Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agar Makin Mandiri, Industri Alkes Dinilai Perlu Dukungan Penuh dari Stakeholder

Kompas.com - 07/10/2022, 08:00 WIB
Elsa Catriana,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong pengembangan industri alat kesehatan di dalam negeri, agar dapat berdaya saing di pasar domestik dan global.

Dalam kondisi kelangkaan di tengah pandemi Covid-19, saat ini Indonesia telah mampu memproduksi alat ventilator emergency dan ICU yang kualitasnya mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan kelas dunia.

“Selanjutnya, kita secara bertahap akan membuat alat kesehatan lainnya, antara lain oxygen generator,” ujar Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier dalam siaran resminya, Kamis (6/10/2022).

Baca juga: Kemenkes Sebut 518 Industri Alkes Tumbuh dalam 6 Tahun Terakhir

Produksi ventilator karya Anak Bangsa tersebut merupakan inisiatif dari Kemenperin dengan menggandeng stakeholder terkait, terdiri dari Universitas Gadjah Mada, PT Yogya Presisi Tehnikatama Industri (PT YPTI), PT Swayasa Prakarsa, dan PT Stechoq, yang kemudian membentuk sebuah konsorsium.

Program pembuatan prototipe ventilator diawali dengan reverse engineering dari satu set mesin ventilator oleh PT Yogya Presisi Tehnikatama Industri (PT YPTI) dengan dukungan dari PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN).

Selain itu, penentuan spesifikasi detail ventilator didukung oleh Tim Kedokteran RSUP, Sardjito. Upaya konsorsium juga mendapatkan dukungan dari Kementerian Kesehatan terkait percepatan perizinan, pengujian produk oleh BPFK, pelaksanaan uji klinis, penerbitan izin edar, serta produksi massal ventilator.

“Tim Konsorsium berhasil membuat ventilator dalam negeri dengan dua macam spesifikasi, yaitu ventilator low cost (Ventilator Emergency R-03) dan ventilator tipe advance (Ventilator ICU V-01). Ventilator tersebut dikembangkan dengan menggunakan komponen yang memenuhi standar medical grade,” jelas Taufiek.

Baca juga: Insentif Impor Alat Kesehatan Capai Rp 799 Miliar

Impor Alkes

Lebih lanjut Taufiek membeberkan, substitusi impor alat kesehatan pada periode 2019-2020, dari 496 produk alat kesehatan, sebanyak 152 produk alat kesehatan dapat diproduksi dalam negeri.

Namun demikian, baru terdapat 12 persen transaksi bahan baku alat kesehatan di dalam negeri. Artinya, sebagian besar bahan baku alat kesehatan masih harus diimpor.

Keberhasilan industri dalam negeri memproduksi ventilator, menurut dia, membutuhkan dukungan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk membeli produk dalam negeri (PDN) tersebut. Pembelian PDN ventilator juga dapat mengoptimalkan potensi belanja pemerintah sebesar Rp 400 triliun.

“Keberadaan industri ventilator di dalam negeri mendukung program substitusi impor alat kesehatan. Sebagaimana telah dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo untuk menggunakan produk-produk buatan dalam negeri, Kemenperin terus mendukung pertumbuhan dan kemandirian industri alat kesehatan dengan memberikan berbagai kebijakan yang kondusif serta instrumen yang berpihak kepada industri alat kesehatan dalam negeri,” jelas dia.

Taufiek menambahkan, dalam rangka Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), Kemenperin mengharapkan para pengguna anggaran mengutamakan pembelian ventilator produksi dalam negeri melalui katalog elektronik (e-katalog) LKPP.

Sebaliknya, Kemenperin mengharapkan industri dapat optimal dalam memenuhi pasar alat kesehatan dengan meningkatkan kualitasnya.

“Pemenuhan pasar dalam negeri juga akan memberikan kontribusi pada negara dan daerah berupa pajak, nilai tambah ekonomi, serta pemerataan distribusi ekonomi,” jelas Taufiek.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com