Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MTI Sebut Transportasi Online Bisnis Gagal, Apa Alasannya?

Kompas.com - 09/10/2022, 11:35 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, menyebut jika transportasi online merupakan bisnis gagal.

Menurutnya, selama ini kesejahteraan pengemudi online dinilai masih jauh dari harapan. Hal ini karena adanya berbagai potongan dari aplikator yang sangat memberatkan mitra.

"Transportasi daring bisnis gagal, driver-nya kerap mengeluh dan demo. Sementara pengemudi ojek daring sebagai mitra tidak akan merasakan peningkatan pendapatannya karena tergerus oleh potongan-potongan fasilitas aplikasi yang sangat besar," kata Djoko dalam keterangannya, Minggu (9/10/2022).

Ia bilang, kegagalan bisnis transportasi daring sudah terlihat dari pendapatan yang diperoleh mitranya atau driver ojek daring.

Baca juga: Kisah Hitler Bangun Ekonomi Jerman yang Hancur Lebur usai Perang

Dalam sebuah survei, sekarang, pendapatan rata-rata driver ojek daring di bawah Rp 3,5 juta per bulan dengan lama kerja 8 -12 jam sehari dan selama 30 hari kerja sebulan tanpa adanya hari libur selayaknya mengacu aturan ketenagakerjaan yang sudah diatur oleh Kementerian Tenaga Kerja.

Pendapatan ojek daring rata-rata masih sebatas kurang dari Rp 3,5 juta per bulan. Hal ini tidak sesuai dengan iming-iming aplikator angkutan berbasis daring pada tahun 2016 yang mencapai Rp 8 juta per bulan.

"Sulit rasanya menjadikan profesi pengemudi ojol menjadi sandaran hidup. Pasalnya, aplikator tidak membatasi jumlah pengemudi, menyebabkan ketidakseimbangan supply dan demand," ujar Djoko.

Masalah lainnya, lanjut dia, yakni bekerja tidak dalam kepastian, status sebagai mitra akan tetapi realitanya tanpa penghasilan tetap, tidak ada jaminan kesehatan, jam kerja tidak terbatas.

Baca juga: Yusuf Mansur Klarifikasi Bantahan Grab, Bukan Komisaris, tapi Advisor

"Jika ingin sebagai angkutan umum, otomatis segala persyaratan dan hal-hal yang berlaku bagi angkutan umum juga berlaku pula bagi sepeda motor yang berfungsi sebagai angkutan umum, seperti wajib melakukan uji berkala (kir)," kata Djoko.

"Wajib dilengkapi perlengkapan, SIM C Umum, plat nomor kendaraan berwarna kuning, tarif ditetapkan perusahaan angkutan umum (bukan aplikator seperti sekarang) atas persetujuan pemerintah," tambah dia.

Dia mencontohkan, Kota Agats (Kabupaten Asmat) sejak 2011 sudah menerapkan ojek sebagai angkutan umum dan kendaraan pelat kuning. Kendaraan yang digunakan sepeda listrik, karena hampir 100 persen kendaraan di Kota Agats menggunakan kendaraan listrik.

Berikutnya Kabupaten Asmat sudah memiliki Perda dan Perbup yang dapat mengatur ojek sebagai angkutan umum.

Baca juga: Mengapa Hitler Menolak Melunasi Utang Jerman ke Negara Sukutu?

"Jika pemerintah ingin melindungi warganya, dapat dibuatkan aplikasi dan diserahkan ke daerah untuk dioperasikan. Seperti halnya yang dilakukan Pemerintah Korea Selatan membuat aplikasi untuk usaha taksi," jelas Djoko.

"Dalam upaya untuk melindungi sopir taksi yang kebanyakan tidak berbahasa Inggris dan rata-rata sudah berusia tua," imbuh dia.

Survei Kemenhub

Menurut Djoko, selama ini ada anggapan pemerintah yang keliru, bahwa bisnis transportasi daring telah membuka lapangan pekerjaan baru.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com