Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Ekonomi China, Mengaku Komunis, tapi Sering Dianggap Kapitalis

Kompas.com - 01/10/2022, 12:01 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Isu kebangkitan komunisme di Indonesia selalu jadi perdebatan. Fenomena kembali munculnya Partai Komunis Indonesia (PKI) seringkali semakin menguat setiap menjelang 30 September.

Padahal, gerakan komunis di Indonesia sudah diberangus di era Orde Baru. Alasan pemerintah saat itu, PKI dianggap jadi dalang percobaan kudeta serta ideologinya yang dinilai tak sesuai dengan Pancasila.

Selain dikaitkan dengan politik dan ideologi, komunisme juga berkaitan dengan erat dengan sistem ekonomi yang dijalankan negara. Lalu apa sebenarnya sistem ekonomi sosialis-komunis dan bagaimana penerapannya?

Sebenarnya tak ada cetak biru yang disepakati seluruh negara komunis di dunia bagaimana sistem ekonomi sosialis-komunis seharusnya diterapkan.

Baca juga: Mengapa PKI dan Komunis di Seluruh Dunia Identik dengan Palu Arit?

Setiap negara yang masih menganggap diri sebagai pemerintahan komunis saat ini seperti Kuba, China, atau Korea Utara, memiliki penafsiran yang berbeda-beda bagaimana seharusnya ekonomi berasaskan komunisme dan sosialisme dijalankan.

China contohnya. Negara ini bisa dikatakan merupakan negara yang benar-benar menerapkan ekonomi proletar di periode awal atau di era Mao Zedong (dibaca Mao Tse Tung) berkuasa.

Mengutip "The Economy of Communist China 1949-1969" karangan Cheng Chu-yuan, kebijakan ekonomi yang dijalankan pemerintah China saat ini sudah jauh berbeda dengan apa yang diterapkan oleh Mao Zedong, presiden pertama RRC sekaligus peletak dasar komunisme di China.

Setelah menyingkirkan nasionalis Kuomintang dan memproklamirkan RRC pada 1 Oktober 1949, Mao langsung menerapkan kebijakan ekonomi yang berasaskan sosialisme-komunisme. Di mana prinsipnya, hampir semua tanah dan fasilitas produksi adalah milik negara.

Baca juga: Kisah Hitler Bangun Ekonomi Jerman yang Hancur Lebur usai Perang

Ekonomi komunis ala China

Di periode awal, Mao yang juga Ketua Umum Partai Komunis China (PKC) meluncurkan kebijakan yang dikenal dengan Gerakan Seratus Bunga, Gerakan Lompatan Jauh, dan memperkenalkan Revolusi Kebudayaan.

Mao Zedong ingin menciptakan ekonomi China yang makmur dengan menggabungkan ide-ide ekonomi proletar dari Karl Marx, Lenin, dan Stalin.

Pandangan yang terkenal dengan nama Maoisme itu pada dasarnya membawa Cina menjadi negara komunis gaya baru. Berbeda dengan ajaran revolusi Karl Marx yang menekankan kaum proletariat sebagai penggerak revolusi.

Menurut versi Mao, pergerakan revolusi sejatinya berasal dari kaum petani, bukan kaum pekerja. Sehingga sistem komunis yang dijalankan di China berbeda dengan yang ada di Uni Soviet, tetangganya yang komunis tapi juga kerap dianggap rival abadi. 

Baca juga: PG Colomadu, Simbol Kekayaan Raja Jawa-Pengusaha Pribumi era Kolonial

Mao lantas membagi kebijakan ekonominya dalam dua periode. Pertama program industrialisasi tahun 1949-1957 dengan mengalihkan banyak sumber daya di sektor pertanian menuju industrialisasi. Baru kemudian sepenuhnya menjadi negara industri maju yang didukung pertanian yang kuat.

