Paket pajak internasional dua pilar G20/OECD, sebut Sri Mulyani, adalah kesepakatan bersejarah. Menurut Sri Mulyani, seperti dikutip dari siaran pers Kementerian Keuangan, negara-negara anggota G20 mendukung pekerjaan yang tengah berlangsung pada pilar satu dan menyambut penyelesaian GloBe Mode Rules pada pilar dua.
"(Dukungan ini) membuka jalan bagi implementasi yang konsisten pada level dunia sebagai pendekatan umum, dan menantikan penyelesaian Kerangka Implementasi GloBE," kata Sri Mulyani, Kamis (13/10/2022) waktu setempat.
Untuk penyelesaian pilar satu, para anggota G20 menyerukan OECD/G20 Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS), dengan menandatangani Konvensi Multilateral pada paruh pertama 2023.
Adapun untuk pilar dua, saat ini masih terus berlanjut negosiasi atas aturan subjek pajak (subject to tax rule/STTR), yang akan memungkinkan pembangunan instrumen multilateral untuk implementasinya.
Menurut Sri Mulyani yang memimpin FMCBG keempat ini bersama Gubernur Bank Indonesi (BI) Perry Warjiyo, anggota G20 juga menegaskan tujuan kelompok negara-negara ini untuk memperkuat agenda pajak dan pembangunan.
Para anggota G20 mendukung pula perkembangan yang dicapai dalam implementasi standar transparansi pajak yang disetujui secara internasional, termasuk upaya regional, dan menyambut penandatanganan Deklarasi Bali terkait Asia Intitiative.
Dalam konferensi pers, Sri Mulyani menyebutkan bahwa implementasi paket perpajakan internasional dua pilar akan sedikit terlambat. Namun, kata dia, tekad dan komitmen untuk menjalankan kedua pilar dalam kesepakatan tetaplah berlanjut.
Sri Mulyani mengingatkan kembali, pilar satu dari paket perpajakan internasional ini terkait dengan perusahaan digital yang menjalankan usaha lintas batas negara.
Menggunakan pilar pertama kesepakatan ini, perpajakan yang dikenakan tak akan lagi berdasarkan lokasi basis perusahaan tetapi juga di yurisdiksi beroperasi dan memperoleh pendapatan darinya.
Dari pilar satu, skema pilar dua paket perpajakan internasional akan mendapatkan fondasinya. Yaitu, pengenaan pajak minimum bagi perusahaan multinasional.
Dalam skema paket pajak internasional pilar satu, yurisdiksi lokasi operasi perusahaan akan mendapat hak pemajakan sebesar 25 persen dari residual profit—setiap laba korporasi multinasional dengan profit di atas 10 persen—perusahaan multinasional yang tercakup dalam pilar satu.
Perusahaan multinasional masuk cakupan pilar satu paket pajak internasional ketika pendapatan globalnya minimal sebesar 20 miliar euro dengan profit di atas 10 persen.
Adapun pilar dua paket pajak internasional mengatur soal pajak minimum bagi perusahaan multinasional, dengan tarif sebesar 15 persen. Perusahan yang tercakup dalam pilar dua adalah pemilik pendapatan di atas 750 juta euro.
Bila tarif efektif pajak perusahaan multinasional tak mencapai 15 persen di suatu yurisdiksi, negara yang menjadi basis perusahaan berhak berhak mengenakan top-up tax.
Implementasi pilar satu dalam perkembangannya tertunda dan diputuskan baru akan diterapkan pada 2024. Sejumlah aspek teknis disebut masih belum disepakati. Adapun pilar dua direncanakan diterapkan lebih dulu pada 2023. Semula, kedua pilar akan mulai diterapkan pada 2023.
Naskah: MUC/ASP, KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.