Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Resesi Global Mengancam, Sri Mulyani Sebut Ekonomi Indonesia Sudah Pulih

Kompas.com - 28/09/2022, 22:44 WIB
Yohana Artha Uly,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Dunia (World Bank) memproyeksi perekonomian dunia akan mengalami resesi di tahun depan. Meski demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut kondisi ekonomi Indonesia cukup kuat, bahkan sudah pulih seperti masa pra pandemi.

"Terlepas dari berbagai guncangan global tahun ini, Indonesia sebenarnya memiliki momentum pemulihan yang sangat kuat saat ini," ujarnya dalam rangkaian diskusi B20, Rabu (28/9/2022).

Pemulihan yang kuat itu tercermin dari kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terjaga di level 5 persen. Pada kuartal I-2022, pertumbuhan ekonomi tercatat mencapai 5,23 persen secara tahunan (year on year/yoy), serta berlanjut di kuartal II-2022 dengan tumbuh 5,44 persen (yoy).

Baca juga: Sri Mulyani Sebut Ekonomi Dunia Bakal Resesi pada 2023

Ekonomi yang pulih juga tercermin dari level produk domestik bruto (PDB) riil Indonesia yang sudah mencapai 7,1 persen pada paruh pertama 2022, berada di atas level sebelum terjadi pandemi Covid-19 atau melampaui level tahun 2019.

"Dibandingkan dengan tingkat PDB sebelum pandemi, posisi kita saat ini adalah 7,1 persen lebih tinggi, artinya pemulihan ekonomi sudah tercapai," kata Sri Mulyani.

Pada kesempatan berbeda, Bendahara Negara itu menilai RI menjadi salah satu negara yang mengalami pemulihan paling cepat, terutama di antara negara-negara ASEAN 6 maupun G20.

Adapun negara-negara ASEAN 6 dan G20 yang memiliki level PDB riil lebih tinggi dari Indonesia, yaitu China sebesar 14,7 persen dan Vietnam sebesar 13,4 persen dari level pra pandemi.

Sri Mulyani pun meyakini pemulihan ekonomi Indonesia masih berlanjut di kuartal III-2022. Ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2022 bisa mencapai di kisaran 5,6 persen-6 persen.

Optimisme itu didukung oleh kinerja investasi dan laju ekspor yang tumbuh positif. Seperti pada laju ekspor di Agustus 2022 yang tercatat sebesar 27,91 miliar atau mengalami pertumbuhan 30,15 persen (yoy).

Selain itu, ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang tetap relatif kuat. Ini tercermin dari indeks keyakinan konsumen (IKK) di Agustus 2022 yang berada pada level 124,7 atau naik dari bulan sebelumnya yang sebesar 123,2.

"(Proyeksi pertumbuhan ekonomi) di kuartal III-2022, kita bisa tumbuh 5,6 persen-6 persen," ujarnya dia saat ditemui di Gedung DPR RI, Selasa (28/9/2022).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu berharap berharap momentum pemulihan terjaga akhir tahun. Lantaran, masih terdapat sejumlah gejolak ekonomi global yang bisa berdampak ke perekonomian dalam negeri.

Seperti kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed) yang agresif menaikkan suku bunga acuannya. Sepanjang tahun ini The Fed telah menaikkan suku bunga 300 basis poin menjadi 3 persen-3,25 persen, dan diproyeksi menjadi 4,4 persen di akhir tahun.

“Kami berharap pada kuartal IV tidak terganggu terlalu banyak akibat gejolak yang sekarang ini terjadi, seperti kenaikan suku bunga yang sangat drastis dari Federal Reserve, nilai tukar yang tertekan, dan dari sisi kemungkinan terjadinya pelemahan ekonomi global,” ungkap dia.

Sebelumnya, dalam studi terbaru Bank Dunia disebutkan bahwa kebijakan pengetatan moneter oleh bank-bank sentral akan berimplikasi pada krisis pasar keuangan dan pelemahan ekonomi. Kondisi itu meingkatkan potensi terjadinya resesi global pada 2023.

Baca juga: Bank Dunia: Kenaikan Suku Bunga Global Berpotensi Membuat Terjadinya Resesi pada 2023

Presiden Bank Dunia David Malpass mengatakan, bank-bank sentral di seluruh dunia telah menaikkan suku bunga di tahun ini dengan tingkat sinkronisitas yang belum pernah terjadi selama lima dekade terakhir. Tren kenaikan ini bahkan diproyeksi masih akan berlanjut hingga tahun depan.

Kenaikan suku bunga bank-bank sentral dapat membuat tingkat inflasi inti global mencapai sekitar 5 persen di 2023 atau naik hampir dua kali lipat dari rata-rata lima tahun sebelum pandemi. Perkiraan tingkat inflasi itu tanpa memperhitungkan kenaikan harga energi, serta dengan kondisi gangguan pasokan dan tekanan pasar tenaga kerja yang mereda.

Studi itu memperkirakan, untuk bisa memangkas inflasi global ke tingkat yang konsisten sesuai dengan target, bank sentral perlu menaikkan suku bunga dengan tambahan 2 persen. Jika ini disertai dengan tekanan pasar keuangan, pertumbuhan PDB global akan melambat menjadi 0,5 persen pada 2023, terkontraksi 0,4 persen per kapita, yang akan memenuhi definisi teknis dari resesi global.

"Pertumbuhan global melambat tajam, dengan kemungkinan perlambatan lebih lanjut karena lebih banyak negara jatuh ke dalam resesi. Kekhawatiran mendalam saya adalah bahwa tren ini akan bertahan, dengan konsekuensi jangka panjang yang menghancurkan orang-orang di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang,” ungkap Malpass dalam keterangan tertulis, Jumat (16/9/2022).

Baca juga: Sri Mulyani Proyeksi Ekonomi RI Tumbuh hingga 6 Persen di Kuartal III-2022

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com