Langkah pertama yang diambil Mao yakni mencanangkan kebijakan landreform law dengan mengeluarkan Hukum Penertiban Tanah, di mana pemerintah China membagi penduduk pedesaan dalam 4 kelompok antara lain tuan tanah (pemilik banyak tanah tapi tidak menggarap sendiri).

Kelompok kedua yakni petani kaya (pemilik tanah namun tak sebanyak petani tuan tanah). Lalu kelompok ketiga yakni petani menengah bagi petani pemilik tanah yang menggarap tanahnya sendiri, dan keempat petani miskin yang tidak memiliki tanah sama ssekali.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Marak Bus Bodong, Pengusaha Otobus Imbau Masyarakat Waspada Pilih Angkutan untuk Mudik Lebaran

Marak Bus Bodong, Pengusaha Otobus Imbau Masyarakat Waspada Pilih Angkutan untuk Mudik Lebaran

Whats New
Bukan Hanya 7, Lokasi Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut Berpontesi Ditambah

Bukan Hanya 7, Lokasi Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut Berpontesi Ditambah

Whats New
Stereotipe Penilaian Kredit Perbankan

Stereotipe Penilaian Kredit Perbankan

Whats New
Investasi Mangkrak Senilai Rp 149 Triliun Tidak Bisa Dieksekusi

Investasi Mangkrak Senilai Rp 149 Triliun Tidak Bisa Dieksekusi

Whats New
BKN: Hingga Maret 2024, 55 orang ASN Dimutasi ke Otorita IKN

BKN: Hingga Maret 2024, 55 orang ASN Dimutasi ke Otorita IKN

Whats New
Menteri KP Sebut Hasil Penambangan Pasir Laut Bukan untuk Diekspor

Menteri KP Sebut Hasil Penambangan Pasir Laut Bukan untuk Diekspor

Whats New
Soal Penundaan Pembatasan Barang Bawaan dari Luar Negeri, Bea Cukai: Harus Diatur Kembali oleh Mendag

Soal Penundaan Pembatasan Barang Bawaan dari Luar Negeri, Bea Cukai: Harus Diatur Kembali oleh Mendag

Whats New
Apindo Imbau Pengusaha Bayar THR 2024 Tepat Waktu

Apindo Imbau Pengusaha Bayar THR 2024 Tepat Waktu

Whats New
Harga Bahan Pokok Selasa 19 Maret 2024, Harga Ikan Kembung Naik

Harga Bahan Pokok Selasa 19 Maret 2024, Harga Ikan Kembung Naik

Whats New
Pengusaha Telat Bayar THR, Siap-siap Kena Denda

Pengusaha Telat Bayar THR, Siap-siap Kena Denda

Whats New
Satgas UU Cipta Kerja Gelar Workshop Besama Ikatan Pengusaha Wanita di Hari Perempuan Internasional

Satgas UU Cipta Kerja Gelar Workshop Besama Ikatan Pengusaha Wanita di Hari Perempuan Internasional

Whats New
Sri Mulyani Laporkan Dugaan Fraud Rp 2,5 Triliun, LPEI Buka Suara

Sri Mulyani Laporkan Dugaan Fraud Rp 2,5 Triliun, LPEI Buka Suara

Whats New
Sepanjang Ramadhan, Stok Batu Bara untuk Pembangkit Listrik Dipastikan Aman

Sepanjang Ramadhan, Stok Batu Bara untuk Pembangkit Listrik Dipastikan Aman

Whats New
Ramai Aturan Baru soal Pembatasan Barang Bawaan Penumpang: Gampang Kok

Ramai Aturan Baru soal Pembatasan Barang Bawaan Penumpang: Gampang Kok

Whats New
Tingkatkan Kualitas Pelayanan, PLN UID Jakarta Raya Gelar Pelatihan Bersama Kompas.com

Tingkatkan Kualitas Pelayanan, PLN UID Jakarta Raya Gelar Pelatihan Bersama Kompas.com

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com