Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Temuan BPK: Biaya Transfer BI Fast Tidak Transparan dan Akuntabel

Kompas.com - 05/10/2022, 15:10 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan terdapat permasalahan pada biaya transfer BI Fast. Sistem pembayaran ritel nontunai yang digagas Bank Indonesia (BI) ini dinilai tidak transparan dan akuntabel.

Temuan ini tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) Semester I Tahun 2022 yang diterbitkan oleh BPK RI.

Dalam laporannya, BPK menulis BI telah menetapkan biaya transaksi kredit individual BI FAST melalui Keputusan Deputi Gubernur Bank Indonesia Nomor 23/7/KEP.DpG/2021 tentang Penetapan Biaya Transaksi dalam Penyelenggaraan BI Fast.

Baca juga: Biaya Transfer BI Fast Bisa Lebih Murah dari Rp 2.500

Namun, BI belum memiliki pedoman baku untuk menghitung biaya transfer dana dan belum memiliki peraturan mengenai tata cara pengenaan biaya transfer dana sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang (UU) Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana.

"Akibatnya, biaya transfer BI Fasttidak transparan dan akuntabel," tulis BPK di IHPS Semester I 2022, dikutip Rabu (5/10/2022).

Adapun saat ini biaya transfer antarbank menggunakan BI Fast hanya Rp 2.500 per transaksi ke seluruh bank yang terdaftar dalam sistem BI Fast. Besaran biaya transfer tersebut lebih murah dibandingkan biaya transfer antarbank pada umumnya yakni Rp 6.500 per transaksi.

Dengan adanya temuan tersebut, BPK memberikan rekomendasi kepada Gubernur BI Perry Warjiyo untuk memerintahkan Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) berkoordinasi dengan Kepala Departemen Hukum (DHK) untuk menyusun kebijakan harga sistem pembayaran termasuk transfer dana, sesuai dengan amanat Pasal 68 UU Nomor 3 Tahun 2011.

Terkait temuan ini, Kompas.com sudah berupaya meminta konfirmasi Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono namun masih belum ditanggapi.

Baca juga: Jumlah Peserta Terus Bertambah. Transaksi Per Hari BI Fast Tembus 1,83 Juta

Temuan lain BPK terhadap BI

Selain temuan tersebut, BPK juga melaporkan adanya permasalahan pada Peraturan Dewan Gubernur (PDG) BI Nomor 18/9/PDG/2016.

Aturan tersebut menyebutkan, untuk pengadaan barang dan jasa dengan nilai lebih dari Rp 250 juta, penyedia wajib memberikan jaminan pelaksanaan sebesar 5 persen dari nilai kontrak induk dan untuk pengadaan dengan nilai penawaran lebih rendah dari 80 persen harga perkiraan sendiri (HPS), maka nilai jaminan dihitung lebih dengan menggunakan dasar penghitungan.

Sehingga jaminan pelaksanaan atas pekerjaan pengembangan dan pemeliharaan BI CBS (core banking system) dan pekerjaan pengembangan dan pemeliharaan BI Fast masing-masing kurang sebesar Rp 1,14 miliar dan Rp 4,26 miliar.

"Akibatnya, BI berisiko tidak terpenuhi haknya apabila penyedia wanprestasi," tulis BPK.

Oleh karenanya, BPK merekomendasikan Gubernur BI agar memerintahkan Kepala Departemen Audit Intern (DAI) untuk memvalidasi kekurangan penetapan nilai jaminan pelaksanaan sebesar Rp 5,40 miliar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Kemudian BPK juga merekomendasikan Gubernur BI untuk Memerintahkan Anggota Dewan Gubernur (ADG) Bidang untuk memberikan pembinaan kepada Kepala Departemen Pengelolaan Strategis yang tidak mematuhi ketentuan dalam penetapan jaminan pelaksanaan pekerjaan.

Temuan BPK lainnya, yaitu penyusunan HPS pekerjaan pengembangan dan pemeliharaan aplikasi 3-Commercial Off The Shelf (3-COTS) dan BI Fast tidak memperhitungkan klasifikasi skala perusahaan penyedia.

Selain itu,npenyusunan HPS atas pekerjaan tersebut mempertimbangkan inflasi untuk komponen biaya jasa personel yang tidak memiliki dasar rujukan.

"Akibatnya, nilai HPS pekerjaan pengembangan dan pemeliharaan aplikasi 3-COTS dan BI Fast tidak sepenuhnya mencerminkan kewajaran harga," ungkap BPK.

Untuk itu, BPK merekomendasikan Gubernur BI agar memerintahkan ADG Bidang untuk memberikan pembinaan kepada Kepala Departemen Pengelolaan Strategis yang tidak mematuhi ketentuan dalam penetapan HPS dan penetapan Juknis Perencanaan dan Pelaksanaan Pengadaan yang tidak mempedomani PDG Nomor 18/9/PDG/2016.

Baca juga: Baru 1 Bank Asing Jadi Peserta BI Fast, BI Ungkap Penyebabnya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Rilis
IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

Whats New
Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Whats New
Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Whats New
Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Whats New
Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Whats New
Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Whats New
4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

Spend Smart
Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Whats New
Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Whats New
Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com