Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kudu Insight
Riset dan analisis

Kudu Insight merupakan kolaborasi Kompas.com dan Kudu, periset dan pengolah data. Kudu Insight menyajikan kajian, analisis, dan visualisasi olah data digital atas fenomena dan peristiwa yang mencuat di publik dan ranah digital.

Gaji Jakarta, Kerja dan Tinggal di Yogyakarta: WFH atau WFA Masihkah Relevan Selepas Pandemi Covid-19? - (Tulisan 2 dari 2)

Kompas.com - 17/10/2022, 09:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

Oleh: Nurvirta Monarizqa, Ingki Rinaldi, dan Palupi Annisa Auliani

PANDEMI Covid-19 memperlihatkan gelagat mereda. Beragam pembatasan terkait protokol pencegahan penyebaran Covid-19 pun sudah diangkat, baik di tataran mobilitas perseorangan maupun pergerakan lintas batas wilayah. 

Salah satu protokol yang juga mencuat selama pandemi Covid-19 mengungkung adalah bekerja dari rumah (work from home/WFH) dan atau bekerja dari mana saja (work from anywhere/WFA). Meski model kerja ini bukan baru muncul, pandemi Covid-19 menjadikannya tren global demi meminimalisasi kemungkinan penularan virus Covid-19.

Yang kemudian mencuat kembali seturut gelagat reda pandemi, akankah model WFH dan atau WFA akan terus dipertahankan oleh pemberi kerja? Lebih dari dua tahun menjalani model cara kerja ini tentu saja telah membangun sebuah kebiasaan baru bahkan tak sedikit yang sudah meninggalkan lokasi basis perusahaan untuk bekerja dan tinggal di wilayah lain.

Pada tulisan pertama dari serial Gaji Jakarta, Kerja dan Tinggal di Yogyakarta, Kudu telah menganalisa potensi keuntungan dan penghematan yang bisa didapat seseorang dengan gaji standar Jakarta yang kemudian memilih menjalani kerja dan tinggal di Yogyakarta. 

Baca juga: Gaji Jakarta, Kerja dan Tinggal di Yogyakarta: Benarkah Sebegitu Hemat? - (Tulisan 1 dari 2)

Laiknya segala macam kebiasaan, apalagi yang memberikan keuntungan seperti penghematan, mengembalikan mereka yang telah merasakan manfaat nyata ke kebiasaan lama tentulah bukan perkara sederhana.

Maka, apa saja yang harus ditelisik dari penentuan kebijakan melanjutkan atau tidak WFH dan atau WFA?

Tidak untuk semua pekerjaan

Yang sudah bisa dipastikan dalam kaitan antara penghasilan, domisili, dan penghematan pengeluaran adalah tidak seluruh pekerjaan dapat dilakukan dengan metode WFH dan atau WFA.

Pekerjaan-pekerjaan yang bersifat aktivitas fisik, seperti jasa transportasi, perbaikan mesin produksi, atau perawatan gedung, merupakan sebagian kecil contoh pekerjaan yang bisa dilakukan dengan WFH dan atau WFA.

Bahkan, sejumlah pekerjaan kantoran yang membutuhkan komputer dan akses internet memiliki kecenderungan tidak semuanya dapat dilakukan atau diselesaikan dengan metode WFH dan atau WFA.

Fakta demikian bukan hanya terjadi di Indonesia. Akan tetapi terjadi pula di negara lain, misalnya di Amerika.

Sebagaimana dikutip dari Nicholas Bloom (2020) dalam artikel How working from home works out yang dipublikasikan Stanford Institute for Economic Policy Research (SIEPR), riset mendapati bahwa hanya 51 persen responden bisa melakukan WFH dengan tingkatan efisiensi 80 persen atau lebih.

Kebanyakan dari mereka, tulis Bloom, adalah para manajer, kaum profesional, dan pekerja sektor keuangan. Hasil dari para responden ini didasarkan dari survei pada 21 - 25 Mei 2020 terhadap 2.500 penduduk Amerika Serikat (AS) berusia 20 - 64 tahun dengan pendapatan pada 2019 di atas 20 ribu dollar AS per tahun.

Baca juga: Ekonomi Mudik: Rahasia Relasi Upah Minimum dan Pengeluaran Per Kapita

Masih dikutip dari artikel yang sama, sebagian warga Amerika lainnya tidak mendapatkan keuntungan dari solusi teknologi yang menjadi modal awal WFH atau WFA. Kebanyakan dari mereka adalah pekerja di industri ritel, perawatan kesehatan, transportasi, dan bisnis jasa.

Bloom, dalam artikel yang sama juga menulis, tatkala seseorang semakin berpendidikan dan merupakan pekerja dengan tingkat penghasilan lebih besar maka ada kecenderungan lebih besar untuk melakukan WFH atau WFA. Para pekerja ini bisa terus menerima penghasilan, mengembangkan keahlian, dan memajukan karier.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com