Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tanya-tanya Pajak di Kompas.com
Konsultasi dan Update Pajak

Tanya-tanya Pajak merupakan wadah bagi Sahabat Kompas.com bertanya (konsultasi) dan memperbarui (update) informasi seputar kebijakan dan praktik perpajakan.

Ada Pajak Minimum Global, Insentif Pajak Diminta Lebih Selektif

Kompas.com - 14/10/2022, 23:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

PEMBERIAN insentif pajak—terutama pembebasan pajak atau tax holiday—di tengah wacana pemberlakuan pajak minimum global, diminta untuk dilakukan secara hati-hati dan selektif.

Lewat laporan berjudul Tax Incentives and the Global Minimum Corporate Tax, The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menyitir fakta bahwa saat ini negara-negara anggota organisasi ini dan G20 tengah merampungkan ketentuan tarif pajak minimum yang akan berlaku global.

Ketentuan tarif pajak minimum merupakan bagian dari pilar dua paket pajak internasional. Dalam pilar dua ini berlaku ketentuan Global Anti-Base Erosion (GloBE) yang mensyaratkan penerapan pajak penghasilan (PPh) korporasi dengan tarif minimum sebesar 15 persen.

Pajak minimum tersebut menyasar semua perusahaan multinasional dengan peredaran usaha (omzet) lebih dari 750 juta euro setahun. Pilar dua mensyaratkan semua yurisdiksi yang tarif pajak penghasilan (PPh) badan atas bunga, royalti, dan pembayaran lain kurang dari 9 persen harus mengikuti ketentuan peraturan pajak ini (subject to tax rule).

Dengan keberadaan ketentuan tersebut, pemberian tax holiday dinilai akan merugikan negara yang memberikan insentif tersebut. OECD menyebutkan, setidaknya ada dua kerugian bila tax holiday tetap diberikan di tengah wacana penerapan pajak minimum global ini.

Kerugian pertama, negara atau yurisdiksi itu tetap harus mengelola pemberian insentif yang dinilai tidak bermanfaat. Kerugian kedua, negara itu akan kehilangan potensi penerimaan pajak, saat negara lain mendapatkan manfaat dari pemberlakuan top-up tarif pajak dari ketentuan global itu.

Susun ulang kebijakan insentif

Oleh karena itu, OECD menyarankan negara-negara anggotanya dan G20 mengevaluasi kembali kebijakan insentif pajak yang telah dan akan diberikan.

Dalam laporan yang dirilis pada 6 Oktober 2022 tersebut, OECD memberikan pula catatan yang bisa digunakan sebagai acuan bagi setiap negara yang hendak menggulirkan insentif pajak.

Pertama, pemberian insentif pajak dapat diberikan kepada perusahaan yang tidak tercakup dalam ketentuan GloBE. Kedua, pemberian insentif sebaiknya dilakukan dengan lingkup yang lebih kecil.

Ketiga, pemberian insentif dengan basis pengeluaran seperti gaji atau aset berwujud akan terdampak lebih kecil dibandingkan memakai basis pendapatan.

Keempat, insentif berupa pemulihan biaya aset berwujud juga tidak terlalu terpengaruh kebijakan GloBE.

Kelima, pemberian insentif dalam bentuk perlakuan hibah tunai dan pajak yang dapat dikembalikan sebagai pendapatan juga cenderung tidak terpengaruh.

Meski dampak tax holiday tidak terlalu besar, OECD tetap menyarankan setiap negara untuk hati-hati menggulirkan insentif pajak ini karena ada kemungkinan timbul dampak di sisi fiskal, khususnya bagi negara-negara berkembang.

Komitmen Presidensi G20 Indonesia

Terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam forum pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral (FMCBG) keempat dari negara-negara anggota G20 di Washington DC, Amerika Serikat, menyampaikan terima kasih atas komitmen implementasi paket pajak internasional dua pilar G20/OECD. 

Pertemuan keempat FMCBG yang berlangsung pada 12-13 Oktober 2022 ini mengusung enam agenda, yaitu:

Halaman:


Terkini Lainnya

Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Whats New
Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com