Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irvan Maulana
Direktur Center of Economic and Social Innovation Studies (CESIS)

Peneliti dan Penulis

Wakaf, Pengetatan Moneter, dan Keberlanjutan Utang

Kompas.com - 11/10/2022, 10:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BABAK baru pengetatan moneter baru saja dimulai. Melonjaknya inflasi mendorong berbagai bank sentral di dunia serempak menaikkan suku bunga acuan.

Mengikuti tren pengetatan moneter di Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa, bank-bank sentral di Asia seperti Korea Selatan dan Thailand ikut menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin. Bank sentral Filipina juga ikut menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin Agustus lalu.

Bank Indonesia (BI) dalam Rapat Dewan Gubernur BI Bulan September 2022 (22/9/2022) juga memutuskan menaikkan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,25 persen dengan suku bunga deposito (deposit facility) naik menjadi 3,5 persen dan suku bunga pinjaman (lending facility) menjadi 5 persen.

Baca juga: Sri Mulyani Waspadai Lonjakan Inflasi Imbas Ketidakpastian Global

Kenaikan suku bunga acuan akan berimbas pada beban ganda yang harus ditanggung masyarakat di kehidupan sehari-harinya, karena harus mengeluarkan biaya hidup yang lebih mahal. Belum lagi inflasiakibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan harga pangan.

Padahal ekonomi belum sepenuhnya pulih seperti masa sebelum pandemi Covid-19. Naiknya suku bunga acuan menciptakan kenaikan suku bunga pinjaman yang membuat masyarakat membayar bunga menjadi lebih mahal.

Di sisi pemerintah, ketika kebijakan moneter diperketat untuk menahan laju inflasi, biaya utang negara akan meningkat, mempersempit ruang fiskal pemerintah dan meningkatkan kerentanan utang, terutama negara dengan ekonomi berkembang.

Laporan Crisis Upon Crisis yang dirilis International Monetary Fund (IMF) pada September 2022 menyatakan bahwa akan semakin banyak negara yang mengalami tekanan utang (debt distress) pada 2022 akibat pengetatan moneter. Tekanan utang adalah kondisi di mana negara tidak mampu membayar utang-utangnya, sehingga membutuhkan restrukturisasi atau kebijakan keringanan tertentu dari pihak pemberi pinjaman.

Negara yang mengalami kondisi tersebut berpotensi kehilangan akses pasar dan menderita beban pembayaran utang lebih tinggi, yang akhirnya merugikan pertumbuhan ekonomi dan investasi di wilayahnya.

Tahun 2022 ini sudah ada sekitar 13 persen negara berpendapatan rendah (low-income countries) yang mengalami tekanan utang (debt distress).

Kabar baiknya, menurut data Low-Income Countries Debt Sustainability Analysis (LIC DSA) IMF, sampai Agustus 2022 belum ada negara di kawasan Asia Tenggara yang mengalami tekanan utang. Namun, ada sejumlah negara tetangga yang tercatat berisiko mengalami kondisi tersebut, yakni Kamboja, Myanmar, Laos, dan Timor Leste.

Yang perlu diwaspadai kenaikan suku bunga secara terus-menerus memiliki efek seigniorage negatif, yang dapat memicu membengkaknya anggaran operasional bank sentral dan berpotensi menimbulkan masalah politik dalam kebijakan moneter. Yang terpenting, jika seigniorage negatif muncul, pemerintah harus menahan diri untuk tidak mengubahnya menjadi isu politik.

Mengurangi Ketergantungan Utang

Pengetatan moneter yang berlebihan dapat memicu stagnasi dan ketidakstabilan ekonomi. Tingkat utang yang meningkat ini akan memperlambat perekonomian dalam jangka panjang.

Maka, pembiayaan wakaf hadir sebagai komplemen antara kebijakan fiskal, makroprudensial, dan moneter yang sangat efektif setelah periode inflasi dan suku bunga tinggi.

Wakaf memoderasi interaksi kebijakan yang menjadi elemen penting untuk menavigasi kebijakan di saat-saat sulit, terutama dalam menghadapi goncangan inflasi dan ketidakseimbangan sistem keuangan saat ini.

Wakaf tidak hanya dapat mengikis beban bunga dan mengurangi belanja barang publik yang menggunakan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), tetapi pada saat yang sama memenuhi kebutuhan sosial masyarakat. Hal ini berbeda dengan program penghematan yang dilakukan di beberapa negara Eropa yang mengalami krisis utang pada tahun 2008.

Baca juga: Resmi, Sertifikat 5 Juta Bidang Tanah Wakaf NU Diurus Kementerian ATR/BPN

Pengurangan pengeluaran dan kenaikan pajak telah menyebabkan kenaikan tingkat pengangguran, layanan kesehatan yang mahal, dan lain-lain. Tidak berlebihan untuk menyatakan bahwa wakaf memiliki potensi dalam membantu pemerintah mencapai keberlanjutan utang dengan mengurangi pengeluaran publik.

Selain itu, pelaksanaan wakaf tidak serta merta mengurangi penerimaan pemerintah. Alasannya, motivasi sumbangan wakaf juga berasal dari semangat spiritualitas dan keadilan sosial.

