Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kudu Insight
Riset dan analisis

Kudu Insight merupakan kolaborasi Kompas.com dan Kudu, periset dan pengolah data. Kudu Insight menyajikan kajian, analisis, dan visualisasi olah data digital atas fenomena dan peristiwa yang mencuat di publik dan ranah digital.

Gaji Jakarta, Kerja dan Tinggal di Yogyakarta: Benarkah Sebegitu Hemat? - (Tulisan 1 dari 2)

Kompas.com - 16/10/2022, 10:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dengan ilustrasi angka di atas, hidup bertiga di Yogyakarta akan relatif lebih murah daripada hidup berdua di Jakarta, untuk asumsi penghasilan yang sama.

Bila asumsinya jumlah anggota keluarga sama, hidup di Yogyakarta akan menghemat pengeluaran hingga besaran 37,5 persen dari nominal penghasilan yang sama, dibanding bila hidup di Jakarta.

Problemnya adalah, angka di atas menggunakan rerata, sehingga cenderung tidak fair. Untuk data yang memiliki nilai kecondongan (skew) tinggi seperti penghasilan, pengeluaran, dan yang sepertinya, median lebih merepresentasikan nilai tengah atau tipikal.

Untuk tujuan tersebut, Kudu menggunakan data lain BPS, yakni Survei Biaya Hidup Tahun 2018 Jakarta dan Survei Biaya Hidup Tahun 2018 Yogyakarta.

Data survei biaya hidup ini memberikan data sebaran penghasilan rumah tangga. Selain itu, terdapat pula data pembagian pengeluaran berdasar kelompok penghasilan rumah tangga.

Membaca sebaran penghasilan rumah tangga menggunakan data tersebut, seseorang yang tinggal di di Jakarta harus memiliki penghasilan lebih dari Rp 12 juta per bulan untuk bisa termasuk ke dalam kelompok 40 persen orang terkaya.

Sementara di Yogyakarta, seseorang cukup memiliki penghasilan lebih dari Rp 7,5 juta untuk masuk kelompok 40 persen orang terkaya.

Sebaliknya, seseorang di Jakarta dengan penghasilan kurang dari Rp 7,5 juta sudah akan masuk golongan 40 persen orang termiskin, menurut data survei biaya hidup tersebut.

Lantas, bagaimana dengan pola pengeluaran kelompok penghasilan di atas?

Kudu tidak menemukan kisaran angka yang sama persis seperti data di atas. Batasan paling atas hanya di angka Rp 7 juta. Grafik di bawah ini adalah pengeluaran rumah tangga per kapita berdasarkan kelompok penghasilan:

Pengeluaran rumah tangga per kapita dalam sebulan di Daerah Istimewa Yogyakarta dan DKI Jakarta, berdasarkan data Survei Biaya Hidup yang digelar Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018.KUDU INSIGHT/NURVIRTA MONARIZQA/PALUPI ANNISA AULIANI Pengeluaran rumah tangga per kapita dalam sebulan di Daerah Istimewa Yogyakarta dan DKI Jakarta, berdasarkan data Survei Biaya Hidup yang digelar Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018.

Berdasarkan paparan data di atas, terdapat perbedaan pengeluaran berdasarkan kelompok-kelompok penghasilan berbeda.

Jika dilihat sepintas, perbedaan pengeluaran paling kentara tatkala seseorang naik dari kelompok penghasilan di bawah Rp 7 juta ke penghasilan di atas Rp 7 juta adalah alokasi pengeluaran nonkonsumsi dan transportasi.

Kemungkinan, hal ini terjadi menyusul perubahan moda transportasi yang digunakan. Boleh jadi, saat penghasilan di bawah Rp 7 juta maka kendaraan yang dipakai adalah sepeda motor atau angkutan umum. Sementara saat penghasilan di atas Rp 7 juta maka yang dipakai sebagai moda transportasi adalah mobil.

Selain itu, terdapat lebih banyak uang atau penghasilan untuk dibelanjakan barang-barang kebutuhan tersier, ketika seseorang beralih dari penghasilan di bawah Rp 7 juta menjadi melebihi Rp 7 juta.

Misalnya saja di kelompok penghasilan Rp 1 juta – Rp 1,5 juta, boleh jadi memiliki pengeluaran yang lebih besar dari Rp 1,5 juta hingga Rp 3 juta.

Tampak pula bahwa di kelompok penghasilan Rp 1 juta hingga Rp 2 juta, sangat rawan terjadinya praktik "besar pasak daripada tiang.'' Tentu saja, hal ini membutuhkan pengujian data serta riset lanjutan.

Siapa lebih untung?

Manakala dibandingkan di setiap kelompok penghasilan, kelompok manakah yang paling untung jika memutuskan untuk hidup di Yogyakarta?

Guna mengetahui jawabannya, Kudu membandingkan tiga macam pengeluaran berdasarkan pengeluaran nonkonsumsi (grafik warna biru muda yang ada di Gambar 3) dan pengeluaran konsumsi (jumlah seluruh warna grafik di Gambar 3, kecuali biru muda).

  1. Hidup di Jakarta, gaya hidup Jakarta = pengeluaran konsumsi Jakarta + pengeluaran nonkonsumsi Jakarta.
  2. Hidup di Yogyakarta, gaya hidup Jakarta = pengeluaran konsumsi Yogyakarta + pengeluaran nonkonsumsi Jakarta. Pasalnya, harga barang-barang kebutuhan tersier di Yogyakarta dan Jakarta relatif sama.
  3. Hidup di Yogyakarta, gaya hidup Yogyakarta = pengeluaran konsumsi Yogyakarta + pengeluaran nonkonsumsi Yogyakarta.

Definisi ihwal "siapa lebih untung" dalam konteks ini adalah, kelompok penghasilan mana yang dapat menghemat pengeluaran hingga 37,5 persen atau lebih tatkala hidup di Yogyakarta.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Konflik Iran Israel Memanas, Kemenhub Pastikan Navigasi Penerbangan Aman

Konflik Iran Israel Memanas, Kemenhub Pastikan Navigasi Penerbangan Aman

Whats New
Terbit 26 April, Ini Cara Beli Investasi Sukuk Tabungan ST012

Terbit 26 April, Ini Cara Beli Investasi Sukuk Tabungan ST012

Whats New
PGEO Perluas Pemanfaatan Teknologi untuk Tingkatkan Efisiensi Pengembangan Panas Bumi

PGEO Perluas Pemanfaatan Teknologi untuk Tingkatkan Efisiensi Pengembangan Panas Bumi

Whats New
Daftar Lengkap Harga Emas Sabtu 20 April 2024 di Pegadaian

Daftar Lengkap Harga Emas Sabtu 20 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Tren Pelemahan Rupiah, Bank Mandiri Pastikan Kondisi Likuiditas Solid

Tren Pelemahan Rupiah, Bank Mandiri Pastikan Kondisi Likuiditas Solid

Whats New
LPS Siapkan Pembayaran Simpanan Nasabah BPRS Saka Dana Mulia

LPS Siapkan Pembayaran Simpanan Nasabah BPRS Saka Dana Mulia

Whats New
Harga Emas Antam Sabtu 20 April 2024, Naik Rp 2.000 Per Gram

Harga Emas Antam Sabtu 20 April 2024, Naik Rp 2.000 Per Gram

Spend Smart
Ini 6 Kementerian yang Sudah Umumkan Lowongan CPNS 2024

Ini 6 Kementerian yang Sudah Umumkan Lowongan CPNS 2024

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 20 April 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 20 April 2024

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Sabtu 20 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Sabtu 20 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Whats New
Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

Whats New
Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Whats New
Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com