Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kudu Insight
Riset dan analisis

Kudu Insight merupakan kolaborasi Kompas.com dan Kudu, periset dan pengolah data. Kudu Insight menyajikan kajian, analisis, dan visualisasi olah data digital atas fenomena dan peristiwa yang mencuat di publik dan ranah digital.

Gaji Jakarta, Kerja dan Tinggal di Yogyakarta: Benarkah Sebegitu Hemat? - (Tulisan 1 dari 2)

Kompas.com - 16/10/2022, 10:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Nurvirta Monarizqa, Ingki Rinaldi, dan Palupi Annisa Auliani

PANDEMI Covid-19 mulai mereda. Sejumlah pembatasan interaksi cenderung melonggar. Ini termasuk dalam hal bekerja.

Sebagian aktivitas kerja yang sebelumnya dilakukan dari rumah (work from home/WFH) atau dari mana saja (work from anywhere/WFA) perlahan mulai kembali ke kantor.

Namun, aktivitas WFH dan atau WFA yang sudah berjalan sekitar dua tahun membuka kesadaran baru bagi para pekerja dan pemberi kerja.

WFH dan atau WFA antara lain menyodorkan fakta dan membuka kesadaran tentang betapa relatif banyaknya biaya dan pengeluaran yang bisa dihemat. Produktivitas pun ternyata cenderung meningkat.

Sekalipun, mesti diinsyafi bahwa tidak semua jenis pekerjaan bisa dijalani secara WFH dan atau WFA. Juga, besaran penghasilan dan lokasi menjalani aktivitas menggunakan penghasilan itu akan memberikan data yang berbeda dalam hal penghematan dari WFH dan atau WFA.

Konsep WFH dan atau WFA, dengan potensi penghematan relatif besar, bakal makin ideal manakala seorang pekerja memiliki gaji dengan standar kota besar lalu berdomisili dan menjalani kehidupan bersahaja di daerah atau kota kecil yang jauh dari hiruk pikuk megapolitian. Misalnya, gaji standar DKI Jakarta lalu tinggal di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Gaji Jakarta, tinggal di Yogyakarta

Jakarta dipilih karena memiliki standar upah minimum provinsi (UMP) yang relatif lebih besar dibandingkan sejumlah provinsi lain, khususnya dalam hal ini Yogyakarta.

Pada saat bersamaan, rerata pengeluaran per kapita di Yogyakarta cenderung lebih rendah bila dibandingkan provinsi-provinsi lain. Rerata pengeluaran Yogyakarta juga jauh di bawah pengeluaran provinsi dengan UMP lebih tinggi, termasuk Jakarta. 

Merujuk data UMP untuk kurun 2018-2020 di laman Badan Pusat Statistik (BPS) , misalnya, UMP Jakarta pada 2020 adalah Rp 4.276 350. Adapun rerata pengeluaran per kapita per bulan di Yogyakarta, sebagaimana dikutip dari data Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia per Provinsi Maret 2020 yang juga dilansir BPS, adalah sekitar Rp 1,41 juta.

Maka, skenario “gaji standar kota besar dan hidup dengan standar daerah atau kota kecil” cenderung menemukan kesesuaiannya tatkala mengambil contoh Jakarta dan Yogyakarta. Yaitu, bekerja dengan gaji standar UMP Jakarta tetapi hidup dengan pola konsumsi dan gaya hidup di Yogyakarta.

Akan tetapi, benarkah demikian? Benar pulakah hanya gaji standar UMP Jakarta yang dapat menikmati penghematan pengeluaran relatif besar saat hidup di Yogyakarta dengan metode WFA dan atau WFH?

Lantas, pekerjaan dengan besaran upah kategori apa lagi yang juga menawarkan penghematan pengeluaran saat hidup di Yogyakarta? Tak kalah penting, sesungguhnya ke mana fenomena WFA dan atau WFH ini mengarah dan apa saja tantangannya?

Kudu menganalisis sejumlah data publik untuk menjawab beberapa pertanyaan tersebut.

Sebuah pertanyaan dasar mengawali pencarian kami, yakni, "Berapa persen penghasilan yang sesungguhnya bisa dihemat jika seseorang yang bekerja dengan standar gaji Jakarta pindah ke Yogyakarta?"

Pengumpulan data

Kudu memulai analisis dengan menggunakan data survei sosio ekonomi BPS pada 2020. Dilakukan pada Maret 2020, survei dilakukan terhadap 334.229 keluarga yang berada di 514 kabupaten/kota di Indonesia.

Hasil survei tersebut berupa publikasi Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia per Provinsi, Maret 2020. Kondisinya seperti diwakili dalam gambar di bawah ini:

Rerata pengeluaran per kapita sebulan, berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020 yang dipublikasikan sebagai laporan Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia per Provinsi.KUDU INSIGHT/NURVIRTA MONARIZQA/PALUPI ANNISA AULIANI Rerata pengeluaran per kapita sebulan, berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020 yang dipublikasikan sebagai laporan Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia per Provinsi.

Ternyata, rerata pengeluaran per kapita per bulan di Yogyakarta adalah sekitar Rp 1,41 juta dan DKI Jakarta sekitar Rp 2,26 juta. Perlu diingat ini merupakan pengeluaran per kapita dan dalam angka rata-rata.

Jika satu keluarga beranggotakan empat orang maka pengeluaran sekeluarga di Yogyakarta bisa dibaca menjadi Rp 5,64 juta dan di Jakarta menjadi Rp 9,04 juta.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com