Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Siswanto Rusdi
Direktur The National Maritime Institute

Pendiri dan Direktur The National Maritime Institute (Namarin), sebuah lembaga pengkajian kemaritiman independen. Acap menulis di media seputar isu pelabuhan, pelayaran, kepelautan, keamanan maritim dan sejenisnya.

Menakar Langkah Menhub Mencari Operator Terminal Peti Kemas Patimban

Kompas.com - 07/10/2022, 10:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MENTERI Perhubungan Budi Karya Sumadi, atau secara informal sering dipanggil BKS, diberitakan tengah membujuk pelayaran asal Denmark Maersk Line agar mau menjadi operator terminal peti kemas di Pelabuhan Patimban.

Merespons ajakan ini, perusahaan pelayaran tersebut akan melakukan studi kelayakan terlebih dahulu.

Tidak dijelaskan berapa lama studi itu akan dilakukan dan kapan keputusan jadi tidak atau tidaknya mereka terlibat di pelabuhan yang terletak di Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Apa yang dilakukan oleh BKS itu menarik dikomentari karena sepertinya yang bersangkutan mengalami kepanikan.

Jangan-jangan sampai konstruksi terminal peti kemas Pelabuhan Patimban selesai dikerjakan tidak ada yang dapat mengoperasikannya. Begitulah yang saya persepsi.

Tidak ada yang salah dengan apa yang dia lakukan. Dengan pinjaman dari pemerintah Jepang yang bernilai triliun rupiah untuk membangun pelabuhan Patimban, yang bersangkutan jelas berkepentingan mencarikan operator terminal untuk pelabuhan itu.

Dia harus berbuat sesuatu untuk itu, bagaimanapun caranya. Tidak dapat menemukan operator/mitra operator yang tepat, maka pelabuhan tersebut bisa jadi berakhir mangkrak.

Ihwal langkah “kepala ke kaki, kaki ke kepala” sang menteri dapat dilihat saat Pelabuhan Patimban akan bidding operator terminal kendaraan.

BKS melarang (kala itu) PT Pelabuhan Indonesia II ikut serta sehingga yang ikut penawaran hanya dua korsorsium, CT Corp dan Samudera Indonesia.

Praktik itu jelas melanggar aturan yang berlaku karena setidaknya harus ada tiga peserta dalam setiap proses bidding. Namun BKS tetap tancap gas.

Ketika hanya ada dua pihak yang bersaing, panitia lelang lantas menetapkan konsorsium CT Corp sebagai pemenang kendati dari sisi kekuatan jeroan (finansial dan pengalaman) konsorsium tandingan jauh lebih unggul.

Sekadar mengilas-balik, konsorsium CT Corp terdiri dari PT CT Corp Infrastruktur Indonesia, PT Indika Logistics & Support Services, PT U Connectivity Services dan PT Terminal Petikemas Surabaya. Semuanya kini tergabung dalam PT PPI.

Di balik CT Corp ada nama konglomerat Chairul Tanjung, di belakang Indika Logistics & Support Services ada Arsjad Rasjid serta Wahyu Trenggono di balik layar PT U Connectivity Services.

Dalam operasional terminal, PT PPI menunjuk pihak ketiga sebagai operator terminal kendaraan, dalam hal ini PT Toyota Tsusho Corporation, anggota Toyota Group.

Dengan melakukan pendelegasian pengelolaan terminal yang mereka kuasai, PPI sudah menjadi landlord alias induk semang. Tak jelas berapa duit PPI dapat dari aksi ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com