TERJAWAB sudah spekulasi kenaikan kebijakan suku bunga acuan (BI-7 Day Reverse Repo Rate). Terkereknya tingkat inflasi domestik serta merta mengubah biduk kebijakan moneter Bank Indonesia.
Laju inflasi headline pada Juli yang sebesar 4,94 persen melampaui batas atas target BI. Inflasi inti yang menjadi acuan BI dalam penetapan suku bunga acuan relatif rendah sebesar 2,86 persen.
Hal itu menandakan daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih dari terpaan dampak pageblug COVID-19.
Namun, pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari perkiraan pada kuartal kedua mendorong BI untuk mengetatkan kebijakan moneter.
Berbagai faktor eksternal juga menjadi penentu penting. Sejak awal tahun ini, Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) telah menaikkan suku bunganya beberapa kali dengan besaran yang bervariasi.
The Fed kembali menaikkan suku bunga acuannya pada 22 September 2022, sebesar 75 basis poin (bps) atau 0,75 persen menjadi 3,0-3,25 persen.
Pasar negara-negara berkembang, seperti India, Afrika Selatan, Malaysia, dan Filipina, telah menaikkan tingkat kebijakan moneter mereka.
Menekan modal asing yang masuk adalah alasan logis untuk menstabilkan nilai tukar mata uang domestik.
Kenaikan suku bunga kebijakan merupakan insentif tambahan bagi masuknya modal asing, yang pada gilirannya memperkuat cadangan devisa.
Kecukupan cadangan devisa memberikan rasa aman bagi pelaku pasar terhadap fluktuasi nilai tukar.
Selain itu, pemerintah telah menaikkan harga BBM bersubsidi. Kebijakan yang tidak populis tersebut diyakini dapat memicu laju inflasi.
Kenaikan suku bunga kebijakan diproyeksikan untuk menopang ekspektasi inflasi ke depan. Pada titik ini, BI telah melakukan normalisasi kebijakan moneter secara penuh.
Sebelumnya, BI telah melakukan normalisasi kebijakan moneter melalui pengetatan likuiditas.
Kebijakan pelonggaran kuantitatif yang diterapkan sejak awal pandemi COVID-19 dikurangi melalui peningkatan giro wajib minimum (GWM) secara progresif.
Karakteristik ini beda ari normalisasi kebijakan The Fed. Tingginya subsidi di AS diikuti oleh peningkatan permintaan agregat. Namun, tingginya permintaan tersebut tidak diimbangi dengan penawaran agregat.