Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenhub: Tarif Baru Angkutan Penyeberangan Sedang Difinalisasi

Kompas.com - 23/09/2022, 18:00 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Adita Irawati mengatakan pihaknya sedang melakukan finalisasi aturan baru terkait penyesuaian tarif angkutan penyeberangan.

"Sedang difinalisasi, akan diumumkan segera," kata Adita saat dihubungi, Jumat (23/9/2022).

Adita mengatakan kenaikan tarif angkutan penyeberangan mesti dihitung dengan cermat dan mempertimbangkan kepentingan pengusaha dan masyarakat.

"Mesti dihitung dengan cermat. Ini bukan hanya pengusaha penyeberangan, tapi juga pengguna jasa dan masyarakat luas," ujarnya.

Baca juga: Tarif Angkutan Penyeberangan Belum Kunjung Naik, Pengusaha: Kita Khawatir Industri Ini Lumpuh

Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) Khoiri Soetomo mengatakan, hingga saat ini pemerintah belum kunjung menerapkan penyesuaian tarif baru untuk angkutan penyeberangan.

"Sampai dengan hari ini saya masih belum menerima kabar baik dari Kemenhub terkait Keputusan Menteri Perhubungan (KM) 172 tahun 2022 yang seharusnya Senin jam 00.00 kemarin diberlakukan," kata Khoiri saat dihubungi Kompas.com, Jumat.

Khoiri mengatakan, para pengusaha khawatir apabila tarif baru tak kunjung diterapkan industri angkutan penyeberangan akan lumpuh.

Padahal kata dia, industri angkutan penyeberangan berkontribusi terhadap perekonomian nasional.

"Saya sangat khawatir kalau ini terus berlangsung industri ini bakal lumpuh dan akhirnya para pengusaha penyeberangan nasional akan mati satu persatu dan akan digantikan oleh para pemodal asing dalam jangka panjang," ujarnya.

Baca juga: Tarif Angkutan Penyeberangan Belum Naik, Menhub: 2-3 Hari Aturannya Kita Finalkan

Khoiri mengatakan saat pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), angkutan penyeberangan tak serta merta langsung menyesuaikan tarif di lapangan.

Ia mengatakan, aturan tarif ini diatur sangat ketat, bahkan penjualan tiket ditangai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam hal ini PT ASDP sehingga pemerintah mengetahui secara detail biaya dan pendapatan para pengusaha.

Sementara saat ini, para pengusaha harus merogoh kocek lebih untuk menambah kekurangan biaya BBM.

"Keberadaan industri ini sangat vital dan tidak tergantikan, mestinya keputusan yang sudah dibuat segera dijalankan, meskipun presentasenya masih jauh dari harapan," tuturnya.

Baca juga: Tarif Angkutan Penyeberangan Tak Kunjung Naik, Pengusaha Ancam Hentikan Operasi

Lebih lanjut, Khoiri berharap Presiden Joko Widodo segera menyelamatkan industri penyeberangan dengan menerapkan tarif baru sebagai upaya pemulihan perekonomian nasional.

Ia juga mengatakan pihaknya akan terus melakukan aksi damai di lintasan masing-masing sampai aturan baru tersebut penyesuaian tarif diterbitkan Kemenhub.

"Mulai kemarin (Kamis) teman teman DPC GAPASDAP melakukan aksi damai di lintasan masing masing dan terus berlangsung sampai KM 172 yang telah diterbitkan diberlakukan. Ini akan terus kami lakukan sampai tuntutan kami dipenuhi," ucap dia.

Baca juga: Kemenhub Klaim Jumlah Kargo di Bandara Kertajati Terus Meningkat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Konsorsium Hutama Karya Garap Proyek Trans Papua Senilai Rp 3,3 Triliun

Konsorsium Hutama Karya Garap Proyek Trans Papua Senilai Rp 3,3 Triliun

Whats New
Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Work Smart
Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

BrandzView
Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Whats New
Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Whats New
Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Whats New
Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Whats New
Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Whats New
Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Whats New
Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Signifikansi 'Early Adopters' dan Upaya 'Crossing the Chasm' Koperasi Multi Pihak

Signifikansi "Early Adopters" dan Upaya "Crossing the Chasm" Koperasi Multi Pihak

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com