Tidak hanya dari sisi moneter, BI juga berkoordinasi dengan pemerintah untuk mengendalikan inflasi dengan menhaga pasokan dan permintaan melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan.
2. Memastikan inflasi inti kembali ke sasaran
Selain untuk menurunkan ekspektasi inflasi IHK di tahun ini, BI juga ingin memastikan inflasi inti di Kuartal III 2022 dapat terkendali di batas sasaran 3 persen plus minus 1 persen.
Namun, lantaran efek dari kebijakan moneter seperti kenaikan suku bunga terhadap inflasi baru akan terasa 4 kuartal kemudian, BI sudah mulai bersiap dari bulan ini dengan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps.
Baca juga: Menteri Bahlil Sebut Masih Terjadi Ketidakadilan Arus Investasi
Pasalnya, pada Agustus 2022, inflasi inti tercatat sebesar 3,04 persen dan berpotensi mengalami kenaikan ke depannya akibat dampak lanjutan dari penyesuaian harga BBM dan menguatnya tekanan inflasi dari sisi permintaan.
“Kenapa harus front loaded, preemptive, dan forward looking? Karena dampak dari kebijakan moneter khususnya kebijakan suku bunga terhadap inflasi itu perlu waktu kurang lebih 4 kuartal. Oleh karenanya, perlu kita lakukan sejak sekarang agar ekspektasi inflasi yang sekarang sudah meningkat bisa segera turun agar dampak second roundnya tidak terlalu tinggi sehingga dampak inflasinya bisa lebih terkendali,” jelas Perry.
Adapun inflasi inti adalah inflasi yang menunjukkan kekuatan permintaan dari sisi ekonomi.
3. Memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah
Tidak hanya soal inflasi, alasan BI menaikkan suku bunga acuan juga untuk memperkuat langkah intervensi untuk stabilisasi nilai tukar rupiah.
Perry mengatakan dengan kenaikan suku bunga acuan maka diharapkan nilai tukar rupiah akan kembali ke titik fundamentalnya.
Pasalnya, saat ini current account defisit RI sangat rendah sedangkan kondisi neraca pembayaran RI sangat baik, seharusnya kedua hal tersebut mampu membuat nilai tukar rupiah menguat bukan melemah seperti saat ini.
“Tentu saja langkah kenaikan suku bunga yang front loaded, preemptive, dan forward looking ini juga sebagai langkah untuk memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah,” ungkapnya.
Baca juga: Isu Pertalite Lebih Boros Setelah Naik Harga, Pertamina: Tak Ada Perubahan Spesifikasi
Hal ini terbukti dari pelemahan nilai tukar rupiah yang sedikit terpangkas setelah pengumuman kenaikan suku bunga acuan BI di penutupan perdagangan hari ini, Kamis (22/9/2022).
Melansir data Bloomberg, sebelum BI mengumumkan hasil RDG, tepatnya pada pukul 14.00-14.10 WIB, nilai tukar rupiah diperdagangkan pada kisaran Rp 15.038 - Rp 15.044 per dollar AS.
Namun, setelah Gubernur BI Perry Warjiyo mengumumkan kenaikan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin, laju pelemahan rupiah langsung mereda.
Adapun sampai dengan akhir sesi perdagangan, nilai tukar rupiah melemah 26 poin atau 0,17 persen ke Rp 15.023 per dollar AS.
Baca juga: BI Ungkap Penyebab Kenaikan Harga Pangan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.