Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hadapi Resesi 2023, Simak Cara Meracik Dana Darurat agar Tetap Tenang

Kompas.com - 15/10/2022, 07:54 WIB
Rully R. Ramli,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perencana keuangan tengah gencar merekomendasikan masyarakat untuk membentuk atau meningkatkan kembali pos dana darurat. Ini seiring dengan kondisi perekonomian global yang semakin tidak menentu, termasuk adanya ancaman resesi 2023.

Seperti namanya, dana darurat merupakan simpanan uang yang disiapkan untuk kondisi darurat. Pos dana ini dapat menjadi alternatif jika sewaktu-waktu individu kehilangan sumber pendapatannya.

Adapun dalam pembentukan dan penyimpanannya, masyarakat perlu memperhatikan sejumlah aspek. Seperti besaran dana yang perlu disimpan, porsi pembagian pendapatan, hingga penempatan dana darurat.

Baca juga: Ancang-ancang Hadapi Resesi, Masyarakat Dinilai Perlu Dana Asuransi

Besaran dana darurat

Menurut Retail Proposition Division Head Bank OCBC NISP Chinni Yanti Tjhin, besaran dana darurat yang perlu disimpan disesuaikan dengan jumlah tanggungan yang dimiliki individu. Masyarakat yang masih lajang, menikah, atau sudah memiliki anak perlu menyiapkan dana darurat dengan besaran berbeda.

Untuk masyarakat yang berstatus lajang, kebutuhan dana darurat minimal di 3-4 kali dari pengeluaran bulanan. Jika sudah menikah, maka kebutuhan dana darurat minimal 6 kali dari pengeluaran bulanan.

"Jika Anda sudah menikah dan punya anak, maka kebutuhan dana darurat Anda adalah minimal di 12 kali dari pengeluaran bulanan," kata Chinni dalam acara diskusi, dikutip Sabtu (15/10/2022).

Baca juga: Bank DBS Prediksi Resesi Ekonomi Dunia Tidak Bertahan Lama


Setelah menghitung dana darurat yang perlu dikumpulkan, individu perlu memahami kondisi keuangan terkini. Pemahaman meliputi berapa jumlah pendapatan, pengeluaran serta profil risiko individu setiap bulannya.

"Lalu, mengetahui cashflow Anda saat ini, sehingga Anda tahu berapa jumlah dana yang bisa disisihkan untuk menyiapkan dana darurat," ujar Chinni.

Baca juga: Resesi Ekonomi 2023 Ancam Pangan Protein Ikan

Pembagian pendapatan untuk dana darurat

Dalam pembentukan dana darurat yang baik diperlukan pembagian pendapatan yang proporsional dan tidak menekan kondisi keuangan individu. Pengeluaran untuk biaya hidup harus tetap jadi prioritas, namun besaran uang untuk dana darurat juga perlu diperhatikan.

Menurut Chinni, individu dapat membagi pendapatan bulanannya dengan presentase 50 persen untuk biaya hidup, meliputi kebutuhan pangan, sandang, papan, cicilan hingga asuransi. Kemudian, sebesar 30 persen dapat dialokasikan untuk keinginan seperti rekreasi, liburan, biaya streaming online dan 20 persen untuk tabungan dana darurat, investasi maupun dana pensiun.

Menghadapi ancaman resesi global yang semakin nyata, individu dapat mengurangi porsi pengeluaran untuk keinginan hingga menjadi 15 persen, sehingga alokasi untuk tabungan dana darurat, investasi, maupun dana pensiun dapat meningkat menjadi 35 persen. Ini dapat dilakukan untuk mempercepat proses pembentukan dana darurat.

Baca juga: Ekonomi Indonesia Relatif Tangguh Hadapi Tantangan Global

"Menabung dana darurat memang bukanlah hal yang mudah. Kuncinya adalah konsisten, dan mengetahui risiko profil masing-masing," katanya.

Penempatan dana darurat

Dalam menyiapkan dana darurat, masyarakat tidak harus menempatkan seluruh dananya ke tabungan. Pasalnya, nilai dana yang ditaruh di tabungan berpotensi tergerus oleh kenaikan harga komoditas atau inflasi.

Instrumen investasi dinilai dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tempat penyimpanan darurat. Dengan demikian, potensi keuntungan masih bisa diperoleh individu.

Namun demikian, tidak semua instrumen investasi bisa digunakan sebagai pos dana darurat. Terdapat sejumlah kriteria yang perlu dipenuhi, agar instrumen investasi dapat menjadi dana darurat.

