilakukan dengan cara menambah daya listrik masyarakat tidak mampu yang tadinya 450 VA menjadi 2.200 VA. Namun, penambahan daya ini harus sesuai dengan data masyarakat miskin di Data Terpadu Kesejahteran Sosial (DTKS) milik Kementerian Sosial.

Dengan demikian, pemerintah dan PLN dapat dengan mudah membedakan pengenaan tarif listrik subsidi dan non-subsidi meski daya listriknya sama-sama 2.200 VA.

"Sebenarnya solusinya gampang, naikkan saja ke 2.200 VA atau 1.300 VA. Nanti pelanggan yang naik dan dapat program kompor induksi tadi, ID pelanggannya (ID PLN) disesuaikan dengan DTKS," ujarnya kepada Kompas.com, Selasa (20/9/2022).

Baca juga: Pengamat: Biaya Penggunaan Kompor Listrik Bisa Lebih Rendah 10-15 Persen, asalkan...


Dia menjelaskan pemerintah hanya perlu berpegang pada data DTKS untuk mengetahui siapa saja pelanggan PLN yang berhak mendapatkan tarif listrik subsidi. Sehingga penggelontoran subsidi listrik dapat lebih tepat sasaran.

"Rumah tangga miskin kan bisa di-cross dengan ID Pelanggan PLN by name by address. Kalau sudah ada, kemudian nanti tinggal di-tag saja bahwa untuk ID Pelanggan ini masuk dalam kategori rumah tangga miskin," jelasnya.

Dengan demikian, masyarakat miskin tetap bisa menikmati subsidi listrik dan biaya penggunaan listriknya pun tidak membengkak saat mengkonversi kompor elpiji ke kompor listrik.

"Jadi walaupun daya listriknya naik jadi 2.200 VA, tarifnya tetap diberikan tarif subsidi. Misalnya awalnya dia 450 VA ya sudah meski dayanya jadi 2.200 VA tapi tarifnya tetap tarif subsidi, Rp 415 per kWh," kata dia.

Baca juga: Pakai Kompor Listrik Bakal Lebih Hemat atau Boros Biaya?

Proses pengalihan subsidi ke kompor listrik yang tepat sasaran ini, menurutnya, dapat mengurangi biaya subsidi energi pemerintah.

Dikutip dari APBN KiTa Agustus 2022, realisasi belanja subsidi sampai akhir Juli 2022 mencapai Rp 116,21 triliun dengan dana terbesar ialah untuk belanja subsidi energi Rp 88,72 triliun.

Adapun realisasi belanja subsidi energi tersebut terdiri dari subsidi BBM dan elpiji 3 kg sebesar Rp 62,70 triliun dan subsidi listrik Rp 26,02 triliun.

Dari data tersebut terlihat besaran subsidi listrik lebih sedikit dibandingkan subsidi elpiji. Sebab, selama ini subsidi elpiji dilakukan secara terbuka sehingga penerimanya tidak tepat sasaran.

Dia menjelaskan, konsekuensi dari penerapan konversi elpiji ke listrik ini memang dapat menaikkan anggaran subsidi listrik pemerintah.

Namun kenaikan tersebut tidak sebanyak penurunan subsidi gas dari pengurangan konsumsi elpiji 3 kg di masyarakat, jika program konversi gas ke listrik ini dilakukan dengan baik.

"Kalau dihitung-hitung, pemberian subsidi listriknya tidak sebesar pemberian (subsidi) kepada elpiji. Karena kalau elpiji kan harganya lebih mahal dari listrik," ungkapnya.

Baca juga: Tiga Kota Ini Mulai Uji Coba Kompor Listrik 1.000 Watt

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com