Adapun program lain pengganti LPG adalah kompor induksi yang sejak awal tahun terus digencarkan oleh PT PLN (Persero) dikarenakan adanya kondisi over supply listrik.
“Diperkirakan sekitar 15 juta penambahan rumah tangga akan menggunakan kompor induksi, uji coba sudah dilakukan, tetapi publik dikejutkan dengan dibatalkan program tersebut secara resmi oleh PLN,” ujarnya.
Baca juga: Raih Penghargaan AEA 2022, BPH Migas Upayakan Kelola Gedung Berbasis Manajemen Energi
Yapit melanjutkan, sebagai bentuk komitmen Indonesia untuk menekan emisi gas buang dalam rangka mendukung Paris Agreement, perlu ada berbagai persiapan untuk menggeser ketergantungan dari fossil energy menuju renewable energy.
“Jika dikaitkan dengan upaya-upaya menekan subsidi LPG agar sejalan dengan transisi energi, peningkatan gas bumi domestik, khususnya untuk sektor rumah tangga, harus ditingkatkan,” katanya.
Salah satunya, sebut dia, lewat Jaringan Gas (Jargas) Kota sektor rumah tangga. Kebijakan ini merupakan langkah terbaik yang bisa dilakukan pemerintah.
“Pemerintah juga harus mengoptimalkan penggunaan gas bumi untuk rumah tangga sebagai produk substitusi LPG masyarakat,” tuturnya.
Yapit menekankan bahwa Jargas tidak hanya berorientasi pada kalangan yang selama ini menikmati LPG bersubsidi, tetapi juga masyarakat secara umum.
“Pola distribusinya juga diarahkan kepada rumah tangga, bukan perorangan. Upaya kontrolnya akan lebih terkelola lebih baik,” lanjut dia.
Baca juga: Harga BBM Bakal Turun jika RI Beli Minyak Rusia? Ini Penjelasan BPH Migas
Pembangunan Jargas Kota telah dijalankan oleh PT PGN Tbk beserta anak usahanya sejak 2019 hingga 2021.
Saat ini, PGN sudah melayani 516.720 masyarakat dan 118.718 sambungan rumah (SR) di 18 provinsi serta 64 kabupaten atau kota.
Sebagai kelanjutannya, pemerintah pun telah menugaskan PGN sebagai subholding gas PT Pertamina (Persero) untuk membangun 4 juta SR di seluruh Indonesia hingga 2024. Komitmen ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Meski demikian, rencana itu tidak lepas dari sejumlah tantangan. Salah satunya adalah bagaimana memberikan layanan prima kepada masyarakat secara nonstop.
“(Layanan Jargas) harus diimbangi dengan harga dan kualitas bersaing dengan LPG non-public service obligation (non-PSO),” imbuhnya,
Menurut dia, apabila rencana itu dikembangkan di daerah dengan infrastruktur sudah siap, maka negara tidak akan membutuhkan capital expenditure (capex) yang besar.
Baca juga: BPH Migas soal BBM Vivo: Badan Usaha Bebas Tentukan Harga...
“Namun, jika dikembangkan secara merata di 34 provinsi dan 514 kabupaten atau kota, dibutuhkan komitmen dukungan finansial yang sangat besar. Keberhasilan pengembangan program Jargas sangat membutuhkan usaha-usaha yang lintas sektoral,” paparnya.