Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Firman El Amny Azra
Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang belajar menulis.

Menakar Dampak Tahun Politik terhadap Ekonomi Indonesia

Kompas.com - 18/10/2022, 06:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DEKLARASI Partai NasDem untuk mencalonkan Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres) Pilpres 2024 pada Senin 3 Oktober 2022, menandakan bahwa kita saat ini sudah memasuki tahun-tahun politik menjelang perhelatan pesta demokrasi terbesar ke-3 di dunia.

Pesta demokrasi tersebut merupakan momen penting yang menentukan masa depan Indonesia.

Pemilu 2024 yang terlaksana dengan bebas, jujur, damai, dan minim polarisasi menjadi salah satu faktor penting terwujudnya potensi terbesar Indonesia menjadi ekonomi terbesar ke 7 di dunia pada 2030.

Sebaliknya, pelaksanaan pemilu 2024 yang integritasnya dipertanyaan dan diwarnai peningkatan polarisasi masyarakat dapat melahirkan ketidakstabilan politik yang menurunkan prospek Indonesia menghindari middle income trap untuk menjadi negara maju.

Prof. Bambang Brojonegoro saat menjabat Kepala Bappenas pada 2017, menyatakan bahwa agar Indonesia bisa menjadi negara maju dan besar pada usia 100 tahun, maka stabilitas politik dan keamanan harus dijaga.

Stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi memang mempunyai saling keterkaitan yang mendalam.

Berdasarkan penelitiannya, ahli ekonomi politik terkemuka dari Harvard University Alberto Alesina, dkk (1996) memang ditemukan bahwa ketidakstabilan politik mengurangi pertumbuhan ekonomi.

Lebih lanjut, hasil penelitian tersebut juga mendukung teori bahwa apa yang sangat berbahaya untuk pertumbuhan ekonomi adalah polarisasi dalam masyarakat dan dalam arena politik yang mengarah kepada perubahan arah politik secara signifikan.

Terjadinya polarisasi dalam masyarakat dengan kata lain tidak hanya mempunyai implikasi terhadap rusaknya serat-serat pemersatu masyarakat, tetapi juga berdampak negatif terhadap ekonomi.

Bagi Indonesia hal ini harus diwaspadai karena dengan struktur masyarakat yang sangat majemuk terjadinya polarisasi dalam masyarakat yang berkepanjangan dapat mengancam kelangsungan negara.

Indonesia saat ini mempunyai posisi yang cukup baik secara ekonomi jika dibandingkan dengan negara-negara emerging market lain.

Tingkat inflasi misalnya, Bank Indonesia memprediksi inflasi tahun 2022 bisa tembus 6,5 persen pascakenaikan BBM beberapa pekan lalu.

Meskipun jauh lebih tinggi dari target BI sebesar 3 persen plus minus 1 persen, namun prediksi tingkat inflasi tersebut tetap lebih baik dari tingkat inflasi di negara emerging market and developing economies yang diprediksi oleh International Monetary Fund (IMF) akan mencapai 9,9 persen pada tahun 2022.

Begitu juga dengan tingkat pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) Indonesia yang diprediksi mencapai 5,3 persen pada 2022. Lebih baik dari emerging market and developing economies yang diprediksi hanya tumbuh 3,7 persen.

Optimisme ekonomi Indonesia ini juga digaungkan oleh Managing Director IMF yang menyebut Indonesia sebagai titik terang ekonomi dunia dalam ekonomi global yang memburuk.

Pandangan positif untuk ekonomi Indonesia juga diungkapkan oleh Financial Times dalam artikel Indonesia’s Unexpected Success Story (20/9/2022), yang menggarisbawahi kondisi ekonomi Indonesia cukup baik terlepas dari krisis perang Ukraina, krisis energi dan krisis perubahan iklim yang menghantam ekonomi global.

Namun di artikel yang sama juga diutarakan bahwa politik dapat menjadi masalah. Pemilu 2024 nantinya akan menentukan prospek jangka panjang akan lebih baik atau justru lebih buruk.

Hubungan ekonomi dengan politik

Prof. Daron Acemoglu Professor of Economics di MIT dan penulis buku NYT Best Seller “Why Nations Fail: The Origins of Power, Prosperity, and Poverty,” mengatakan bahwa “Politic and economics are inseparable” .

Menurut Prof Acemoglu, dinamika politik-ekonomi membantu menentukan bagaimana demokrasi akan berfungsi dan mempunyai efek signifikan terhadap potensi pertumbuhan dan kesejahteraan. Pendapat tersebut ada benarnya.

Pertama, secara sejarah ilmu ekonomi pada awal perkembangannya memang bagian dari ilmu politik. Hal ini terlihat dari sebutan ilmu ekonomi politik untuk studi yang menjadi cikal bakal ilmu ekonomi modern.

Ilmu ekonomi politik adalah bagian dari studi ilmu politik khususnya terkait bagaimana sistem kekuasaan yang ada melakukan pembagian dan memberikan kekayaan di antara masyarakat.

Paham ekonomi pasar bebas, misalnya, berargumen bahwa kekayaan negara diciptakan dengan mekanisme permintaan dan penawaran pasar atas suatu produk.

