Tidak hanya berdampak positif bagi karyawannya, pemimpinnya pun juga mendapatkan manfaat dari mempraktikkan compassion di tempat kerja.
Rasmuss Hoggard Jacqueline Carter membuat sebuah buku yang berjudul Compassionate Leadership: How to Do Hard Things in a Human Way.
Dalam buku tersebut, pemimpin yang mempraktikkan compassion berkurang stresnya, niat berhenti berkurang hingga 200 persen, dan 14 persen jauh lebih efektif.
Itu dari sudut pandang pemimpin. Dalam perspektif karyawan, studi dari Catalyst, sebuah lembaga non-profit di AS, mengungkapkan pemimpin yang memiliki compassion dan empati bisa menciptakan inovasi.
Studi yang dilakukan pada tahun 2021 ini menemukan bahwa 61 persen karyawan yang akan lebih inovatif jika dipimpin oleh pemimpin senior yang memiliki empati tinggi.
Pemimpin yang compassion akan menjadi favorit anak muda. Angkatan kerja muda menurut saya akan mengeluarkan potensi maksimalnya jika mereka dipimpin oleh compassionate leader.
Ketika karakter inovatif anak muda digabungkan dengan pemimpin yang compassion, anak muda akan jadi lebih engage.
Berdasarkan studi Catalyst 2021, sebanyak 76 persen karyawan dengan pemimpin senior akan merasa lebih engage.
Riset yang diterbitkan dalam sebuah buku Rasmuss Hoggard dan Jacqueline Carter mengatakan bahwa karyawan yang bekerja untuk manajer yang penuh kasih 25 persen lebih terlibat dalam pekerjaan mereka.
Selain itu, riset ini juga menemukan karyawan akan 20 persen lebih berkomitmen pada organisasi, dan 11 persen lebih kecil kemungkinannya untuk burnout.
Anak muda sangat inovatif dan kreatif, yang membuat mereka dapat menghasilkan solusi baru bagi masalah di masyarakat.
Mereka membuat solusi yang out of the box, yang tidak pernah terpikirkan oleh generasi sebelumnya.
Selain itu, beberapa startup dan banyak komunitas digawangi oleh anak muda. Anak muda juga memiliki jiwa altruisme yang tinggi terhadap lingkungannya, terlebih terhadap isu yang langsung bersentuhan dengan anak muda seperti perubahan iklim.
Sebuah survei dari Deloitte terhadap 23.000 orang di 45 negara pada 2021 lalu menyebutkan bahwa 49 persen orang berusia 18 – 25 tahun dan 44 persen yang berusia 25 – 39 tahun memilih pekerjaan berdasarkan etika personal yang dimiliki.
Dalam riset tersebut, perubahan iklim menjadi fokus utama anak muda, dibandingkan pengangguran dan pendidikan.
Save the Children, lembaga non-profit yang berfokus pada well-being anak, pada tahun 2021 mengeluarkan sebuah riset yang menarik berjudul Born into Climate Crisis.
Premis dari laporan ini adalah bahwa anak-anak yang lahir pada tahun 2020 akan 6,8 kali lebih berisiko merasakan dampak dari perubahan iklim.
Riset Save the Children memperkuat alasan anak muda untuk bergerak. Mengingat dampak perubahan iklim yang kian hari kian parah, anak muda akan mengambil tindakan yang bisa dilakukan.
Anak muda akan mencari perusahaan yang bersentuhan langsung atau setidaknya yang memiliki fokus yang sama dengan mereka.
Tren global saat ini juga bergerak ke arah praktik bisnis yang berkelanjutan. Dan banyak pemimpin yang telah step up dan melakukan upaya yang mereka bisa untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Nestle sebagai contoh, mereka akan mengalokasikan satu miliar Franc sampai tahun 2030 untuk upaya menyuplai kopi yang sustainable.
Ini hanya ilustrasi bagaimana compassionate leader menjadi sangat dibutuhkan bagi dunia saat ini.
Terlebih, dengan anak muda yang sudah mencapai tahap compassion ketika membela isu-isu yang menjadi keresahannya.
Compassionate leader akan memanfaatkan passion anak muda agar organisasi bisa menjadi pelopor dan inisiator dalam pengentasan masalah-masalah di masyarakat.
Pekerja muda yang dipimpin oleh compassionate leader akan menjadi lebih bersemangat dalam bekerja dan berkarya. Ujungnya adalah mereka menjadi produktif dan berdaya.
CEO Unilever Global, Alan Jope mengatakan hal yang menjadi pola pikir pemimpin saat ini ketika menerima sebuah penghargaan di Britania Raya tahun 2021 lalu.
“Kindness has to be our chief GPS navigator in all areas of our lives! Your small act of kindness can make a huge difference in ways you possibly haven’t even considered.”
Dari pernyataan Alan, kita dapat satu kalimat kunci tentang compassionate leader, yaitu small act of kindness can make a huge difference.
Banyak organisasi yang saat ini memiliki pemimpin yang compassion. Mereka concern terhadap isu di masyarakat dan memperhatikan well-being karyawannya.
Dan pemimpin ini telah membuat kebijakan sebagai bentuk nyata kepedulian dan keprihatinan mereka.