Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Banyak Negara, Kereta Cepat Dibangun untuk Bersaing dengan Pesawat

Kompas.com - 28/09/2022, 22:02 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung yang awalnya ditargetkan selesai pada 2019, kini molor menjadi tahun 2023. Proyek ini pun mengalami pembengkakan biaya yang berpotensi merugikan keuangan negara.

Sesuai proposal dari pemerintah China, mega proyek ini mulanya diperhitungkan membutuhkan biaya Rp 86,5 triliun dan haram menggunakan duit APBN. Kini biaya proyek mengalami pembengkanan hingga triliunan rupiah.

Terbaru, China Development Bank (CDB) juga sempat meminta pemerintah Indonesia turut menanggung pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung yang digarap PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC).

Sebelum mulai digarap, proyek ini sejatinya sudah menuai banyak kontroversi. Bahkan, kala itu, Menteri Perhubungan 2014-2016, Ignasius Jonan, beberapa kali mengungkapkan keberatan dengan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung.

Baca juga: Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Mau Disuntik APBN Lagi?

Menurut logikanya sebagai orang yang pernah memimpin PT KAI (Persero), kereta cepat penghubung Jakarta dan Bandung dinilai memiliki sejumlah kekurangan, baik dari aspek bisnis maupun operasional.

Alasannya, jarak kedua kota yang dinilai terlalu pendek untuk dilayani kereta cepat. Selain itu, dengan jarak hanya sekitar 150 Kilometer plus harus berhenti di beberapa stasiun, kereta cepat akan sulit mencapai akselerasi maksimal.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia, Djoko Setijowarno, menyebut di banyak negara kereta cepat sejatinya dibangun untuk alternatif penumpang pesawat udara.

Keberadaan kereta cepat tidak hanya memikirkan performa kereta dan penyediaan stasiunnya. Hal yang tak kalah penting adalah memikirkan secara matang aksesibilitas bagi penumpangnya.

Baca juga: Ambisi Kereta Cepat: Investasi Mahal, Didanai Utang, APBN Pun Nombok

“Di banyak negara, keberadaan kereta cepat mampu mengalihkan pengguna pesawat terbang. Ini tantangan untuk kereta cepat kita. Jika tidak direncanakan matang, peminat kereta cepat tentu tak akan sesuai target yang diharapkan semua pihak,” kata Djoko dikutip dari Harian Kompas, Rabu (28/9/2022).

Djoko menambahkan, Presiden Jokowi pernah mencoba kereta cepat dari Beijing ke Nanjing. Menurut dia, pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung terlalu cepat.

Persoalannya besar, terutama masalah geologi. Salah satunya, terowongan kedua sebagai daerah yang cukup rawan. Becermin pada LRT di Palembang, sarana transportasi ini tidak mangkrak, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal.

Selain itu, lanjut Djoko, akses transportasi umum merupakan persyaratan penting yang perlu diperhatikan sejak dini. Selain adanya kereta yang menjadi feeder bagi penumpang kereta api cepat, akses tersebut juga perlu dilengkapi dengan penyediaan bus umum.

Baca juga: Lokasi Stasiun Kereta Cepat Kejauhan dari Pusat Kota, Ini Strategi Erick Thohir

Ia mencontohkan, stasiun kereta cepat yang ada di Karawang perlu beberapa pembenahan. Selain aksesnya yang jauh dari pusat kota, sejauh ini belum ada akses mumpuni menuju ke sana.

“Stasiun Karawang tampaknya belum banyak digarap,” kata Djoko.

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir, mengatakan pihaknya akan mengoptimalkan integrasi dengan moda transportasi lain untuk menggaet penumpang kereta cepat, salah satunya dengan LRT.

“LRT dan kereta cepat juga sama, LRT itu juga mulai nanti tembus ke beberapa titik, lalu ada kereta cepat yang keluar kota. Ini sedang kita sinergikan supaya masing-masing tidak membuat sendiri," jelas Erick Thohir.

Selain dengan LRT, KCIC yang saham mayoritasnya dikuasai konsorsium BUMN ini akan mengintegrasikannya dengan jalan tol milik Jasa Marga.

"Contoh, stasiun di Karawang, saya sudah meeting-kan, ada exit jalan tol-nya, Jasa Marga kita ajak bicara, kenapa tidak ada stasiun di Karawang?” lanjut dia.

Baca juga: Dilema Kereta Cepat China: Pilih yang Murah, Hasilnya Tetap Mahal

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com