Asalnya ilmu ekonomi sebagai bagian ilmu politik tidak terlepas dari sifat ilmu politik yang merupakan studi alokasi dan transfer kekuasaan. Sedangkan pembagian kekayaan suatu negara mempunyai implikasi terhadap pembagian kekuasaan dalam negara tersebut.

Hal ini dapat kita lihat dari perkembangan paham ekonomi pasar bebas mulai berkembang di abad 18 karena adanya perkembangan sistem politik di Inggris yang semakin demokratis.

Kedua, perdebatan politik seringkali menempatkan isu-isu ekonomi sebagai salah satu isu sentral.

Hal tersebut tercermin dari kenyataan di mana tahun politik tidaklah lengkap tanpa perdebatan dan perbincangan mengenai isu-isu ekonomi oleh para calon presiden dan para pendukungnya.

Misalnya, dalam debat capres-cawapres baik pada pemilu 2014 dan 2019 banyak sekali segmen yang berkaitan dengan isu ekonomi seperti tingkat utang negara, kemiskinan, lapangan kerja, pengelolaan sumber daya alam, dan kebijakan pembangunan.

Ekonomi memang salah satu isu yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap kehidupan sehari-hari dan masa depan voters sehingga para capres harus dapat meyakinkan pemilih bahwa program ekonomi yang diusung olehnya akan meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan mereka.

Terjadinya proses perdebatan yang baik dalam isu tersebut mempunyai keterkaitan erat dengan peningkatan potensi pertumbuhan dan kesejahteraan.

Dengan proses diskusi antarcapres mengenai isu ekonomi, para pemilih dapat mengetahui visi dan misi ekonomi masing-masing.

Selanjutnya para pemilih yang rasional dapat menentukan visi dan misi capres mana yang dipandang paling meningkatkan kesejahteraan jangka panjang mereka.

Namun proses ini dapat terhambat jika terjadi polarisasi masyarakat. Di mana jika terjadi polarisasi, pemilihan capres yang tepat oleh pemilih tidak didasarkan pada keunggulan visi dan misi, tapi lebih kepada sentimen sosial politik terhadap capres tersebut.

Dampak ekonomi Pemilu 2024

Secara historis dampak ekonomi dari tahun pemilu mempunyai kecenderungan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meskipun tidak selalu dan signifikansinya berubah-ubah dari waktu ke waktu.

Pemilu tahun 2019, misalnya, tidak terdapat dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Hal tersebut terlihat dari tingkat pertumbuhan tahun 2018 yang mencatatkan angka 5,2 persen, naik tapi hanya berbeda 0,1 persen tahun 2017 yang sebesar 5,1 persen.

Sedangkan pada tahun pemilu 2014 pertumbuhan tercatat sebesar 5,6 persen turun dari tahun sebelumnya yang sebesar 6 persen.

Selanjutnya pada tahun politik pemilu sebelumnya, yaitu tahun 2008 tercatat kenaikan pertumbuhan yang cukup tinggi, yaitu 7,4 persen pada 2008, naik dari 6,3 persen pada 2007.

Pada tahun politik 2003 juga terdapat kenaikan meskipun lebih kecil, yaitu 4,8 persen naik dari 4,5 persen pada 2002.

Meskipun dampak pemilu terhadap pertumbuhan masih tidak signifikan, namun pelaksanaan pemilu 2024 diprediksi cukup mampu memengaruhi perilaku konsumsi dan jumlah uang beredar dalam jangka pendek.

Pada pelaksanaan pemilu diprediksi akan terjadi peningkatan konsumsi dan jumlah uang beredar karena adanya biaya politik yang harus dikeluarkan calon legislator, calon presiden dan juga partai politik dalam berkontestasi di pemilu tersebut.

Dampak pemilu tersebut dapat dilihat dari peningkatan Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga (PK-LNPRT).

Pada pemilu 2019, misalnya, LNPRT tercatat tumbuh 16,93 persen pada kuartal I-2019 jauh lebih tinggi dari kuartal I-2018 yang hanya tumbuh 8,10 persen.

Pertumbuhan PK-LNPRT bahkan jauh lebih tinggi lagi pada pemilu 2014, di mana PK-LNPRT tercatat tumbuh 23,15 persen pada kuartal I-2014, sangat jauh jika dibandingkan kuartal I-2013 yang hanya tumbuh 6,52 persen.

Pemilu 2024 berpotensi memberikan dampak pertumbuhan PK-LNPRT yang lebih tinggi dari pemilu 2019 karena tidak adanya incumbent dalam kontestasi pilpres akan mendorong persaingan yang lebih ketat dari para calon presiden dan partai pengusungnya.

Besarnya pengeluaran biaya politik tersebut secara otomatis akan meningkatkan jumlah uang yang beredar.

Para calon legislator, calon presiden, dan partai politik biasanya melakukan pembelian berbagai atribut seperti kaos, flyer, belanja iklan, penyewaan mobil dan juga penyewaan tempat kampanye.

Penelitian LPEM FEUI pada tahun 2014, menyebutkan bahwa pemilu terbukti memberikan dampak yang signifikan terhadap jumlah uang yang beredar selama kuartal menjelang pemilu dan saat pemilu.

