Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gubernur BI Ingatkan Tantangan Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Merusak Lingkungan

Kompas.com - 05/10/2022, 20:00 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perubahan iklim merupakan tantangan besar yang harus dihadapi dunia setelah pandemi Covid-19. Oleh karenanya, negara-negara kini berlomba mencanangkan ekonomi hijau untuk mengantisipasi perubahan iklim di masa yang akan datang.

Tantangan global saat ini ialah di satu sisi negara harus mempertahankan pertumbuhan ekonomi, tapi di sisi lain juga harus memperhatikan lingkungan.

Sebab, industrialisasi yang dapat menggenjot perekonomian selama ini cenderung berefek negatif pada alam dan lingkungan.

Baca juga: Bahas di Forum B20, Perusahaan Diimbau Terapkan Konsep ESG

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, untuk itu diperlukan upaya untuk mendorong perekonomian dengan tetap menjaga keseimbangan dan melestarikan lingkungan.

"Bagaimana kita dapat terus mempertahankan kemajuan ekonomi tanpa merusak keseimbangan planet ini?" ujarnya saat acara The 8th International Islamic Monetary Economics and Finance Conference and Call for Papers, Rabu (5/10/2022).

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi tidah hanya diukur dari berapa besar pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) suatu negara, tetapi bagaimana optimalisasi pertumbuhan PDB dengan pelestarian lingkungan atau disebut ekonomi hijau.

"Inilah zona ekonomi hijau agar kita bisa menjadikan kesejahteraan kita untuk kemajuan umat manusia, kemanusiaan, kemajuan ekonomi, tapi tetap melestarikan (lingkungan)," ucap Perry.

Baca juga: Temu Delegasi G20, Luhut Ajak Bangun Prototipe Ekonomi Biru dan Ekonomi Hijau

 


Kemudian, pengimplementasian ekonomi hijau ini juga harus diiringi dengan kemajuan ekonomi yang inklusif salah satunya dengan kelancaran distribusi.

Sebab, seperti yang sudah dialami sepanjang pandemi Covid-19 di mana setiap negara membatasi pergerakan orang maupun barang sehingga proses distribusi global menjadi terganggu.

Dampak dari terganggunya distribusi global tersebut masih dirasakan hingga kini lantaran berbagai negara banyak yang terancam kelaparan, pertumbuhan ekonomi melambar, inflasi meningkat, hingga ancaman resesi dan stagflasi.

Baca juga: Inflasi dan Stagflasi Global Mengintai, Ini 4 Tips untuk Antisipasi Dampaknya

Dia bilang, saat ini pasokan energi dan pangan global masih tidak terdistribusi secara merata, bahkan sebanyak 20 persen energi dan pangan dimonopoli,

"Silakan lakukan kemajuan dan pertumbuhan PDB, tetapi ekonomi tanpa inklusi akan kacau," kata dia.

"Kita tidak bisa hanya mengandalkan mekanisme pasar, ada batasan mekanisme pasar dan peran pemerintah untuk kemajuan distribusi karena ada batasnya," tukasnya.

Baca juga: BI Ungkap Dampak ke Negara bila Tidak Melakukan Ekonomi Hijau

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com