Dalam pandangan kepraktisan, wakaf juga dapat mencegah pemerintah dari membengkaknya pinjaman masa depan dalam jumlah besar karena membiayai sebagian besar pengeluaran negara.

Ada dua jalur agar wakaf dapat menekan beban bunga akibat pengetatan moneter sehingga beban utang semakin berkurang.

Pertama, sudah saatnya wakaf berperan lebih besar membiayai proyek-proyek besar dengan skema yang lebih variatif sehingga alokasi APBN lainnya dapat dialihkan untuk membiayai beban bunga dan pokok utang pemerintah.

Untuk itu diversifikasi skema wakaf penting dilakukan, dan tidak terpaku dengan beberapa skema saja, di antaranya adalah skema wakaf saham, model wakaf takaful, wakaf langsung, wakaf tunai, dan model wakaf reksa dana.

Kedua, pemerintah secara perlahan bisa mengurangi pinjaman dalam jumlah besar di masa depan karena pembiayaan internal dari wakaf bisa menjadi substitusi pembiayaan jangka panjang.

Baca juga: Dana Wakaf Bisa Dimanfaatkan untuk Pembangunan IKN Nusantara

Secara intuitif pengelolaan keuangan negara, sangat mungkin pemerintah mampu memoderasi tarif pajak secara signifikan di masa depan.

Karena itu, pembiayaan wakaf memiliki potensi dalam mengurangi ketergantungan utang karena didasari atas prinsip altruistik, di mana masyarakat berwakaf murni dengan tujuan membantu tanpa mengharapkan imbalan, tanpa menambah beban.

Hal ini menunjukkan bahwa wakaf dapat berperan besar menjadi sektor yang berpengaruh signifikan dalam dinamika kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan keuangan publik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wapres Minta Manfaat Ekonomi Syariah Bisa Dirasakan Masyarakat

Wapres Minta Manfaat Ekonomi Syariah Bisa Dirasakan Masyarakat

Whats New
PT Pamapersada Nusantara Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3, S1, dan S2

PT Pamapersada Nusantara Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3, S1, dan S2

Work Smart
Tur Wisata Lebaran Makin Ramai, Ini Strategi Dwidaya Tour Tetap Dorong Transaksi Tahun Ini

Tur Wisata Lebaran Makin Ramai, Ini Strategi Dwidaya Tour Tetap Dorong Transaksi Tahun Ini

Whats New
Rupiah Tertekan, 'Ruang' Kenaikan Suku Bunga Acuan BI Jadi Terbuka

Rupiah Tertekan, "Ruang" Kenaikan Suku Bunga Acuan BI Jadi Terbuka

Whats New
Hana Bank Catat Laba Bersih Rp 453 Miliar, Total Aset Naik

Hana Bank Catat Laba Bersih Rp 453 Miliar, Total Aset Naik

Whats New
Tingkatkan Produksi Beras di Jateng, Kementan Beri Bantuan 10.000 Unit Pompa Air

Tingkatkan Produksi Beras di Jateng, Kementan Beri Bantuan 10.000 Unit Pompa Air

Whats New
Genjot Energi Bersih, Bukit Asam Target Jadi Perusahaan Kelas Dunia yang Peduli Lingkungan

Genjot Energi Bersih, Bukit Asam Target Jadi Perusahaan Kelas Dunia yang Peduli Lingkungan

Whats New
HM Sampoerna Bakal Tebar Dividen Rp 8 Triliun

HM Sampoerna Bakal Tebar Dividen Rp 8 Triliun

Whats New
PLN Nusantara Power Sebut 13 Pembangkit Listrik Masuk Perdagangan Karbon Tahun Ini

PLN Nusantara Power Sebut 13 Pembangkit Listrik Masuk Perdagangan Karbon Tahun Ini

Whats New
Anak Muda Dominasi Angka Pengangguran di India

Anak Muda Dominasi Angka Pengangguran di India

Whats New
Daftar 6 Kementerian yang Telah Umumkan Lowongan PPPK 2024

Daftar 6 Kementerian yang Telah Umumkan Lowongan PPPK 2024

Whats New
Pembiayaan Kendaraan Listrik BSI Melejit di Awal 2024

Pembiayaan Kendaraan Listrik BSI Melejit di Awal 2024

Whats New
Peringati Hari Bumi, Karyawan Blibli Tiket Donasi Limbah Fesyen

Peringati Hari Bumi, Karyawan Blibli Tiket Donasi Limbah Fesyen

Whats New
Great Eastern Hadirkan Asuransi Kendaraan Listrik, Tanggung Kerusakan sampai Kecelakaan Diri

Great Eastern Hadirkan Asuransi Kendaraan Listrik, Tanggung Kerusakan sampai Kecelakaan Diri

Earn Smart
Setelah Akuisisi, Mandala Finance Masih Fokus ke Bisnis Kendaraan Roda Dua

Setelah Akuisisi, Mandala Finance Masih Fokus ke Bisnis Kendaraan Roda Dua

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com