Sebagai gambaran pada penelitian tersebut diestimasikan pemilu 2014 membangkitkan dampak tidak langsung dan tidak langsung pada pemilu 2014 sebesar Rp 205 triliun, yang terdiri dari Rp 115 triliun dampak langsung dan Rp 89 triliun dampak tidak langsung.

Berkaca pada meroketnya biaya penyelenggaraan pemilu 2024 sebesar 431 persen dibanding pelaksanaan pemilu sebelumnya, maka dapat dipastikan besar suntikan dana yang akan terjadi pada pemilu 2024 akan lebih besar lagi.

Namun, dampak ekonomi terbesar dari pemilu 2024 kemungkinan besar tidak datang dari pengeluaran biaya kampanye.

Dampak ekonomi terbesar dari pemilu 2024 akan datang dari berbagai perubahan kebijakan yang akan dilahirkan dari hasil kontestasi tersebut. Baik atau buruknya dampak ekonomi pemilu 2024 akan ditentukan dari hasil pemilu 2024.

Hasil pemilu 2014, pasangan Jokowi-Kalla ditentukan sebagai pemenang pilpres. Hasil tersebut kemudian menentukan arah kebijakan ekonomi Indonesia hingga saat ini yang banyak berorientasi kepada pembangunan infrastruktur, peningkatan investasi dan penyederhanaan birokrasi.

Perubahan-perubahan tersebut tidak saja akan dinikmati dalam 10 tahun terakhir, tetapi juga bermanfaat hingga puluhan tahun berikutnya.

Berkaca pada sejarah tersebut, jika pemilu 2024 menghasilkan para legislator dan eksekutif yang mempunyai visi misi kebijakan ekonomi yang baik, maka dampak jangka panjangnya akan sangat dirasakan tidak hanya untuk 5 tahun kedepan, tetapi juga berdampak hingga puluhan tahun selanjutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PT Pamapersada Nusantara Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3, S1, dan S2

PT Pamapersada Nusantara Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3, S1, dan S2

Work Smart
Tur Wisata Lebaran Makin Ramai, Ini Strategi Dwidaya Tour Tetap Dorong Transaksi Tahun Ini

Tur Wisata Lebaran Makin Ramai, Ini Strategi Dwidaya Tour Tetap Dorong Transaksi Tahun Ini

Whats New
Rupiah Tertekan, 'Ruang' Kenaikan Suku Bunga Acuan BI Jadi Terbuka

Rupiah Tertekan, "Ruang" Kenaikan Suku Bunga Acuan BI Jadi Terbuka

Whats New
Hana Bank Catat Laba Bersih Rp 453 Miliar, Total Aset Naik

Hana Bank Catat Laba Bersih Rp 453 Miliar, Total Aset Naik

Whats New
Tingkatkan Produksi Beras di Jateng, Kementan Beri Bantuan 10.000 Unit Pompa Air

Tingkatkan Produksi Beras di Jateng, Kementan Beri Bantuan 10.000 Unit Pompa Air

Whats New
Genjot Energi Bersih, Bukit Asam Target Jadi Perusahaan Kelas Dunia yang Peduli Lingkungan

Genjot Energi Bersih, Bukit Asam Target Jadi Perusahaan Kelas Dunia yang Peduli Lingkungan

Whats New
HM Sampoerna Bakal Tebar Dividen Rp 8 Triliun

HM Sampoerna Bakal Tebar Dividen Rp 8 Triliun

Whats New
PLN Nusantara Power Sebut 13 Pembangkit Listrik Masuk Perdagangan Karbon Tahun Ini

PLN Nusantara Power Sebut 13 Pembangkit Listrik Masuk Perdagangan Karbon Tahun Ini

Whats New
Anak Muda Dominasi Angka Pengangguran di India

Anak Muda Dominasi Angka Pengangguran di India

Whats New
Daftar 6 Kementerian yang Telah Umumkan Lowongan PPPK 2024

Daftar 6 Kementerian yang Telah Umumkan Lowongan PPPK 2024

Whats New
Pembiayaan Kendaraan Listrik BSI Melejit di Awal 2024

Pembiayaan Kendaraan Listrik BSI Melejit di Awal 2024

Whats New
Peringati Hari Bumi, Karyawan Blibli Tiket Donasi Limbah Fesyen

Peringati Hari Bumi, Karyawan Blibli Tiket Donasi Limbah Fesyen

Whats New
Great Eastern Hadirkan Asuransi Kendaraan Listrik, Tanggung Kerusakan sampai Kecelakaan Diri

Great Eastern Hadirkan Asuransi Kendaraan Listrik, Tanggung Kerusakan sampai Kecelakaan Diri

Earn Smart
Setelah Akuisisi, Mandala Finance Masih Fokus ke Bisnis Kendaraan Roda Dua

Setelah Akuisisi, Mandala Finance Masih Fokus ke Bisnis Kendaraan Roda Dua

Whats New
KKP Gandeng Kejagung untuk Kawal Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster

KKP Gandeng Kejagung untuk Kawal Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com