Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Anggota Komite BPH Migas Serukan Urgensi Pencarian Produk Pengganti LPG

Kompas.com - 03/10/2022, 09:53 WIB
A P Sari

Penulis

KOMPAS.com – Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) Yapit Saptaputra mengatakan, saat ini perekonomian dunia belum sepenuhnya pulih dari pandemi Covid-19.

Terlebih, ketahanan energi Indonesia masih bergantung pada produk impor, baik crude atau bahan bakar minyak (BBM) maupun liquefied petroleum gas (LPG).

“Indonesia masih bersusah payah untuk melepaskan diri dari defisit neraca berjalan karena proses jual belinya masih menggunakan mata uang asing,” sebut Yapi, dikutip dari keterangan persnya, Kamis (29/9/2022).

Ia menjelaskan, saat ini, harga contract price (CP) Aramco untuk bahan baku LPG, yakni propane dan butane sebesar 777 dollar Amerika Serikat (AS) per metric ton (MT).

Harga itu, sebut dia, masih berada di atas asumsi awal perhitungan subsidi BBM tahun 2022, yakni 569 dollar AS per MT dengan nilai subsidi LPG tahun 2022 sebesar Rp 134,7 triliun.

Baca juga: BPH Migas dan Pemprov Sulut Gelar Sosialisasi Aturan Pembelian BBM agar Distribusi Solar Berubsidi Tepat Sasaran

“Pada 2023, kebutuhan LPG 3 kilogram (kg) masih sama dengan tahun 2022, yakni 8 juta MT dengan nilai subsidi Rp 117,4 triliun atau turun 12,4 persen. Sebanyak 80 persen kebutuhan LPG berasal dari impor,” jelasnya.

Produk pengganti LPG

Yapit menyampaikan, konversi minyak tanah pada 2007 berhasil dilakukan untuk menghindari beban subsidi yang seolah tidak ada hasilnya.

Menurutnya, subsidi LPG makin membengkak karena pola distribusinya masih terbuka dan tidak tepat.

Oleh karena itu, kata dia, diperlukan upaya-upaya yang sustainable dalam hal mencari sumber energi untuk masyarakat dengan mengandalkan domestic energy resources.

“Perlu usaha progresif untuk menyediakan energi substitusi bagi masyarakat sesegera mungkin,” tuturnya.

Energi substitusi itu, Yapit menjelaskan, bisa berupa gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) sebagai program hilirisasi baru bara, sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Baca juga: Tanggapan Pertamina dan BPH Migas soal Mobil Mewah BMW Z4 yang Diduga Isi Pertalite di SPBU

“Pemanfaatan DME sangat mungkin dimanfaatkan untuk menggantikan LPG. DME memiliki sifat-sifat dasar yang tidak terlalu berbeda dengan LPG dan mengubah spesifikasi teknik tabung LPG,” paparnya.

Ia pun mencontohkan proyek gasifikasi yang ada di Kawasan Industri Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan (Sumsel).

Proyek tersebut dikrjakan oleh PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Pertamina (Persero), dan perusahaan petrokimia asal AS, Air Products & Chemicals Inc (APCI).

Meski sudah berjalan, sebut Yapit, target produksi gasifikasi itu masih cukup lama, yakni pada 2028.

Halaman:
Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com