Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Abdul Nasir
Dosen

Dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Jember

Sikap "Hawkish" The Fed dan Upaya BI Pertahankan Nilai Rupiah

Kompas.com - 22/09/2022, 10:20 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sebenarnya dalam menghadapi pelemahan rupiah, BI dihadapkan pada pilihan sulit. Pertama, menaikkan suku bunga untuk mempertahankan rupiah dengan risiko merusak pemulihan ekonomi.

Kedua, membelanjakan cadangan devisa di pasar untuk menopang rupiah. Atau, ketiga, hanya berdiam diri dan membiarkan pasar berjalan.

Ketiga pilihan itu masing-masing memiliki konsekuensi. BI harus mengalkulasi pilihan mana yang memiliki risiko dan biaya terkecil.

Suku bunga adalah penentu penting dari nilai tukar. Ini berlaku sama untuk semua negara, di mana mata uang suatu negara dengan suku bunga yang lebih tinggi harus lebih kuat.

Pasalnya, aset negara itu menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dan karenanya memikat lebih banyak arus masuk modal. Ini membantu dalam menjelaskan mengapa dolar bernasib sangat baik terhadap mata uang utama lainnya.

Namun, kenaikan suku bunga saat ini bukanlah pilihan bagi BI dalam menghadapi pelemahan rupiah. Kenaikan suku bunga sebagai instrumen kebijakan hanya akan dilakukan ketika kenaikan inflasi inti meluas dan mulai menggoyahkan perekonomian.

Namun, pada prinsipnya, bank sentral perlu mendahului inflasi sebelum terjadi akselerasi. Alasannya lebih pada ekspektasi inflasi bisa terpenuhi dengan sendirinya sebelum bank sentral bertindak.

Dengan demikian, jika BI hanya menunggu sampai inflasi yang sebenarnya memburuk tanpa adanya tindakan, nantinya semua akan terlambat. Pada saat itu, langkah korektif sederhana mungkin tidak cukup.

BI harus bertindak cepat

Mengambil langkah-langkah pencegahan untuk mengendalikan inflasi bukanlah anti-pertumbuhan, karena akan menghindari perlunya pengetatan yang lebih ekstrem di kemudian hari.

Dengan bertindak lebih awal, BI dapat menjaga dan melindungi ekspansi ekonomi yang sedang berlangsung dengan mencegah destabilisasi di masa depan akibat tekanan inflasi.

Namun, alih-alih menaikkan suku bunga, BI lebih memilih menghadapi pelemahan rupiah dengan intervensi pasar.

Baca juga: Masih Tertekan, Nilai Tukar Rupiah Dekati Rp 15.000 Per Dollar AS

Pada rapat terakhir, Dewan Gubernur BI memandang stabilisasi nilai tukar rupiah sebagai bagian dari menahan inflasi dan memutuskan untuk memperkuat operasi pasar dan intervensi di pasar valuta asing, meskipun hal ini akan berdampak pada cadangan devisa.

Bagi Indonesia, cadangan devisa meluncur ke bawah pada angka 147 miliar dolar pada September 2021, menjadi 139 miliar dolar pada Maret 2022, dan turun lagi menjadi 136 miliar dolar pada Juni 2022.

Pada kuartal pertama, cadangan devisa turun 5,8 miliar dolar, dan neraca pembayaran berakhir dengan total defisit 1,6 miliar dolar. Secara teori, defisit neraca pembayaran harus sesuai dengan penurunan cadangan devisa.

Jika penurunan cadangan lebih besar dari defisit, maka selisihnya adalah porsi cadangan yang digunakan BI untuk operasi pasarnya sebagai “preemptive strike” untuk mencegah jatuhnya rupiah.

Setelah mencatat surplus Rp 73,6 triliun (4,9 miliar) pada Juni, anggaran negara diproyeksikan mencatat defisit yang membawa kebutuhan pembiayaan utang yang lebih tinggi. Di bawah tekanan pengetatan moneter eksternal, kenaikan BI7DRR menjadi harapan terakhir pemerintah.

Sebabnya tak pelak bisa memperburuk defisit melalui biaya pembayaran utang yang lebih tinggi. Jadi, BI kemungkinan akan condong ke arah perluasan operasi pasar untuk memperkuat rupiah, meski hal ini berisiko menggerus cadangan devisa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com