Baca juga: Simak 5 Tips Mengelola Keuangan Hadapi Resesi 2023

Chinni mengungkapkan, terdapat tiga kriteria utama instrumen investasi dapat digunakan sebagai dana darurat, yakni likuid, mudah diakses, dan aman.

Untuk kriteria likuid, artinya masyarakat harus memilih aset yang bisa dengan mudah dikonversi menjadi uang tunai dalam waktu relatif singkat. Masyarakat tidak disarankan untuk memilih instrumen investasi yang sulit untuk diubah menjadi uang.

Kemudian, instrumen investasi yang dapat dipilih untuk dana darurat juga harus aman. Artinya, nilai dari dana yang ditempatkan tidak bergerak sangat volatil atau mudah beruba-ubah.

Baca juga: Ada Risiko Resesi, Luhut Anjurkan Masyarakat Tanam Cabai dan Sayur

"Misal beli saham, enggak cocok untuk dana darurat. Mungkin itu bisa buat instrumen investasi," kata Chinni.

"Aman paling enggak pokoknya enggak terlalu banyak volatil-nya. Prinsip dasarnya, fundamentalnya jangan terlalu banyak bergerak," tambah dia.

Terakhir, instrumen investasi yang dipilih juga harus mudah diakses. Sehingga, ketika terjadi kondisi yang tidak terduga, masyarakat bisa dengan mudah menarik dana daruratnya.

Jika melihat kriteria tersebut, masyarakt bisa memilih instrumen investasi seperti deposito bank atau reksa dana keuangan. Pasalnya kedua instrumen tersebut berkaitan dengan bank, sehingga lebih mudah diakses masyarakat.

Baca juga: Chatib Basri: Kalau Ditanya Indonesia Akan Resesi Tidak, Jawaban Saya Tidak...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bandara Internasional Soekarno-Hatta Peringkat 28 Bandara Terbaik di Dunia

Bandara Internasional Soekarno-Hatta Peringkat 28 Bandara Terbaik di Dunia

Whats New
IHSG Ambles 1,07 Persen, Rupiah Melemah ke Level Rp 16.266 Per Dollar AS

IHSG Ambles 1,07 Persen, Rupiah Melemah ke Level Rp 16.266 Per Dollar AS

Whats New
Buka Asia Business Council's 2024, Airlangga Tegaskan Komitmen Indonesia Percepat Pembangunan Ekonomi

Buka Asia Business Council's 2024, Airlangga Tegaskan Komitmen Indonesia Percepat Pembangunan Ekonomi

Whats New
Voucher Digital Pizza Hut Kini Tersedia di Ultra Voucher

Voucher Digital Pizza Hut Kini Tersedia di Ultra Voucher

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Jumat 19 April 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 19 April 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Whats New
Detail Harga Emas Antam Jumat 19 April 2024, Naik Rp 10.000

Detail Harga Emas Antam Jumat 19 April 2024, Naik Rp 10.000

Earn Smart
Chandra Asri Group Jajaki Peluang Kerja Sama dengan Perum Jasa Tirta II untuk Kebutuhan EBT di Pabrik

Chandra Asri Group Jajaki Peluang Kerja Sama dengan Perum Jasa Tirta II untuk Kebutuhan EBT di Pabrik

Whats New
IHSG Bakal Lanjut Menguat? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

IHSG Bakal Lanjut Menguat? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Earn Smart
Perkenalkan Produk Lokal, BNI Gelar Pameran UMKM di Singapura

Perkenalkan Produk Lokal, BNI Gelar Pameran UMKM di Singapura

Whats New
Harga Emas Dunia Terus Menguat di Tengah Ketegangan Konflik Iran dan Israel

Harga Emas Dunia Terus Menguat di Tengah Ketegangan Konflik Iran dan Israel

Whats New
Menko Airlangga Ingin Pedagang Ritel Berdaya, Tak Kalah Saling dengan Toko Modern

Menko Airlangga Ingin Pedagang Ritel Berdaya, Tak Kalah Saling dengan Toko Modern

Whats New
Allianz dan HSBC Rilis Asuransi untuk Perencanaan Warisan Nasabah Premium

Allianz dan HSBC Rilis Asuransi untuk Perencanaan Warisan Nasabah Premium

Whats New
Saham Teknologi Tertekan, Wall Street Berakhir Mayoritas di Zona Merah

Saham Teknologi Tertekan, Wall Street Berakhir Mayoritas di Zona Merah

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 19 April 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 19 April 2024

Spend Smart
Bapanas Tugaskan ID Food Impor 20.000 Ton Bawang Putih Asal China

Bapanas Tugaskan ID Food Impor 20.000 Ton Bawang Putih Asal China

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com