Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan BI Naikkan Suku Bunga Acuan 50 Basis Poin

Kompas.com - 22/09/2022, 17:00 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) pada Rapat Dewan Gubernur BI di September 2022 memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,25 persen. Sebelumnya, BI sudah menaikkan suku bunga acuan 25 bps.

Beberapa ekonom kompak memprediksi BI akan menaikan suku bunga acuan sebanyak 25 bps. Namun prediksi tersebut sedikit meleset karena realisasinya naik lebih tinggi.

Lantas, apa alasan BI memutuskan unntuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps atau 0,5 persen di RDG BI September 2022?

Baca juga: BI Naikkan Suku Bunga Acuan 50 Basis Poin Jadi 4,25 Persen

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, keputusan kenaikan suku bunga acuan tersebut sebagai langkah front loaded, preemptive dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi inti kembali ke sasaran 3 persen plus minus 1 persen pada paruh kedua tahun 2023.

Selain itu, keputusan ini juga untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya, akibat tingginya ketidakpastian pasar keuangan global di tengah peningkatan permintaan inflasi domestik yang tetap kuat.

"Itu langkah kenapa kita lakukan keputusan kenaikan suku bunga 50 bps yaitu untuk secara front loaded lebih besar di awal, preemptive sebelum kejadian, dan melihat ke depan kemungkinan kenaikan secara forward looking atas ekspektasi inflasi dan inflasi itu," ujarnya saat konferensi pers virtual, Kamis (22/9/2022).

Baca juga: Bos Garuda: Enggak Ada Satu Sen Pun dari PMN Dipakai Buat Bayar Utang


Berikut rincian alasan BI menaikkan suku bunga acuan di RDG BI September 2022:

1. Menurunkan ekspektasi inflasi

Perry mengatakan, alasan BI menaikkan suku bunga acuan ialah sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi.

Sebab, berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) BI, diperkirakan mulai September 2022 inflasi akan meningkat akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang mendorong tarif angkutan hingga harga bahan pangan turut mengalami kenaikan.

Baca juga: BI Naikkan Suku Bunga Acuan, Pelemahan Rupiah Terpangkas

Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), pada Agustus 2022 terjadi deflasi pada Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 0,21 persen secara bulanan. Namun secara tahunan masih terjadi inflasi pada IHK Agustus 2022 sebesar 4,69 persen.

"Kurang lebih akan menambah inflasi IHK sekitar 1,8-1,9 persen dan karenanya pada akhir tahun ini inflasi IHK akan sedikit lebih tinggi dari 6 persen," ucapnya.

Hasil SPH BI memperkirakan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) September 2022 mencapai 5,89 persen dan masih akan mengalami kenaikan hingga beberapa bulan ke depan. Hal itu lantaran dampak dari kenaikan harga BBM akan terjadi mulai bulan ini hingga 3 bulan ke depan.

"Beberapa bulan ke depan dampak tidak langsungnya akan terasa dan mulai puncaknya di akhir tahun dan kemungkinan inflasi IHK sedikit lebih tinggi dari 6 persen dan kemudian melanadai dan akan turun setelah itu," kata Perry.

Baca juga: Saham Sektor Energi Melesat, IHSG Ditutup Menguat 0,43 Persen

Untuk itu, BI menaikkan suku bunga acuan agar dapat menurunkan ekspektasi inflasi IHK di tahun 2022 sesuai dengan batas sasaran BI yakni 3 persen plus minus 1 persen.

Tidak hanya dari sisi moneter, BI juga berkoordinasi dengan pemerintah untuk mengendalikan inflasi dengan menhaga pasokan dan permintaan melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan.

2. Memastikan inflasi inti kembali ke sasaran

Selain untuk menurunkan ekspektasi inflasi IHK di tahun ini, BI juga ingin memastikan inflasi inti di Kuartal III 2022 dapat terkendali di batas sasaran 3 persen plus minus 1 persen.

Namun, lantaran efek dari kebijakan moneter seperti kenaikan suku bunga terhadap inflasi baru akan terasa 4 kuartal kemudian, BI sudah mulai bersiap dari bulan ini dengan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps.

Baca juga: Menteri Bahlil Sebut Masih Terjadi Ketidakadilan Arus Investasi

Pasalnya, pada Agustus 2022, inflasi inti tercatat sebesar 3,04 persen dan berpotensi mengalami kenaikan ke depannya akibat dampak lanjutan dari penyesuaian harga BBM dan menguatnya tekanan inflasi dari sisi permintaan.

“Kenapa harus front loaded, preemptive, dan forward looking? Karena dampak dari kebijakan moneter khususnya kebijakan suku bunga terhadap inflasi itu perlu waktu kurang lebih 4 kuartal. Oleh karenanya, perlu kita lakukan sejak sekarang agar ekspektasi inflasi yang sekarang sudah meningkat bisa segera turun agar dampak second roundnya tidak terlalu tinggi sehingga dampak inflasinya bisa lebih terkendali,” jelas Perry.

Adapun inflasi inti adalah inflasi yang menunjukkan kekuatan permintaan dari sisi ekonomi.

3. Memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah

Tidak hanya soal inflasi, alasan BI menaikkan suku bunga acuan juga untuk memperkuat langkah intervensi untuk stabilisasi nilai tukar rupiah.

Perry mengatakan dengan kenaikan suku bunga acuan maka diharapkan nilai tukar rupiah akan kembali ke titik fundamentalnya.

Pasalnya, saat ini current account defisit RI sangat rendah sedangkan kondisi neraca pembayaran RI sangat baik, seharusnya kedua hal tersebut mampu membuat nilai tukar rupiah menguat bukan melemah seperti saat ini.

“Tentu saja langkah kenaikan suku bunga yang front loaded, preemptive, dan forward looking ini juga sebagai langkah untuk memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah,” ungkapnya.

Baca juga: Isu Pertalite Lebih Boros Setelah Naik Harga, Pertamina: Tak Ada Perubahan Spesifikasi

Hal ini terbukti dari pelemahan nilai tukar rupiah yang sedikit terpangkas setelah pengumuman kenaikan suku bunga acuan BI di penutupan perdagangan hari ini, Kamis (22/9/2022).

Melansir data Bloomberg, sebelum BI mengumumkan hasil RDG, tepatnya pada pukul 14.00-14.10 WIB, nilai tukar rupiah diperdagangkan pada kisaran Rp 15.038 - Rp 15.044 per dollar AS.

Namun, setelah Gubernur BI Perry Warjiyo mengumumkan kenaikan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin, laju pelemahan rupiah langsung mereda.

Adapun sampai dengan akhir sesi perdagangan, nilai tukar rupiah melemah 26 poin atau 0,17 persen ke Rp 15.023 per dollar AS.

Baca juga: BI Ungkap Penyebab Kenaikan Harga Pangan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com