NYARIS semua lembaga internasional meramalkan tahun 2023 bakal terjadi resesi ekonomi dunia. Pemicunya amat kompleks dan saling berkelindan.
Covid-19 yang belum usai, perang Rusia-Ukraina, fluktuasi harga energi dunia hingga perubahan iklim global.
Kompleksnya problem ini membuat kondisi ekonomi dunia penuh ketidakpastian. Tak terbayangkan, negara sebesar Inggris mengalami krisis pangan.
Mengapa bisa terjadi semacam ini? Ternyata, Inggris pasokan pangannya tergantung dari rantai pasok global ditambah keluarnya dari Brexit (Uni Eropa).
Fenomena ini membuktikan, kedaulatan pangan menjadi nyawa keberlangsungan hidup suatu negara. Bagaimana dengan Indonesia?
Sebagai negara maritim dan agraris terbesar di dunia mestinya tak usah panik menghadapi situasi ini. Meskipun OECD (2022) memperkirakan inflasi Indonesia bakal turun 3,94 persen tahun 2023.
Ancaman krisis pangan dan kelaparan imbas ramalan resesi ekonomi menghantui. Indonesia kaya sumber daya pangan terestrial, laut, dan perairan umum. Di antaranya: udang, ikan, kepiting, rajungan, cumi-cumi dan lainnya.
Problemnya, pertama, proses memanen sumber pangan protein ikan dari lautan dan perairan umum membutuhkan BBM. Porsinya dalam pembiayaan 50-70 persen, sementara harga BBM subsidi di Indonesia terus melonjak dan akses untuk nelayan kerap terbatas.
Kedua, budidaya perikanan lain lagi ceritanya. Alokasi pembiayaan terbesarnya buat pembelian pakan hingga 70 persen.
Problemnya, Indonesia masih mengimpor bahan baku pakan ikan dari negara lain. Kebutuhan pakan ikan Indonesia tahun 2022 mencapai 8,6 jutan ton dan diramalkan melonjak hingga 10 juta ton. Produksi nasional hanya mampu mensuplai 1,5 juta ton.
Website KKP (2022) mencatat volume impor tepung ikan-pellet sebesar 38.990 ton senilai 24,067 juta dollar AS. Pertanda Indonesia masih tinggi impor pakan dan bahan bakunya.
Apabila rantai pasok global runyam imbas resesi ekonomi global 2023, suplai pakan ikan budidaya pun terancam.
Para pembudidaya ikan bakal terancam gulung tikar. Pasokan pangan protein ikan bakal kembang kempis dan harganya melambung.
Pemerintah telah mengupayakan supaya pasokan bahan baku industri pengolahan ikan disuplai lokal.
Faktanya, Kementerian Perindustrian (2021) mencatat bahwa dari realisasi kebutuhan bahan baku industri perikanan nasional tahun 2021 senilai 306,280 ton, share pembelian lokalnya (80,65 persen) dibandingkan impor (19,32 persen).